SALAH satu propaganda yang banyak disebarluaskan selama pandemi adalah penggunaan masker yang dianggap tidak bermanfaat bahkan berbahaya bagi kesehatan.
Semakin banyak orang yang terinfeksi Covid-19 meskipun mereka mengenakan masker dijadikan dijadikan alasan yang memperkuat pendapat tersebut.
Banyak orang bahkan menganggap menggunakan masker dapat menyebabkan kematian akibat tidak bisa bernapas. Tak heran jika masih banyak orang yang enggan mengenakan masker yang menjadi bagian dari protokol kesehatan Covid-19.
Mereka menganggap oksigen yang dihirup saat mengenakan masker akan berkurang dan sebaliknya, mereka justru menghirup lebih banyak karbondioksida yang menumpuk di dalam masker.
Dengan kadar karbondioksida yang menumpuk dalam tubuh, akan mudah merasa lemas. Kondisi tersebut juga menyebabkan banyak penyakit bahkan berujung pada kematian.
Benarkah masker berbahaya bagi kesehatan?
Berikut ini sederet fakta yang dihadirkan dr. Adam Prabata, edukator Covid-19 dan kandidat Ph.D bidang Medical Science di Universitas Kobe, Jepang.
#1 Oksigen dan karbondioksida sama-sama bisa keluar masuk masker.
Ukuran karbondioksidan dan oksigen 100.000 kali lebih kecil dibandingkan ukuran pori-pori masker bedah (dikenal sebagai masker medis).
#2 Memakai masker tidak menyebabkan kekurangan oksigen (hipoksemia).
Diketahui bahwa perawat yang mengenakan masker N95 selama 12 jam tidak mengalami kekurangan oksigen (Rebbman, 2013).
Jika tidak terjadi kekurangan oksigen darah saat mengenakan masker N95 yang efektivitasnya paling tinggi, maka penurunan oksigen darah juga tidak akan terjadi saat menggunakan masker kain atau masker medis yang memiliki tingkat efektivitas lebih rendah dibandingkan masker N95.
#3 Memakai masker tidak menyebabkan naiknya kadar karbondioksida darah signifikan (hiperkapnia)
Penggunaan masker N95 oleh perawat selama 12 jam meningkatkan kadar karbondioksida darah namun tidak menyebabkan hiperkapnia.
Peningkatan karbondioksida akibat penggunaan masker N95 selama 12 jam tidak memiliki efek negatif bagi tubuh.
#4 Masker mungkin menyebabkan rasa kurang nyaman tapi tidak membahayakan.
Penurunan aliran udara serta akumulasi karbondioksida dalam masker bisa menyebabkan nyeri kepala, lelah, pusing, dan tidak nyaman bernapas. Tapi pada anak berusia 2 tahun ke atas dan orang dewasa sehat, berbagai kondisi tersebut tidak menyebabkan hiperkapnia yang dapat mengancam nyawa.
#5 Penggunaan masker pada penderita penyakit saluran napas kronik seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) harus dikonsultasikan ke dokter.
Pada orang sehat, peningkatan resistensi aliran udara saat menggunakan masker tidak bermasalah. Namun pada orang dengan penyakit saluran napas kronik, dapat berpotensi menyebabkan keluhan atau perburukan. Berkonsultasilah ke dokter untuk memastikannya.
#6 Penggunaan masker kain efektif
Masker kain memberi perlindungan terhadap droplet 60 – 80%. Dengan efektivitas yang berada di atas angka 50% dan bila dipatuhi (dipakai) oleh 65% penduduk di satu wilayah, dapat mengurangi angka penularan Covid-19.
Di antara penelitian yang mendukung pernyataan tersebut adalah Factors Associated with Cloth Face Covering Use Among Adults During the COVID-19 Pandemic—United States (Fisher, 2020) dan A Modelling Framework to Asses the Likely Effectiveness of Facemasks in Combination with Lockdown in Managing the COVID-19 Pandemic (Stutt, 2020).
Dari sederet fakta tersebut, kita mengetahui bahwa penurunan oksigen darah dan peningkatan karbondioksida darah signifikan TIDAK TERBUKTI terjadi akibat penggunaan masker oleh anak berusia 2 tahun ke atas dan orang dewasa sehat.
Karena itulah, memakai masker untuk pencegahan Covid-19 TERBUKTI bermanfaat dan tidak berbahaya untuk kesehatan.
Nah, masih ragu untuk mengenakan masker dan menaati protokol kesehatan???
KOMENTAR ANDA