Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

HOAKS seputar pandemi Covid-19 seolah tidak ada habisnya. Maraknya hoaks begitu meresahkan karena menyebar dengan sangat cepat hingga ke grup obrolan pribadi, termasuk WhatsApp.

Salah satu yang menyita perhatian adalah sebuah video berisi pernyataan dua perempuan tanpa identitas yang mengklaim ada satu jenis vaksin Covid-19 yang dapat mengubah DNA seseorang.

Kelompok agama pun tidak tinggal diam menghadapi keresahan yang ditimbulkan hoaks tersebut. Muslim Council of Britain (MCB) menggandeng  British Islamic Medical Association (BIMA) untuk menangkis disinformasi tersebut, seperti dilaporkan Sky News (13/03/2021).

Penelusuran digital menemukan bahwa video asli diunggah di YouTube pada Oktober 2020 sebelum akhirnya dihapus. Sedangkan pada versi video yang beredar di WhatsApp, video asli berdurasi 37 menit itu sudah dipangkas menjadi tayangan 2 menit. Video hasil pengeditan itulah yang masuk ke Sky News pada Februari 2021.

Video 2 menit itu juga diedit untuk memasukkan subtitles yang menerjemahkan informasi dalam tayangan tersebut, seolah menyiratkan bahwa penyebarnya berharap mendapatkan penonton dari negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris.

MCB sebagai organisasi muslim terbesar di Inggris adalah salah satu organisasi yang aktif memerangi hoaks semacam ini sejak mulainya pandemi.

Menurut Dr. Wajid Akhter, asisten Sekjen MCB sekaligus Wakil Presiden BIMA, telah terjadi perang informasi selama 12 bulan terakhir. Ia bahkan mengatakan bahwa WhatsApp merupakan media sosial berupa ‘tanah kosong’ tanpa payung hukum.

“Masyarakat memang diperkenankan untuk berbagi kekhawatiran dan keprihatinan yang mereka rasakan. Namun ada banyak hal yang kemudian berkembang menjadi penyebaran informasi keliru yang disengaja,” ujar Dr. Wajid.

MCB kemudian bekerja sama dengan BIMA untuk segera mengoreksi informasi yang terlanjur beredar luas itu.

Dr. Akhter menjelaskan mereka tidak punya banyak waktu untuk mendesain tayangan penyanggah hoaks secara sempurna. Seorang anti-vaxxer hanya butuh menyalakan kamera, berbicara kasar dan ngawur selama 60 detik, lalu mengirim kebohongan itu ke separuh dunia dalam sekali klik. Karena itu perlawanannya juga harus cepat.

Anti-vaxxers adalah sekelompok kecil orang yang tidak percaya vaksinasi tapi mengambil keuntungan dari pandemi. Jumlah mereka mungkin tidak banyak, namun mereka sangat berani menyuarakan kegeraman mereka terhadap vaksin dalam berbagai cara, termasuk menyebarkan informasi yang menyesatkan.

Dr. Akhter percaya bahwa kunci di balik kesuksesan menyebarkan bantahan hoaks adalah karena MCB dan BIMA dipercaya oleh komunitas yang mereka tuju.

Sebagai sesama muslim yang menunaikan salat bersama di masjid, mereka merupakan saudara dan sahabat. Tentulah sebuah hal lumrah bagi seseorang untuk lebih mendengarkan perkataan sahabatnya.

Ternyata bukan hanya komunitas muslim Inggris yang menghadapi isu seputar keraguan terhadap vaksin. Data Office for National Statistics yang dipublikasikan pekan ini menunjukkan bahwa masyarakat dari berbagai kelompok minoritas Inggris (termasuk warga kulit hitam dan orang Asia) tampaknya lebih meragukan vaksin dibandingkan para warga kulit putih. Keraguan terbesar dirasakan oleh kelompok dewasa kulit hitam.

The Hindu Council UK (HCUK) yang memayungi umat Hindu di Inggris juga telah aktif mengambil sikap dalam peperangan melawan informasi sesat yang banyak digulirkan dalam obrolan WhatsApp.

Juru Bicara HCUK Rajnish Kashyap mengatakan bahwa pesan anti-vaksin yang terus menyebar di grup WhatsApp telah menjadi keprihatinan dan ketakutan tersendiri.

“Kami menyadari bahwa informasi yang keliru di media sosial telah menyebabkan banyak umat meragukan vaksin. Pesan-pesan tersebut bahkan secara spesifik menyasar umat beragama tertentu. Misalnya saja tentang hewan yang digunakan sebagai bahan baku vaksin. Pesan yang ditujukan untuk umat muslim berisi informasi vaksin mengandung daging babi, sedangkan pesan untuk umat Hindu berisi informasi vaksin mengandung daging sapi,” kata Rajnish.

Juru Bicara HCUK itu juga mengatakan hoaks yang menyasar umat Hindu semakin gencar sejak September tahun lalu. HCUK pun kini makin aktif membagikan informasi pembanding yang valid seputar vaksin.

Sebelumnya pada April 2020, WhatsApp pernah mengambil tindakan mengurangi jumlah forward message yang bisa dikirim. Alasannya karena forward messages bisa menjadi saluran penyebar informasi hoaks. Lebih dari itu, menjaga WhatsApp sebagai sebuah aplikasi percakapan yang bersifat lebih personal.

Sayangnya, pihak WhatsApp tidak merespons permohonan Sky News untuk mengomentari fenomena hoaks yang dibahas dalam artikel terbaru ini.

Selama pandemi, memang ada beberapa hoaks yang disangkutpautkan kepada Islam, termasuk tentang vaksin. Syeikh Muhammad Tahir ul-Qadri, seorang cendekiawan muslim terkemuka, menyayangkan bahwa berbagai teori konspirasi seputar vaksin yang beredar di media sosial telah memicu keraguan di antara umat Islam. Menurut beliau, hal itu justru bertentangan dengan ajaran Islam.

Syeikh Muhammad Tahir menyerukan umat muslim untuk mengabaikan berbagai informasi keliru yang memundurkan niat mereka dari vaksinasi.

“Menyelamatkan nyawa adalah salah satu bentuk ibadah. Pada awal pandemi, muslim di seluruh dunia berada di garda depan. Dengan segenap tenaga, mereka membantu menyelamatkan kehidupan orang banyak, menyediakan makanan juga memberi dukungan dalam bentuk apa pun yang diperlukan. Kini, muslim juga seharusnya berdiri paling depan mendukung vaksinasi sebagai upaya menyelamatkan nyawa manusia,” tegas Syeikh.

 




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News