Net
Net
KOMENTAR

KEMULIAAN pribadi Furai’ah binti Malik memang tidak lepas dari bibit asalnya. Maka, dari itu, penting sekali mengatahui latar belakang keluarga Furai’ah. Ayahnya adalah Malik bin Sinan, seorang sahabat Rasulullah terkemuka, pahlawan Perang Uhud dan termasuk yang mendapat kabar gembira dengan balasan surga.

Nabi Muhammad pernah menyanjungnya, “Siapa yang ingin melihat seseorang dari penghuni surga, hendaklah dia melihat orang ini.” Beliau mengucapkan itu seraya memberi isyarat kepada Malik bin Sinan.

Furai’ah punya saudara laki-laki bernama Sa’ad bin Malik yang lebih dikenal dengan Abu Said, yang kemudian hari menjadi ulama terkemuka dan pahlawan Perang Khandaq. Ada lagi saudara laki-lakinya yang seibu, Qatadah bin Nu’man pahlawan Perang Badar, yang bertempur gagah perkasa terutama dengan mengandalkan kemampuannya memanah.

Furai’ah juga memiliki saudara perempuan seibu, Ummu Sahl binti Nu’man yang memiliki hubungan baik dengan Rasulullah dan membaiat beliau dengan sepenuh iman. (Hepi Andi Bastoni dalam buku 101 Wanita Teladan di Masa Rasulullah)

Suatu hari Abu Said pulang ke rumah bercucuran airmata. Furai’ah memaklumi kesedihan saudaranya itu, karena niatnya hendak ikut ke Perang Uhud tidak dikabulkan. Rasulullah memandang dirinya masih terlalu kecil. Usianya baru berkisar 13 tahun.

Furai’ah menghibur saudaranya agar tidak larut dalam kesedihan, karena toh masih ada kesempatan berjihad di lain waktu. Furai’ah mengajak Abu Said agar mendoakan keselamatan Rasulullah dan ayahanda Malik bin Sinan yang ikut bertempur di Perang Uhud. Perkembangan perang terus dipantau oleh Furai’ah. Dia sempat khawatir karena tersiar kabar Rasulullah terluka cukup parah.

Abu Said menyongsong kepulangan pasukan muslimin dari Perang Uhud. Setelah mendapatkan kepastian, dia pun bergegas pulang menyampaikan kabar kepada Furai’ah yang telah menanti-nanti.

Dia menyampaikan kabar gembira bahwa Rasulullah pulang dengan selamat, yang membuat Furai’ah amat bahagia mendengarnya. Kemudian Abu Said menyampaikan kabar duka, ayahanda telah kembali kepada Allah, syahid di Perang Uhud. Furai’ah sekeluarga menunjukkan keimanan yang kuat, bergembira dengan keselamatan Rasulullah dan bersabar dengan kematian ayahnya.

Malik bin Sinan wafat tidaklah meninggalkan harta kekayaan. Sehingga keluarganya, termasuk Furai’ah, mengalami krisis ekonomi yang parah. Saking beratnya cobaan, sampai-sampai untuk makan pun Furai’ah mengalami kesulitan.

Justru karena itulah Furai’ah dan keluarganya mendapatkan sanjungan dari Rasulullah. Dalam krisis yang demikian berat, Furai’ah tetap menjaga kehormatan diri dengan banyak bersabar, tidak merendahkan diri hanya demi memenuhi tuntutan perut.

Keutamaan dirinya itulah yang membuat Furai’ah mendapatkan posisi terhormat di sisi Rasulullah. Sehingga berbagai momentum bersejarah diikuti oleh muslimah tangguh ini, di antaranya adalah Baiatur Ridhwan. Ketika itu rombongan Rasulullah dan kaum muslimin tertahan di Hudaibiyah, dihalangi oleh kaum Quraisy saat hendak masuk Mekkah.

Kemudian kaum muslimin berbait, mengikrarkan janji setia kepada Rasulullah untuk setia membela Islam. Dan atas perannya inilah Furai’ah termasuk orang yang diberi kabar gembira dengan balasan surga.

Furai’ah dinikahi oleh seorang lelaki saleh, Sahl bin Rafi’. Sayang, kejadian buruk menimpa dirinya, yang dibunuh oleh para budak. Maka Furai’ah kembali mengalami masa krisis yang berat dalam kehidupannya. Akan tetapi dirinya memutuskan untuk bangkit, dan berani membuat keputusan.   
   
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam buku Bulughul Maram & Dalil-Dalil Hukum menerangkan, dari Furai'ah binti Malik bahwa suaminya keluar untuk mencari budak-budak miliknya, lalu mereka membunuhnya. Kemudian aku meminta kepada Nabi saw. agar mengizinkanku pulang ke keluargaku karena suamiku tidak meninggalkan rumah miliknya dan nafkah untukku.

Beliau bersabda, “Ya.”

Ketika aku sedang berada di dalam kamar, beliau memanggilku dan bersabda, “Tinggallah di rumahku hingga masa iddah.”

Furai’ah berkata, “Aku beriddah di dalam rumah selama empat bulan sepuluh hari.” Ia berkata, “Setelah itu Usman juga menetapkan seperti itu.” (HR. Ahmad)    

Musthafa Said Al-Khin dalam buku Sejarah Ushul Fikih mengungkapkan, dahulu, Usman bin Affan tidak tahu bahwa istri yang ditinggal mati suaminya harus menghabiskan masa iddahnya di rumah suaminya, sampai beliau tahu bahwa ada sunnah Rasulullah terkait hal itu pada Furai'ah binti Malik, saudara perempuan Abu Sa’id Al-Khudri, maka Usman kemudian memutuskan berdasarkan sunnah tersebut setelah beliau bertanya kepadanya (Furai’ah).    

Demikianlah istimewanya Furai’ah, bukan hanya sukses melalui masa-masa krisis dengan terhormat, bahkan kehidupannya menjadi bagian penting dalam hukum Islam, misalnya yang berkaitan dengan iddah. Begitulah kehormatan yang ditegakkan Furai'ah, yang tak terkalahkan oleh dramatisnya keadaan.

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur