AKIBAT tidak mudah percaya rumusan apa pun termasuk matematika, saya selalu menjadi persona non grata paling kerap dihukum oleh ibu guru.
Seperti misalnya ketika pertama kali diajarkan 2+2=4 saya langsung angkat tangan untuk bertanya “kenapa?”.
Langsung ibu guru menyuruh saya berdiri di sudut depan kelas sambil menghadap ke dinding sebagai hukuman atas pertanyaan yang tidak layak ditanyakan oleh seorang murid.
Saya memang akhirnya tidak berani bertanya ketika ibu guru mengajarkan bahwa 2x2=4 meski sebenarnya saya tidak mengerti mengenai kenapa penambahan harus dibedakan dari pengalian, sebab ternyata 2+2 dan 2x2 sama-sama sama dengan 4.
Namun akibat takut kembali dihukum berdiri di depan kelas sambil menghadap ke dinding, saya tidak bertanya tentang kenapa tanda + perlu dibedakan dengan tanda x apabila hasilnya toh sama saja.
Saya juga tidak bertanya ketika ibu guru membuktikan bahwa 2+2 sama dengan 4 dengan memperagakan dua buah jeruk dimasukkan ke dalam sebuah keranjang, lalu ditambah dengan dua buah jeruk maka terbukti di dalam keranjang memang ada 4 buah jeruk.
Juga saya mantuk-mantuk ketika ibu guru membuktikan bahwa 2 minus 2 sama dengan 0 dengan meletakkan dua buah jeruk ke dalam keranjang kemudian kedua buah jeruk tersebut dikeluarkan dari dalam keranjang dan simsalabim di dalam keranjang mendadak sama sekali tidak ada alias nol buah jeruk! Keren!
Namun ketika ibu guru mengajarkan saya bahwa 2 minus 3 sama dengan minus satu, maka saya tidak mampu menahan gejolak hawa nafsu untuk kembali bertanya “kenapa?”.
Syukur alhamdullilah, tampaknya ibu guru kasihan maka tidak tega lagi- lagi menghukum saya, sehingga menjawab “Ya memang begitu itu menurut ilmu hitung-menghitung !”.
Akibat saya lanjut menuntut ibu guru membuktikan bahwa 2-3= -1 dengan menggunakan contoh dua buah jeruk dikurangi tiga buah jeruk maka ibu guru yang tidak tahu cara mencontohkan minus 1 dalam bentuk buah jeruk, akhirnya terpaksa kembali tega menghukum saya untuk berdiri di sudut depan kelas sambil menghadap ke dinding.
Konflik perseteruan murid dengan guru berlanjut ketika saya mempertanyakan kenapa angka minus ditambah angka minus bisa menjadi angka minus atau makin-minus tetapi angka minus dikalikan angka minus kok bisa-bisanya menjadi angka plus!
Karena jenuh dihukum, maka saya tidak lagi berani mempertanyakan tentang sebuah angka ditambah nol sama sekali tidak berubah tetapi jika dikali nol menjadi tidak terhingga.
Maka saya diam saja akibat takut bertanya ketika ibu guru mengajarkan bahwa angka prima adalah angka yang lebih besar dari satu yang tidak bisa dibagi dengan angka lain yang lebih kecil kecuali dirinya sendiri seperti 2, 3,5, 7, 11, 13 namun padahal 13 bisa dibagi 2 yaitu 6,5 atau dibagi 3 yaitu 4,33333333 atau dibagi 5 sama dengan 2,6 atau dibagi 7 = 1,8571428dst mau pun dibagi 11=1,181818181dst.
Mungkin akibat “diperkosa” untuk membagi angka prim maka kalkultator saya balas-dendam dengan bisa menghitung bahwa 13 : 2 = 6,5 dan 6,5 X 2 = 13 tetapi 13 : 3 = 4,33333333, tetapi 4,3333333 x 3 ternyata bukan 13 namun 12,9999999.
Saya juga tidak berani mempertanyakan logika sebuah angka, apabila dikali nol menjadi nol, sementara angka yang sama jika dibagi nol kok mendadak bisa-bisanya menjadi tak terhingga.
KOMENTAR ANDA