Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

KITA semua mengetahui bahwa kehidupan dunia bersifat sementara. Banyak contoh di sekitar kita yang membuktikan bahwa waktu manusia pasti akan usai. Masa hidup pasti berakhir. Manusia harus meninggalkan kehidupan di dunia.

Dan Allah Swt. telah menjanjikan hari kiamat kelak sebagai titik akhir kehidupan di dunia. Sebagai hamba Allah, kita tentunya tidak meragukan datangnya hari itu.

Banyak sekali kejadian di sekitar kita, atau bahkan terjadi pada diri kita sendiri, ketika kita diberikan ‘kesempatan kedua’ untuk hidup di dunia. Selamat dari maut. Namun kesempatan itu tidak disadari. Kita masih saja melalaikan kematian.

Kita dengan egois berpikir maut tak akan menghampiri kita yang sehat dan berbadan bugar. Padahal sejatinya tak ada seorang hamba pun tahu kapan akan dipanggil Yang Mahakuasa. Entah itu dalam keadaan sakit atau sehat, sedih atau bahagia, atau bahkan saat kita belum menerima hidayah Allah Swt. Sedangkan maut menanti taubat kita.

Karena itulah kita harus segera kembali ke jalan yang dituntun Allah, jalan yang akan menjadi kebahagiaan dan ketenangan batin, jalan yang membawa kita kepada kebahagiaan abadi kelak di akhirat.

Sebagai hamba yang taat kepada Khalik-nya, kita harus mengingat tujuan Allah menciptakan kita. Allah Swt. berfirman dalam QS. Az-Zariyat ayat 56, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

Marilah kita kembali ke tujuan penciptaan kita agar ketakwaan dapat menjadi pakaian kita selama hidup di dunia yang jelas-jelas sementara ini.

Dan kita juga mengetahui bahwa “Setiap yang bernyawa pasti akan mati” (QS. Ali Imran: 185). Apakah kita sebagai hamba Allah meragukan ayat Alquran ini? Bukankah tidak ada yang abadi?

Manusia hanyalah raga yang memiliki jiwa, yang Allah tiupkan roh untuk hidup di dunia demi mengumpulkan bekal hidup di akhirat kelak. Karena itulah kita tak boleh berpuas diri dalam beribadah. Kita wajib memenuhi hak rohani kita agar senantiasa istiqamah di jalan Allah dan tidak mengedepankan nafsu semata.

Rasulullah saw. mengingatkan dan menegaskan bahwa manusia pada hakikatnya tengah berjalan menuju Allah Swt. Dunia, menurut Rasulullah, sekadar tempat berteduh dan persinggahan sementara sebelum kita melanjutkan perjalanan menuju tujuan akhir yaitu Allah Swt. Rasulullah bersabda,  “Bagaimana aku bisa mencintai dunia? Sementara aku di dunia ini tak lain, kecuali seperti seorang pengendara yang mencari tempat teduh di bawah pohon untuk beristirahat sejenak lalu meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)

Allah Swt adalah tujuan sesungguhnya perjalanan manusia. Apa lagi yang kita cari jika bukan kembali pada yang menciptakan kita. Kesadaran ini akan menjadikan perjalanan manusia lebih berarti dengan banyak beribadah dan beramal saleh. Berbuat kebaikan tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain. Ia akan berjalan di muka bumi ini dengan menebarkan kebaikan bahkan kepada orang yang jahat sekali pun.

Tak ada manusia yang sempurna dalam perjalanan di dunia ini, akan tetapi sebaik-baiknya kita adalah yang terus memperbaiki diri serta mau menerima perubahan dalam kebaikan.

“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah pada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS Al-Fajr 27-30)                                                                          

Semoga Allah Swt. senantiasa memeluk kita dalam setiap keberkahan dan membimbing kita dalam kebaikan di dunia menuju negeri keabadian.

 
 

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur