Sudah tiba masanya bagi kita memperbanyak istighfar. Bahkan dalam menutup amalan baik pun dengan istighfar/ Net
Sudah tiba masanya bagi kita memperbanyak istighfar. Bahkan dalam menutup amalan baik pun dengan istighfar/ Net
KOMENTAR

PARA sahabat merasa aman dengan adanya Rasulullah, apakah setelah beliau meninggal dunia kemudian mereka kehilangan pengaman? Tidak juga. Karena sahabat-sahabat utama itu masih dapat mengandalkan pengaman lainnya, yakni istighfar.
 
Sebagaimana yang diterangkan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, ketika sebagian sahabat berkata, “Kami mempunyai dua pengaman yang satu di antaranya telah hilang, yaitu adanya Rasulullah di tengah-tengah kami, dan tinggal istighfar bersama kami, lalu kalau istighfar hilang maka kami binasa.”

Betapa ringannya kalimat istighfar itu bagi lisan, yang saking mudahnya malah sering terlupakan. Begitulah jadinya kalau tidak mengetahui hakikatnya, terkadang orang-orang pun terkesan menyepelekan istighfar.

Sebaliknya, jika kita telah sampai kepada pemahaman yang dimiliki para sahabat ini, niscaya istighfar tidak akan terabaikan dari lisan dan hati kita. Karena istighfar itu pengaman hidup, yang setara dengan kehadiran Rasulullah. Memang pantaslah disebut pengaman, sebab istighfar itu benar-benar menjaga diri kita.

Berikut ini di antara manfaat istighfar, antara lain: menghapuskan dosa, mendekatkan diri pada Allah, menjauhkan godaan setan, menolak azab, memberikan jalan keluar bagi kesempitan jiwa, menenangkan jiwa, memberikan kesenangan dalam segala kesusahan dan sebagai pintu pembuka rizki dari arah yang tidak disangka oleh manusia.  (Imam Kanafi dalam buku Ilmu Tasawuf: Penguatan Mental-Spiritual dan Akhlaq)

Masalahnya, mengapa istighfar itu tak kunjung membekas dalam kehidupan pribadi muslim? Kenapa kita tidak merasakan kedahsyatannya sebagai pengaman hidup?

Kemungkinan penyebabnya, istighfar kita baru di lisan dan belum menyentuh amalan hati.

Mahmud Asy-Syafrowi dalam buku Nikmatnya Istighfar menerangkan, memang istighfar boleh dilakukan dengan lidah, atau dengan hati atau juga dengan keduanya.

Istighfar yang pertama akan mendatangkan manfaat karena itu lebih baik dari sekadar diam, dan ia dapat dimasukkan sebagai perkataan yang yang baik. Yang kedua amat baik sekali, dan yang ketiga lebih baik lagi. Jadi di sini, kehadiran hati tetap menjadi penentu utama kemanfaatan istighfar lisan.
 
Imam Al-Ghazali berkata, “Kami mengatakan, yang termasuk taubatnya para pendusta adalah istighfar yang hanya di lidah saja tanpa penyertaan hati di dalamnya.”

Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan, “Istighfar yang hanya diucapkan dengan lidah bermanfaat bagi orang yang beristighfar itu, jika diiringi dengan kesungguhan, kekhusyukan dalam berdoa, memohon dengan sangat dan merasakan kebutuhan yang amat besar akan maghfirah Allah.”

Dari itu, marilah kita menghidupkan hati dalam rangkaian istighfar itu, benar-benar permohonan ampunan yang menyala di setiap kesadaran.

Hakikat istighfar adalah mohon ampunan kepada Allah. Lalu, untuk manusia suci selevel Nabi Muhammad, bagaimanakah beliau beristighfar? Mari kita simak penuturan Syaikh Salman Al-Audah dalam bukunya Bersama Sang Nabi:

Setelah terwujudnya kemenangan yang telah Allah janjikan sebelumnya, yang tersisa adalah tasbih dan istighfar, karena istighfar adalah penutup dari segala amal perbuatan. Seorang hamba Allah menutup shalatnya dengan istighfar. Menutup hajinya dengan istighfar. Menutup semua amal salehnya dengan istighfar. Bahkan, ia menutup seluruh hidupnya dengan istighfar.

Rasulullah adalah sosok hamba Allah yang dalam sehari selalu beristighfar tujuh puluh kali. Dan dalam riwayat lain dikatakan bahwa beliau beristighfar dalam sehari sebanyak seratus kali. Nabi menghabiskan seluruh hidupnya demi berjuang di jalan Allah, dan beliau menutup hidupnya dengan beristighfar demi keagungan Tuhan-nya.

Kalau begini istighfar yang dilakukan oleh seorang manusia suci, kira-kira bagaimana mestinya yang dilakukan manusia biasa yang bertabur dosa? Silahkan ditimbang-timbang ya!

Memang sudah tiba masanya bagi kita memperbanyak istighfar. Bahkan dalam menutup amalan baik pun dengan istighfar, dan dari itulah mari kita tutup tulisan ini dengan astaghfirullahal adzim innallaha ghafurun rahim.

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur