AKIBAT secara matematikal telah disepakati bahwa pi sama dengan 3,14 dan selanjutnya tanpa batas akhir, maka lembaga pendidikan dan kebudayaan PBB, UNESCO memaklumatkan tanggal 14 Maret sebagai Hari Matematika Internasional.
Meski sudah terlambat namun lebih baik terlambat ketimbang tidak sama sekali, saya mengucapkan Selamat Hari Matematika Internasional kepada para matematikawan dan matematikawati Indonesia serta siapa saja yang merayakannya.
Mohon dimaafkan bahwa ucapan selamat saya memiliki pamrih. Bukan pamrih jabatan komisaris utama atau dirjen apalagi menteri tetapi pamrih mendambakan matematika Indonesia.
Minder
Dambaan itu berdasar rasa minder akibat setelah membaca puluhan buku tentang matematika, saya tersadar bahwa di samping matematika Eropa yang lazim diajarkan di sekolah, juga ada matematika India, matematika Arab, matematika Persia, matematika China, matematika Jepang, matematika Korea, matematika Mesir bahkan
matematika bangsa-bangsa yang sudah punah seperti Inka, Astek, Maya, Asiria, Babilonia. Namun belum ada matematika Indonesia.
Kegagalan saya menemukan Matematika Indonesia merupakan bukti keberhasilan para kolonialis Belanda, Inggris
dan Perancis ketika menjajah Belanda untuk memusnahkan peradaban bangsa Nusantara.
Sama halnya keberhasilan Belanda menghapus jamu dan pengobatan tradisional Nusantara dari daftar pelayanan kesehatan bangsa Indonesia.
Saya yakin seyakin-yakin yakinnya yakin bahwa jauh sebelum bangsa penjajah datang ke persada Nusantara sebenarnya setiap suku Nusantara sudah memiliki peradaban yang mandiri sebagai fakta membuktikan eksistensi peradaban Nusantara.
Peradaban
Kakek-nenek moyang bangsa Indonesia sejak jaman purba pasti sudah memiliki peradaban matematika Nusantara seperti yang tersirat pada istilah-istilah ukuran tradisional Nusantara mulai dari sejengkal, seibujari, selutut, sepundak, sekejap mata, setarikan nafas, seumur jagung, sekoci, serumpun dan lain sebagainya.
Tanpa matematika mustahil kakek-nenek moyang bangsa Indonesia mampu membangun candi sekolosal Borobudur dan seindah Prambanan.
Tanpa matematika mustahil masyarakat Bugis mampu membangun kapal yang mampu berlayar sampai ke Madagaskar bahkan Afrika Selatan.
Tanpa matematika mustahil masyarakat Minangkabau mampu membangun istana mahadahsyat seperti Pagaruyung.
Tanpa naluri geometrikal mustahil bangsa Indonesia mampu menciptakan desain dan motif batik nan tiada dua di planet bumi.
Tanpa daya matematikal astronomi mustahil masyarakat Bugis jauh sebelum Kapten Cook mendarat di kawasan lembah Kangguru pantai utara benua Australia.
Sebagai warga Indonesia, saya wajar mendambakan Matematika Nusantara agar peradaban bangsa Indonesia berdiri sama tinggi duduk sama rendah dengan bangsa mana pun di marcapada.
Permohonan
Maka dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri memohon perkenan para matematikawan dan matematikawati Indonesia untuk mendukung perjuangan para etnomatematikawan dan etnomatematikawati Indonesia bersama Kemendikbud dan Kemenristek Republik Indonesia melakukan penelitian intensif-ekstensif dan penyusunan sejarah mau pun etnografi perbendaharaan Matematika Nusantara sebagai pilar-pilar utama Kedaulatan Matematika Indonesia siap didayagunakan untuk membangun masa depan umat manusia yang lebih baik ketimbang masa kini.
Jika India, China, Arab, Iran, Jepang mampu maka dapat diyakini tanpa ragu bahwa Indonesia juga pasti mampu! Hidup Matematika Indonesia! Merdeka!
KOMENTAR ANDA