PENGASUHAN anak di masa pandemi Covid-19 menjelma menjadi sebuah pengalaman baru bagi orangtua di seluruh dunia. Dengan segala aktivitas seluruh keluarga berlangsung di dalam rumah, orangtua—terutama ibu—memiliki tugas 'manajerial' yang berlipat ganda.
Bagaimana agar orangtua mampu menciptakan kehidupan yang baik dan membahagiakan untuk anak di tengah kondisi pandemi yang tidak menentu ini?
Sedangkan secara pribadi, orangtua sebagai individu pun masih berupaya keras memperkuat diri sendiri untuk terus beradaptasi dengan segala keterbatasan yang dihadap selama pandemi.
"Pengasuhan anak sejatinya berawal dari kesiapan orangtua. Membesarkan anak perlu peran orangtua yang siap secara mental dan emosi. Orangtua harus memahami pengertian perannya sebagai orangtua dan kesiapannya menjadi orangtua," ujar Pramitha Intan Widayanti, M.Psi., Psikolog dalam webinar bertema "Membesarkan Anak Tumbuh Bahagia di Masa Pandemi" yang digelar Sabtu (13/02/2021).
Founder Layanan Konsultasi Psikologi @pramitha_id ini menegaskan bahwa pengertian orangtua bukan semata memiliki kedudukan sebagai "ayah" dan "ibu" tapi lebih kepada guru dan contoh utama bagi anak-anak.
Ditambah lagi, orangtua merupakan sosok yang menginterpretasikan dunia kepada anak. Orangtualah yang memberikan penjelasan tentang hakikat dan makna kehidupan.
Adapun tentang kesiapan menjadi orangtua mencakup banyak hal, terutama dalam hal emosi, fisik, dan sosial. Penelitian memperlihatkan banyak pasangan suami istri yang tidak siap secara emosi untuk menjadi orangtua. Akibatnya, mereka menjelma menjadi orangtua yang mudah marah. Ketika anak marah, mereka ikut marah. Mereka juga akan mudah menyalahkan anak.
Orangtua harus mampu memberikan hal-hal berikut ini untuk anak: makanan bergizi seimbang, waktu bermain dan eksplorasi, ekspresi emosi positif, waktu tidur yang cukup, didengarkan dengan antusias saat. Semua itu adalah cara orangtua memberikan cinta tanpa syarat.
Jika kita bicara tentang pandemi, maka tugas orangtua terasa lebih berat. Sebenarnya lebih kepada bagaimana orangtua mampu menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak, agar segala keterbatasan mobilitas dan akses sosial tidak membuat hari-hari anak terasa membosankan dan suram.
Saat inilah kesiapan emosi orangtua diuji. Kita dituntut untuk bisa berdiri kokoh menghadapi pandemi sembari meningkatkan kesabaran, pengertian, dan kreativitas untuk mendukung aktivitas anak di rumah.
Merasa lelah dan jenuh? Sudah tentu. Karena itulah bagi orangtua (baca: ibu), me time menjadi hal penting yang mampu mengurangi kepenatan, sebagai relaksasi, sekaligus menjadi sarana me-recharge diri. Masing-masing kita bisa mencari cara me time yang efektif untuk mengurangi emosi buruk yang bisa mengganggu.
"Saat ibu ingin me time, manfaatkanlah support system. Anak bisa dititipkan sejenak ke nenek-kakek atau dijaga si mbak. Me time tidak perlu waktu terlalu lama. Anak boleh saja diberi waktu untuk bermain gadget selama ibu pergi, tapi tetap harus ada batasannya," kata Pramitha.
Demikian pula menyikapi kejenuhan anak khususnya dalam menjalani sekolah secara daring. Orangtua memang sebaiknya tidak memaksakan anak karena atmosfer sekolah daring jauh berbeda dari sekolah tatap muka.
Menurut Pramitha, kita boleh saja memberi kesempatan anak untuk rehat sejenak dari kelas daring selama ada manfaat positif bagi anak. "Jangan lupa menanyakan perasaan dan kemauan anak. Mengapa ia merasa jenuh dan apa yang ia inginkan. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika rehat sejenak berefek baik dan mood anak kembali baik, sah-sah saja dilakukan," ujar Pramitha.
Dalam pemaparannya, Psikolog Pramitha mengutip pernyataan Profesor Richard Layar, bahwa peran orangtua akan membawa anak memiliki kebahagiaan di masa kecil. Kebahagiaan masa kecil adalah hal yang paling tepat untuk memprediksi life satisfaction dan well being pada orang dewasa. Hal ini paling berpengaruh daripada hal lainnya seperti prestasi, pekerjaan, atau kekayaan.
Dear parents, semoga kita semakin siap secara emosi dan selalu mampu mencurahkan cinta tanpa syarat kepada si buah hati.
KOMENTAR ANDA