RAMADAN itu selalu istimewa. Sehingga, jauh-jauh hari sebelum berpuasa, keluarga-keluarga muslim mulai sibuk mempersiapkan diri. Di antaranya yang berikut ini:
Keluarga #1:
Terlebih dahulu ayah, ibu dan anak-anak bermusyawarah. Intinya mereka ingin Ramadan ini benar-benar maksimal dalam meraih berkahnya. Maka, dalam keluarga sederhana itu pun terjadi perubahan.
Keluarga itu bangun lebih pagi, jauh sebelum azan Subuh berkumandang. Tujuannya agar mereka terlatih bangun sahur. Bahkan menjelang salat Subuh, mereka pun mengaji, membaca buku, dan berbagai kegiatan bermanfaat lainnya.
Mereka pun lebih rajin salat berjamaah, agar lebih siap untuk Tarawih dan Witir. Kegiatan membaca Alquran melibatkan seluruh anggota keluarga. Dari sekarang mereka mulai berlatih, agar nanti tadarus ketika Ramadan mampu minimalnya satu juz per hari. Karena targetnya khatam Alquran selama bulan suci.
Uniknya, mereka pun rajin menunaikan ibadah puasa sunah Senin Kamis. Sehingga kelak pas Ramadan, seluruh keluarga sudah terbiasa dan siap lahir batin. Selain itu keluarga tersebut mulai berlatih shalat Dhuha, Tahajud dan lainnya.
Keluarga 2#:
Dengan semangat membara, suami menambah jam lembur di kantor, tak peduli pandemi lagi ganas-ganasnya. Uang lembur terus ditabung, niatnya luar biasa, demi memperkuat keuangan di bulan Ramadan. Tak perlu istri bersuara, dia lebih dulu paham betapa perlunya mempersiapkan uang yang lebih banyak.
Sebagai kepala keluarga yang baik, ia memahami perlu makanan yang lebih baik, menu-menu yang lebih nikmat. Jangan sampai pas sahur anak-anak tidak bergairah. Sahur itu berat, perlu dipancing dengan hidangan menggoda. Nah, di sinilah terbayang urgensi uang ya!
Istrinya tak kalah semangat. Beberapa daftar vitamin dan suplemen telah disiapkannya. Sebagai ibu yang baik, ia tidak mau kondisi anaknya merosot saat Ramadan.
Dia pun mempertajam kemampuan memasak, khususnya menu-menu mancanegara lainnya. Bahkan dia telah membeli perlengkapan memasak yang bagus, dan harap maklum kualitas itu tak ada yang murah.
Perempuan itu tidak mau hasil suaminya jungkir balik cari uang ludes begitu saja. Sesekali saja mereka makan atau memesan dari luar. Biarlah dirinya coba memasak, sehingga uang suami dapat dimaksimalkan untuk biaya lebaran.
Begitulah! Banyak keluarga yang mempersiapkan diri dengan amat baik meski Ramadan belumlah hadir. Semakin baik persiapan, memang akan lebih baik hasilnya yang akan diperoleh. Akan tetapi, kalau persiapan itu sudah salah, dapatkah kita mengharapkan hasilnya yang memuaskan?
Perihal persiapan menyongsong Ramadan ini, juga diperkuat dengan doa-doa yang lumayan populer, di antaranya adalah, "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadan."
Selain doa tersebut, ada pula doa yang biasa dibaca ole para sahabat pada bulan Rajab dan Sya'ban, yakni doa berikut, “Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadan, dan antarkanlah Ramadan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadan.” (Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid, buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun)
Dari rangkaian doa di atas dapatlah gambaran, betapa persiapan menyongsong Ramadan telah berlangsung dua bulan sebelumnya, semenjak bulan Rajab. Dan kesibukan menyongsong Ramadan ternyata telah menjadi kebiasaan sejak lama.
Para sahabat Rasulullah menjelang Ramadan tiba-tiba dilanda demam rindu. Betapa luar biasanya kerinduan mereka kepada Ramadan, bahkan melebihi gelora pengantin baru di malam pertama. Begitu pula dengan generasi Salafus Saleh terdahulu yang malah mempersiapkan diri berbulan-bulan sebelum bulan suci itu tiba. Mereka menyongsong Ramadan dengan cinta.
Persiapan itu memang penting, dalam urusan apapun itu, apalagi akan memasuki Ramadan.
Ada dua orang yang masuk ke hutan, tapi kok hasilnya bisa berbeda ya? Orang pertama pulang membawa hasil yang memuaskan, sedangkan yang satu lagi pulang dengan tangan hampa.
Itu karena orang pertama punya persiapan matang. Sebelum masuk hutan, dia telah punya visi, memiliki tujuan dan didukung oleh persiapan yang lengkap. Wajarlah bila dirinya mampu memboyong hasil yang memuaskan.
Begitulah perbedaannya pula di antara orang-orang yang memasuki Ramadan. Ada yang mempersiapkan diri dengan baik, sehingga memperoleh banyak hasil bagus dari bulan suci. Akan tetapi tidak sedikit pula yang Ramadannya berlalu begitu saja, karena dirinya tanpa persiapan atau salah kaprah dalam mempersiapkan diri.
Apapun persiapan yang baik menyambut Ramadan sah-sah saja, termasuk menyiapkan kebutuhan uang ekstra atau menambah stok makanan. Namun, patut pula direnungkan hakikat berpuasa adalah menahan diri.
Maka, sesungguhnya kita bisa menyulap segala persiapan atau perbekalan Ramadan itu dalam konsep yang lebih agung. Misalnya, uang yang ditabung untuk Ramadan dapat dialokasikan pula sebagai sedekah.
Masih ada nih contoh lainnya, stok makanan lezat yang melimpah itu bukanlah hal yang buruk, terutama bila dibagi-bagikan menolong kaum dhuafa yang keseharian mereka lebih sering lapar daripada kenyang.
KOMENTAR ANDA