"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah merasa puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan."/ Net
KOMENTAR

SEBAGAI makhluk, manusia tidak memiliki kuasa penuh atas hidupnya. Karena itulah manusia harus mampu beradaptasi untuk melalui berbagai fase dan kondisi yang terjadi sepanjang rentang kehidupannya.

Hidup adalah perputaran. Ada suka, kadang ada duka. Ada kesulitan, dan sesudahnya akan ada kemudahan. Ada gelap, yang kemudian akan melahirkan terang.

Ketika kita percaya bahwa hidup ini dikuasai oleh Yang Maha Menguasai, kita menerima bahwa jalan hidup tak akan semulus yang kita inginkan. Kita menyadari adanya qadha dan qadar. Ada ketentuan Allah yang berjalan tanpa bisa diganggu-gugat. Dan qadarullah menuntut kita untuk bersikap tenang dalam menghadapi apa pun yang terjadi.

Seperti diriwayatkan Imam Muslim dan tertulis dalam Syarhu Ad-Duaa' min Al-Kitab wa As-Sunnah karya Mahir bin Abdul Humaid, kita bisa memohon kepada Rabb Yang Maha Pengasih agar kita dihindarkan dari segala keburukan dunia.

Allahumma innii a'uudzu bika min 'ilmin laa yanfa', wa min qalbin laa yakhsya', wa min nafsin laa tasyba', wa min da'watin laa yustajaabulahaa.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah merasa puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan."

Banyak orang berilmu tapi ilmu mereka tidak bisa memberi manfaat bagi umat, bahkan digunakan untuk mencurangi dan menipu orang lain. Bisa saja tipu daya itu membawa gelimang kesenangan dunia, tapi pasti hanya sesaat. Na'udzubillah, kita berdoa agar terhindar dari kepintaran yang mendekatkan pada dosa.

Keburukan lain yang kita mohon untuk dihindarkan darinya adalah hati yang tidak khusyuk. Bayangkanlah jika kita tak bisa khusyuk dalam salat, puasa, zikir, dan doa. Pikiran kita selalu terganggu oleh kepentingan-kepentingan dunia.

Maka percuma saja beribadah karena semua itu tak membawa ketenangan batin, tidak berimplikasi pada kebaikan diri kita, dan tidak menjadi ladang pahala.

Selanjutnya kita memohon dari jiwa yang tak pernah merasa puas. Inilah yang sangat kita butuhkan saat ini.

Di masa pandemi yang penuh dengan berbagai ujian yang menuntut kehati-hatian, kedewasaan berpikir, dan kegigihan  dalam mengatasi berbagai ketidaknyamanan hidup, kita wajib memiliki jiwa yang damai. Jiwa yang tidak melulu mengejar kesempurnaan dunia.

Jiwa yang bisa berpuas dengan rezeki yang dihadirkan Allah untuk kita. Jiwa yang tidak terpuruk dengan rasa takut akibat Covid-19 tapi juga tidak mengabaikan protokol kesehatan. Jiwa yang bersabar dengan segala kesibukan yang kita harus lakukan dari rumah.

Dan yang terakhir, kita berdoa agar dijauhkan dari doa yang tak dikabulkan. Inilah waktunya kita merendahkan diri di hadapan Sang Khalik. Kita beristighfar, memohon ampunan dengan penyesalan terdalam. Jangan biarkan ada setitik kesombongan di hati agar setiap lantunan doa kita diridhai dan dikabulkan oleh Allah Swt.

 

 

 




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur