Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

AMARAH dapat menghapus akal manusia. Dalam hubungan suami istri, secinta-cintanya suami kepada istri begitu pun sebaliknya, kemarahan yang hadir terus-menerus bisa memupus rasa cinta antara keduanya. Sama seperti kedengkian yang menghapus kebaikan.

Saat kita marah, akal akan hilang. Kita akan sangat sulit menerima penjelasan apa pun. Bagaimana bisa mencerna perkataan orang ketika akal terpinggirkan? Amarah yang menguasai kita akan mengotori jernihnya hati dan pikiran kita. Saya yang benar. Kamu itu salah.

Karena itulah dalam menjaga keutuhan rumah tangga (juga dalam hubungan kita dengan sesama manusia lain), mengendalikan amarah adalah sebuah keharusan. Tanpanya, tawadhu tak akan ada. Tanpanya, ego mengontrol kepala kita. Dan tanpanya, keretakan tak akan bisa terhindari.

Amarah menjadi sesuatu yang mesti kita kendalikan. Bukan sepenuhnya kita redam. Mengendalikan amarah berarti mengendalikan emosi. Mengelola emosi agar tidak merugikan diri sendiri dan menghancurkan hati orang lain. Berusaha agar kita mampu menerima informasi atau menghadapi kenyataan pahit dengan bijak. Mencerna dan memilih langkah terpenting untuk menyikapinya.

Karena itulah memelihara akal menjadi kunci demi menjaga cinta tetap merona. Pernikahan bukan sekadar bicara rasa melainkan ada ilmu di dalamnya. Ilmu membangun cinta agar kita tak hanya jatuh cinta tapi tak sanggup mempertahankan cinta. Karena dengan ilmu, cinta akan punya tujuan: sakinah mawaddah wa rahmah, juga memetik kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Salah satu cara memelihara akal adalah tidak mudah marah pada hal remeh-temeh. Memilih marah kepada hal-hal kecil menandakan minimnya pengendalian hati kita. Juga tanda akhlak kita belum bisa mencontoh akhlak sang Uswah Hasanah. Jangan pula perbedaan selera dan perbedaan sudut pandang tentang urusan kecil rumah tangga menjadi sumber kemarahan kita kepada pasangan.

Dalam buku Agar Cinta Bersemi Indah karya M. Fauzil Adhim, setidaknya ada 5 hal yang membuat telinga kita tidak bisa mendengar. Lima perilaku inilah yang mesti kita jauhi agar kita tidak menjadi manusia yang akal, hati, dan telinganya tertutup egoisme.

#1 Memotong pembicaraan karena tidak sabar mendengarkan keluh kesah orang lain. Padahal jika kita mau bersabar, kita dapat meluluhkan hati orang yang sedang tersulut emosi.

#2 Menghakimi orang lain. Tertutuplah pintu untuk memahami kebenaran karena kita telah 'mengetuk palu' bahwa orang lain bersalah tanpa menerima tabayun (pembuktian).

#3 Menyombongkan diri. Kita seringkali menerangkan berbagai hal tanpa diminta, tanpa sadar tumbuh keinginan untuk menunjukkan kepintaran kita walaupun pada akhirnya mungkin membuat kita terlihat bodoh.

#4 Menasihati tanpa dalil dan solusi yang sesuai nilai agama dan moral. Termasuk juga menasihati dengan cara yang kurang tepat seperti menggurui atau menyudutkan.

#5 Ingin selalu diperhatikan. Ya, jika kita terus-menerus berebut perhatian, tidak ada seorang pun yang mau 'memberi' karena hanya mau 'diberi'. Tidak ada kamus berkorban atau mengalah untuk menang.
Jangan sampai rumah tangga kita menjadi duka yang tertunda. Mari membangun cinta dan menjaga meronanya cinta dengan akal yang senantiasa terpelihara.

 

 




Ingin Jadi Individu Sukses, Ini Alasan Mengapa Kita Butuh Dukungan Orang Lain

Sebelumnya

Gen Z dan Upaya Mengatasi Tantangan Sandwich Generation

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Family