SALAH satu gejala atau ciri yang tidak umum saat seseorang terinfeksi Covid-19 adalah mudah lupa. Menurut Direktur Medis NeuroGrow Brain Fitness Center, Virginia Utara, dr. Majid Fotuhi, gejala mudah lupa dapat mengakibatkan efek jangka panjang berupa insomnia, depresi, parkinson, kehilangan ingatan, maupun percepatan penuaan pada otak.
Dengan beragam alasan tersebut, dr. Majid merekomendasikan para pasien yang pulih dari Covid-19 untuk mengonsumsi makanan yang bermanfaat bagi kesehatan jantung, mengurangi stres, serta memperbaiki kualitas tidur mereka.
Semua itu merupakan langkah penting untuk meremajakan otak sekaligus meminimalkan dampak buruk yang mungkin terjadi.
Namun demikian, jurnal Alzheimer’s Disease International menyatakan belum ada data yang membuktikan bahwa orang dengan demensia bisa terinfeksi Covid-19 dengan gejala yang lebih parah dibandingkan orang lain dengan usia dan kondisi kesehatan yang sama.
Banyak orang lanjut usia dengan demensia yang terinfeksi Covid-19 merasa tidak sehat selama beberapa hari namun perlahan-lahan bisa pulih dengan perawatan di rumah.
Butuh Penelitian Lebih Lanjut
Dalam tulisannya di The Conversation, Natalie C. Tronson, Lektor Kepala Psikologi University of Michigan, menjelaskan bahwa diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengetahui apakah infeksi Covid-19 menyebabkan peningkatan risiko penurunan kognitif atau penyakit Alzheimer.
Terlebih lagi, risiko tersebut dapat dikurangi dengan pencegahan maupun pengobatan Covid-19 seperti yang direkomendasikan dr. Majid. Pencegahan dan pengobatan Covid-19 berfungsi untuk mengurangi tingkat keparahan serta mengurangi durasi penyakit dan peradangan.
Menariknya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa vaksin secara umum, termasuk vaksin flu dan pneumonia, terbukti dapat mengurangi risiko Alzheimer.
Demikian pula pengobatan Covid-19 yang menggunakan obat penekan imun berlebih dan peradangan. Perawatan tersebut secara potensial dapat mengurangi dampak peradangan pada otak dan mengurangi dampak pada kesehatan otak dalam jangka panjang.
Maka bisa dikatakan bahwa pulihnya seseorang dari Covid-19 dapat terus berdampak pada kesehatan dan kesegaran tubuhnya setelah pandemi berakhir. Karena itu sangat penting untuk terus meneliti hubungan antara Covid-19 dan kerentanan penyintas terhadap penurunan kognitif (Alzheimer) dan demensia di kemudian hari.
Penelitian tersebut diharapkan dapat memberi pengetahuan baru yang penting terkait hubungan inflamasi dengan penurunan kognitif, untuk melahirkan strategi pencegahan dan pengobatan yang lebih strategis terhadap penyakit-penyakit yang melemahkan tubuh.
Kenali Demensia, Alzheimer, dan Brain Fog
Sepintas tidak berbeda, demensia dan Alzheimer adalah dua hal yang tidak sepenuhnya sama. Demensia merupakan gejala-gejala yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengingat, berpikir, juga bersosialisasi. Jika kondisinya parah, demensia bisa melumpuhkan aktivitas harian penderitanya.
Sedangkan Alzheimer adalah penyakit progresif yang dapat menyebabkan seseorang bermasalah dengan ingatan, perilaku, dan kemampuan berpikir.
Penjelasan Mayo Clinic menyebutkan bahwa demensia sebenarnya bukanlah penyakit melainkan sekumpulan gejala gangguan yang ada di otak. Karena itu demensia diibaratkan sebagai payung yang melingkupi beberapa penyakit, termasuk Alzheimer. Alzheimer adalah jenis demensia yang sangat terbilang paling banyak diderita.
Sedangkan brain fog atau kabut otak merupakan gejala berupa ketidakmampuan mendadak untuk mengingat fakta, nama, atau peristiwa. Gejala tersebut memang bisa menjadi tanda awal adanya Alzheimer atau demensia. Sedangkan bagi perempuan, brain fog juga bisa menjadi salah satu gejala umum menuju menopause yang disebabkan menurunnya kadar estrogen.
KOMENTAR ANDA