SAMPAI-sampai orang mengira lelaki itu punya tangan emas (mungkin karena sudah tak zamannya lagi menuduh orang bisa ngepet), gara-gara perubahan nasibnya yang bak Kejora. Semula dirinya menghidupi anak istri sebagai tukang ketik, bahkan hingga malam hari ia pun lembur di beberapa kantor lainnya, ya sebagai tukang ketik lagi.
Mungkin karena keseringan mengetik dan membaca banyak dokumen, atau mungkin karena memang sudah rezekinya lagi disayang Tuhan, tiba-tiba saja nasibnya berubah drastis. Lelaki itu mencoba bermain proyek, dan kesuksesan demi kesuksesan terus mengiringi langkahnya. Dan orang-orang menyebutnya OKB (orang kaya baru).
Dia telah menunda setahun membangun rumah, bukannya kurang dana, toh uang datang padanya bagai tsunami, melainkan demi menenggang perasaan pihak lain. Akan tetapi, setelah selesai dibangun, publik terkaget-kaget karena rumah itu lebih pantas disebut istana.
Lelaki itu rajin sekali menghitung-hitung nikmat dari Tuhan, karena dianya mengaku tak mau tergolong sebagai orang yang kufur nikmat. (Meski dalam praktiknya dia malah menghitung-hitung jumlah kekayaannya).
Namun istrinya tak bosan mengingatkan, “Nikmat Tuhan itu bukan harta saja!”
Lelaki itu tersenyum berjuta makna dan berkata, “Ah, kamu terlalu sering pengajian!”
Demi mengamankan diri, keluarga dan tentunya kekayaan, maka rumah eh istana itu pun dilengkapi peralatan pengamanan canggih dan dikawal beberapa bodyguard kekar yang waspada 24 jam. Lelaki itu yakin dengan penjagaan demikian ketat, bahkan dedemit dan yang lain sebangsanya pun tak akan mampu menembusnya. Dengan demikian dirinya dapat tidur nyenyak.
Hingga suatu hari ia menjerit-jerit tersentak dari tidurnya. Keluarga gempar, pengawal panik. Apa yang membuat lelaki itu sampai berguling-gulingan? Mereka memeriksa dan memastikan tidak ada harta yang dibobol maling. Semua aman-aman saja!
Duduk perkaranya malah terdengar menggelikan. Saat tidur tadi, seekor semut masuk ke lubang telinganya. Sudah dicongkel-congkel, makhluk mungil itu masih saja membandel, asyik di lorong kegelapan itu.
Istrinya tersenyum dan berkata, “Berbaringlah, nanti semut itu akan keluar sendiri.”
Setelah beberapa waktu berlalu, makhluk itu pun keluar dengan santainya. Dan dari semut itu diperolehnya hikmah yang luar biasa, betapa besarnya nikmat Tuhan. Bahkan, dalam tidur pun perlindungan Tuhan tiada terhingga nilainya. Tentunya masih banyak nikmat-nikmat lainnya yang tak mungkin mampu dihitung manusia.
Istananya memang telah dilindungi bodyguard, dilengkapi pula dengan peralatan keamanan canggih. Tetapi, bagaimana bisa seekor semut mampu menjebolnya sekaligus memberikan pelajaran berharga? Andai sedetik saja hidup kita luput dari perlindungan Allah, betapa banyak petaka yang akan menimpa.
Maka nikmat Allah manakah yang kita dustakan? Karena pada hakikatnya, jika ada yang hendak menghitung nikmat Allah, maka tidak ada manusia yang akan mampu melakukannya.
Surat An-Nahl ayat 18, yang artinya, “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Yusuf Qaradhawi dalam buku Berinteraksi Dengan Al-Qur'an menyebutkan, sebagian dari nikmat-nikmat itu adalah nikmat rezeki, nikmat akal, nikmat berkehendak, nikmat berkemampuan, nikmat mempunyai kemampuan ekspresi (baik dengan ucapan maupun tulisan), dan nikmat penundukan alam semesta ini bagi kepentingan manusia.
Sekalipun seluruh ranting pohon di dunia dijadikan pena dan seluruh air lautan dijadikan tinta, tidaklah mencukupi guna menghitung nikmat dari Ilahi. Karena, ternyata nikmat Allah itu terus menaungi meski kita hamba-Nya tidak mengetahui (atau jangan-jangan tidak mau tahu ya!)
Nanti akan tiba masanya, harta itu ludes, jabatan itu lepas, popularitas itu terhempas, akan tetapi nikmat dari Allah tiada pernah terputus. Maka orang-orang yang bersyukur itu tak akan pernah berkekurangan.
KOMENTAR ANDA