Hidup bertetangga itu amatlah penting, saking pentingnya ada ungkapan, al-jaar qobla daar (tetangga sebelum rumah). Artinya menentukan tetangga lebih penting dari pada rumah yang akan ditempati/ Net
Hidup bertetangga itu amatlah penting, saking pentingnya ada ungkapan, al-jaar qobla daar (tetangga sebelum rumah). Artinya menentukan tetangga lebih penting dari pada rumah yang akan ditempati/ Net
KOMENTAR

Kisah #1:
Dini hari perut ibu muda itu mulas. Pertanda akan melahirkan. Dia hanyalah perantau dari pulau seberang. Tidak punya siapa-siapa di negeri orang. Dan suaminya dapat tugas malam di luar kota, butuh beberapa jam lagi akan datang.

Satu-satunya harapan hanyalah pintu yang diketuknya dengan lemah.

Tok! Tok! Tok!

Ajaibnya, bukan satu tetangga, melainkan seluruh tetangga di sekitarnya yang ikut bangun dan mengantarkan ke bidan. Mereka pun telah bersiaga kalau-kalau perlu dirujuk ke rumah sakit, sekiranya perlu operasi.

Persalinan itu amat lancar. Bayi yang sehat disambut gegap-gempita, lagi-lagi oleh para tetangga karena sang ayah bayi belum kunjung tiba. Mereka terharu, bangga dan bahagia. Tapi ada tetangga jauh yang datang dengan guratan kecewa. Karena dia tidak dibangunkan tengah malam itu, hingga melewatkan momentum nan heroik.

Sejatinya, ibu muda tersebut pendiam. Tidak pernah nongkrong dengan ibu-ibu lain. Tetapi dirinya termasyhur ringan tangan. Pokoknya kalau urusannya sudah menolong orang lain, tangannya yang duluan sampai. Sehingga pada kondisi teramat genting, giliran tetangga yang berebutan mengulurkan tangan padanya.

Kisah 2#:
Pagi-pagi sekali pak tua mondar-mandir di depan sebuah rumah. Begitu seorang lelaki muda keluar, ia menawarkan jangung muda (bukan istri muda ya!). Lelaki tuan rumah itu menolak dengan sopan. Ada gurat kecewa di wajah pak tua sambil pergi berlalu.

Lalu istrinya menyodorkan uang sepuluh ribu rupiah. Kemudian suaminya menyusul pak tua tersebut.

Ketika pulang lagi sambil memamerkan sekantung jagung, lelaki muda itu berkata, “Pak tua senang sekali pagi-pagi dapat duit, kayak dapat bini muda.”

Istrinya mengingatkan, meski berjarak jauh pak tua masih tergolong tetangga. Empat puluh rumah menurut Nabi Muhammad adalah tetangga kita yang perlu ditolong.
Kalau pagi-pagi sekali dia sudah datang, istrinya mengatakan, “Artinya dia sangat butuh uang, amat terdesak.”

Dan ia datang dengan cara terhormat, bukan meminta-minta. Apalah arti uang sepuluh ribu rupiah bagi lelaki muda yang rezekinya lagi lancar. Tetapi uang itu bagi pak tua bermakna kehidupan, dapat digunakannya membeli beras, dan menyelamatkan masa depan perut keluarganya.

Begitulah romantika hidup bertetangga. Tidak ada bantuan yang kecil, karena di setiap pertolongan tetangga terdapat keindahan. Memang kita masih memiliki orangtua, sanak keluarga, kakak adik dan sebagainya, tetapi yang terdekat adalah tetangga.

Siapa yang membela pertama kalinya saat kita terancam bahaya? Ya, tetangga.

Siapa yang terdepan melindungi kita sekeluarga dari malapetaka? Ya, tetangga.

Siapa yang tercepat menolong kita saat melalui masa-masa genting? Ya, tetangga.

Makanya, Nabi Muhammad mencontohkan berbagai cara yang indah dalam membangun hubungan baik bertetangga.

Tidak ada yang dianggap remeh, tidak ada yang disepelekan, termasuk di dalamnya dengan cara berbagi makanan. Tidaklah beliau sungkan menganjurkan sahabatnya memperbanyak kuah agar dapat berbagi dengan tetangga.

Nabi saw. bersabda, “Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak sempurna iman seorang hamba sampai dia benar-benar mencintai tetangganya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak daging, maka perbanyaklah kuahnya, dan bagikan kepada tetanggamu.” (HR. Muslim)

Cara membantu tetangga ternyata mudah sekali, cukup dengan memperbanyak kuah masakan Anda. Tapi giliran mengasih ke tetangga jangan kuahnya saja ya!

Perbuatan baik itu investasi sosial. Semakin baik sikap kepada tetangga, maka akan jauh lebih banyak lagi kebaikan mereka yang akan kita panen.

Hidup bertetangga itu amatlah penting, saking pentingnya ada ungkapan, al-jaar qobla daar (tetangga sebelum rumah). Artinya menentukan tetangga lebih penting dari pada rumah yang akan ditempati.

Karena manusia dalam terminologi Ibnu Khaldun disebut dengan madaniyyun bi al-thab'i (manusia secara alami merupakan makhluk sosial dan berperadaban), maka corak dan karakter teman, tetangga dan lingkungan adalah elemen-elemen yang banyak membentuk karakter, gaya dan pola bersikap manusia.  (Jurnal Kajian Islam Al-Insan Edisi 1, Tahun 1 Januari 2005)

Dari itulah kecaman keras ditujukan oleh Nabi Muhammad bagi orang-orang yang berprilaku buruk terhadap tetangga.
 
Pada suatu hari, ada seorang laki-laki mengadu kepada Nabi Saw. atas perlakuan jahat tetangganya, maka Nabi Saw. mengutus Abu Bakar, Umar dan Ali ke masjid, kemudian mereka bertiga mendoakan tetangga laki-laki tersebut sambil mengucapkan, “Ingatlah, empat puluh rumah darimu adalah tetanggamu dan tidak masuk surga orang yang ditakuti kejahatannya oleh tetangganya.”

Menyakiti tetangga dapat menelan segala kebaikan, mencabut keimanan seseorang, serta menghilangkan ketaatan. Orang yang disakiti tetangganya dibolehkan untuk memarahi orang yang menyakiti tetangga tersebut. Apabila kamu terus beribadah tapi kamu menyakiti tetangga, maka ibadah tersebut sama sekali tidak bernilai dan tidak akan diterima. (Ahmad Mahmud Abdus Satar Masluh dalam buku Kumpulan Khutbah Jumat Populer)




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur