VAKSINASI Covid-19 sudah dimulai di berbagai negara di dunia. Seperti diketahui, banyak negara seperti Inggris dan Amerika memasukkan para lansia ke dalam urutan prioritas penerima vaksin. Hal itu berbeda dengan strategi vaksinasi di Indonesia yang mendahulukan usia produktif 18-59 tahun. Mengapa belum ada vaksin untuk para lansia padahal fakta menunjukkan bahwa lansia adalah golongan rentan Covid-19?
“Karena ini vaksin baru dan sampai saat ini masih dalam tahap uji klinis, maka vaksin diberikan sesuai desain uji klinisnya—yaitu usia 18 – 59 tahun yang berada dalam kondisi sehat. Indonesia belum punya desain uji klinis pada lansia. Tapi vaksin produksi Sinovac di Turki dan Brazil diuji klinis terhadap lansia. Populasi lansia memang rentan. Tapi karena belum ada data lengkap tentang lansia, jadi belum disuntik,” ujar dr. RA Adaninggar, Sp.PD dalam Bincang Sehat RMOL.id bertajuk “Vaksin Covid-19 Pada Lansia”, Jumat (22/01/2021).
Dr. Adaninggar menambahkan bahwa uji klinis di negara lain memang bisa dijadikan bahan pertimbangan. Namun saat ini semua masih dalam uji coba. Sinovac juga sudah menargetkan vaksin untuk dites pada lansia. Bagaimana pun, efikasi vaksin di tiap negara lumrah jika berbeda-beda. Relawannya berbeda.
“Efikasi vaksin tidak perlu kita risaukan. Yang perlu diperhatikan adalah efek ke depannya yaitu mengurangi risiko Covid-19. WHO berdasarkan kesepakatan para ahli telah menetapkan bahwa tingkat efikasi vaksin minimal 50% sudah bisa menekan kematian dan menurunkan jumlah orang untuk dirawat. Ini bertujuan untuk pengendalian pandemi,” ujar dr. Adaninggar.
Apakah semua lansia bisa menerima vaksin Covid-19?
Perlu diketahui bahwa ada lansia yang tergolong renta (frailty) dan ada yang sehat. Nantinya akan ada rekomendasi dari perhimpunan dokter ahli. Seperti sebelumnya, perhimpunan dokter penyakit dalam membuat rekomendasi penderita penyakit komorbid apa yang saja yang boleh dan tidak boleh mendapat vaksin. Rekomendasi itu yang harus dipatuhi dengan baik.
“Jika Anda belum termasuk golongan pertama penerima vaksin, ada baiknya melakukan medical check up (MCU) untuk mengetahui riwayat penyakit dan kondisi kesehatan,” kata dr. Adaninggar.
MCU menjadi penting karena pada saat screening jelang pemberian vaksin, masyarakat disodorkan pertanyaan dengan pilihan jawaban “ya” atau “tidak”. Sedangkan banyak orang tidak menyadari jika mereka memiliki penyakit yang ditanyakan. Riwayat MCU bisa memperlihatkan kondisi tersebut.
Screening bagi lansia menjadi sangat urgen. Kita membaca kasus kematian para lansia di Norwegia setelah mendapat vaksin Covid-19. Otoritas Norwegia sudah mengkonfirmasi bahwa mereka melakukan vaksinasi kepada lansia tanpa screening. Padahal ada lansia tergolong renta dengan kondisi tubuh yang sudah tidak sehat. Karena itulah, efek samping yang terasa sehat bagi para lansia lain yang sehat, tidak kuat dihadapi oleh tubuh yang renta, apalagi yang memiliki komorbid tertentu.
Menurut dr. Adaninggar, menciptakan herd immunity memang sebuah tujuan jangka panjang. Vaksin harus ampuh untuk mencegah penularan. Sementara saat ini, kemampuan vaksin yang ada baru untuk mengurangi risiko gejala berat Covid-19. Perhitungan populasi yang diperlukan untuk menciptakan herd immunity juga tergantung efikasi vaksin yang berfungsi untuk mencegah penularan.
“Untuk para lansia, jika tidak ada kepentingan, tidak usah keluar rumah. Untuk keluarga yang tinggal serumah, lindungilah lansia, jangan lengah dengan protokol kesehatan. Sekali pun Anda sudah divaksin, tetap jalankan protokol keshatan saat berinteraksi dengan para lansia,” tegas dr. Adaninggar.
KOMENTAR ANDA