Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SEORANG rekan baru saja mengabarkan, bahwa ia bersama suami dan kedua anaknya terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka termasuk pasien bergejala, karena di hari pertama terinfeksi langsung merasakan sesak napas, lemas di sekujur tubuh, batuk, dan demam.

Virus Corona "mampir" ke keluarga tersebut kemungkinan dibawa oleh si Ayah yang memang aktif bekerja di luar rumah. Dan si Ayah pula yang pertama kali bergejala, mirip dengan gejala penyakit tipes. Dengan cepat Covid-19 langsung menular ke seluruh anggota keluarga.

Ya, sepanjang awal 2021, kasus klaster keluarga terus merebak. Di DKI Jakarta sendiri, proporsi terbesar kasus Covid-19 datang dari klaster keluarga (44%), imbas dari liburan akhir tahun, seperti dikutip dari lama instagram @pandemitalk.

Apa Itu Klaster Keluarga?

Klaster keluarga muncul ketika salah satu anggota keluarga yang aktif di luar rumah (bekerja), terinfeksi virus dan menularkannya pada sebagian atau seluruh anggota keluarga.

Jumlahnya semakin banyak karena laju penyebaran virus semakin cepat dan luas. Terkadang, tanpa disadari penularan terjadi lantaran pembawa virus asimptomatik (tidak bergejala). Sementara hubungan keluarga terjadi sangat erat (bebas bertemu dan berdekatan).

Klaster keluarga juga bisa tercipta saat ada yang menjalankan isolasi mandiri di rumah, sementara perawatan yang dilakukan tidak merujuk pada protokol kesehatan yang benar.

Setiap keluarga memiliki profil risiko penularan yang berbeda. Menurut penelitian yang dilakukan di Wuhan, China, setiap satu orang terkena covid-19, kemungkinannya 15,6% akan menularkan ke anggota keluarga.

Jika di dalam keluarga ada yang berusia di atas 60 tahun, maka risiko penularannya cukup tinggi dibandingkan usia lain. Begitu pula dengan bayi usia 0-1 tahun, di mana sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sempurna.

Sementara untuk anak usia 2-19 tahun lebih mudah menularkan, karena rentang usia tersebut sebagian besar tidak bergejala ketika terinfeksi.

Langkah Pencegahan

Walaupun sulit untuk benar-benar menghilangkan kemungkinan terpapar, setiap keluarga dapat meminimalisirnya dengan memperhatikan beberapa faktor berikut ini:

1. Kenali profil risiko keluarga

Semakin banyak anggota keluarga yang tinggal di satu atap dan berisiko tinggi (lansia, anak-anak, ibu hamil, komorbid), semakin tinggi risiko penularan. Buat aturan di rumah sesuai analisa risiko tersebut yang dipahami seluruh anggota keluarga.

2. Durasi kontak

Sediakan kamar tersendiri untuk anggota yang sering beraktivitas di luar rumah dan kurangi interaksi dengan anggota keluarga yang rentan. Jika ada yang positif, sebaiknya karantina dilakukan di fasilitas kesehatan untuk menurunkan risiko penularan.

3. Kurangi mobilitas

Buat jadwal belanja, atur keperluan keluar rumah seefisien mungkin. Bepergian hanya untuk hal penting.

Sayangi keluargamu, jangan remehkan protokol kesehatan, patuhi protokol VDJ (Ventilasi, Durasi, Jarak), dan usahakan beraktifitas di luar rumah seperlunya saja.

Karena nyatanya, angka klaster keluarga sesungguhnya bisa lebih tinggi karena kemampuan tracing dan testing yang tidak akurat. Tanamkan dalam diri untuk tidak membawa transmisi virus ke rumah dan keluarga!

 




3 Resolusi Sehat Menjelang Tahun 2025: Jangan Abai Mengelola Stres

Sebelumnya

Cara Mengolah Kentang yang Tepat Agar Nutrisinya Terjaga

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health