REPUTASI Abu Hurairah memang mentereng dalam sejarah Islam. Siapa sih yang tidak kenal dengan dirinya? Abu Hurairah adalah sosok nomor satu paling banyak dalam meriwayatkan hadis. Padahal lebih sahabat-sahabat Nabi lainnya memiliki kontak sosial lebih lama dengan Rasulullah, akan tetapi kesungguhan Abu Hurairah mencari ilmu, yang membuat dirinya dalam waktu singkat mampu meriwayatkan hadis paling rekor sedunia.
Imam Al-Suyuthi berkata, “(Orang) yang paling banyak meriwayatkan hadis adalah Abu Hurairah, kemudian Ibnu Umar, Jabir bin Abdillah, Anas bin Malik dan Aisyah.” (Sulaiman bin Qasim Al-'Ied dalam buku Pemuda yang Dirindukan Surga) Abu Hurairah telah meriwayatkan 5.374 hadis, dan tersebar dalam kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah. Ia paling banyak riwayatnya melebihi sahabat-sahabat paling senior sekalipun, seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Aisyah dan lain-lainnya. (Abu Ali Rizqi pada buku Parameter Islam)
Membicarakan kecemerlangan Abu Hurairah tidak akan lengkap bila tidak membahas siapa dulu ibundanya. Sekadar bocoran awal dari pembahasan ini, terdapat interaksi keilmuan yang amat intens antara ibu dan anak itu.
Sungguh mengagumkan bagaimana seorang ibu dapat membangun iklim ilmiah dengan buah hatinya, di tengah kepungan tradisi Arabia yang ketika itu masih Jahiliyah. Ibu macam ini sepatutnya dapat menjadi inspirasi bagi para muslimah dalam mencetak putra-putrinya menjadi ilmuan sejati.
Lalu siapakah perempuan spesial itu?
Namanya adalah Umaimah binti Shubaih. Mau tahu dong bagaimana pola hubungan ibu anak tersebut dalam kerangka mencintai ilmu?
Rupanya Umaimah binti Shubaih tekun dalam mendalami ilmu-ilmu agama, dan tanpa sungkan ia pun belajar kepada putranya, Abu Hurairah. Berikut ini, sebagaimana dikutip dari buku 101 Wanita Teladan di Masa Rasulullah karya Hepi Andi Bastoni, di antara contoh interaksi ilmiahnya:
Umaimah binti Shubaih bertanya kepada putranya mengenai amalan anak cucu Adam yang paling utama. Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada sesuatu yang dilakukan oleh anak cucu Adam yang lebih utama daripada shalat, memperbaiki hubungan kekeluargaan, dan akhlak yang mulia.”
Umaimah kembali bertanya kepada anaknya tentang syafaat, maka Abu Hurairah menjawab, “Rasulullah bersabda, ‘Aku adalah pemimpin anak cucu Adam pada hari kiamat, yang pertama dibukakan kubur pada hari kiamat dan yang pertama kali memberi syafaat.”
Sikap terbuka juga ditunjukkan oleh Umaimah, sehingga dirinya dapat terus mengembangkan pengetahuan dan amal salehnya. Umaimah tidak anti dengan kritik, meskipun masukan atau saran itu datang dari anaknya sendiri. Bukannya tersinggung, Umaimah malah bersyukur atas pesan kebaikan dari putranya.
Suatu ketika Umaimah membaca ayat Sajdah, namun ia tidak bersujud. Maka Abu Hurairah berkata kepadanya, “Sujudlah wahai Ibu, karena sesungguhnya Nabi telah bersabda, ‘Apabila anak cucu Adam membaca ayat Sajdah maka setan akan menyepi sambil menangis dan berkata, ‘Alangkah celakanya diriku, Allah memerintahkan anak Adam untuk sujud, lalu ia pun bersujud maka baginya adalah surga. Adapun aku disuruh bersujud, namun aku menolaknya; bagiku adalah neraka.”
Berikutnya, reputasi Umaimah sebagai sumber ilmu pun mendapatkan pengakuan dari kaum muslimin. Sehingga berbagai pihak pun meminta pendapat dirinya terkait persoalan kehidupan, terutama kaum perempuan.
Keberadaan Umaimah juga mendapat posisi terhormat dalam kehidupan Nabi Muhammad. Beliau tidak sungkan menunjukkan penghargaan spesial di hadapan publik untuk Umaimah.
Suatu ketika Rasulullah menghidangkan satu piring kurma, lalu beliau memberikan setiap orang dua biji kurma. Beliau bersabda, “Makanlah kedua kurma itu lalu minumlah sesudahnya, karena sesungguhnya keduanya akan mencukupi kamu pada hari ini.”
Abu Hurairah hanya makan satu biji kurma. Melihat perbuatannya itu, Nabi bertanya, “Wahai Abu Hurairah, mengapa kamu tidak memakan kurma yang satunya?”
Abu Hurairah menjawab, “Aku hendak membawakannya untuk ibuku.”
Nabi bersabda, “Makanlah kurma itu karena kami akan memberikan kepada ibumu jatah yang lain.”
Akhirnya Abu Hurairah memakan kurma tersebut, kemudian Rasulullah memberikan kepadanya dua biji kurma yang lain.
Terlepas dari itu semua, uniknya, keislaman Umaimah tidak mulus-mulus amat. Ahmad Khalil Jam’ah dalam buku 70 Tokoh Wanita Dalam Kehidupan Rasulullah menceritakan:
Abu Hurairah mengadu kepada Rasulullah dengan menangis, dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah menyeru ibundaku untuk masuk Islam, akan tetapi dia enggan. Suatu hari aku menyerunya, tetapi dia memperdengarkan kepadaku kata-kata yang sama sekali tidak aku sukai tentang engkau. Oleh karena itu, berdoalah agar Allah memberi petunjuk kepada ibundaku.”
Kemudian, Rasulullah berdoa, “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibunda Abu Hurairah.”
Ketika pulang ke rumah, Abu Hurairah mendapati pintu tertutup. Ibundanya berseru, “Tetaplah di tempatmu, Abu Hurairah!”
Ia mendengar suara gemericik air. Selesai mandi ibunya pun bersyahadat, dan memeluk Islam. Abu Hurairah kembali kepada Rasulullah dengan menangis bahagia, dan berkata, “Wahai Rasulullah, bergembiralah karena Allah telah mengabulkan doamu. Allah telah memberi petunjuk kepada ibu Abu Hurairah.”
Berkat doa suci Rasulullah, efeknya bukan hanya keislaman Umaimah binti Shuhaib, melainkan lahirnya tradisi ilmiah antara ibu dan anak. Kita amat layak meneladani iklim keluarga macam ini.
KOMENTAR ANDA