HIDUP di bawah naungan Al-Qur’an adalah nikmat, yang tidak akan diketahui kecuali oleh yang pernah merasakannya. (Sayyid Quthb, pada kitab Fi Zhilalil Qur’an)
Banyak hati yang bergetar membaca sebingkai kalimat ini, dari seorang ulama cendikia asal Mesir. Ketika dijebloskan ke penjara oleh penguasa zalim, sembari menanti hukuman gantung, dengan tegar dia mengisi waktu menulis tafsir Fi Zhilalil Qur’an, sebuah kitab tafsir yang indah bernuansa sastra, yang kalimat pembuka itu menjadi legenda dunia, tertera di pendahuluan kitab nya.
Sebagai orang yang akan dihukum mati, tidak ada impian proyek apapun baginya selama menulis kitab ini. Barangkali itu pula yang membuat karyanya menggetarkan hati. Sesuatu yang berasal dari hati akan kembali ke hati.
Karena istikamah melawan kelaliman, Sayyid Quthb dijebloskan ke penjara, tempat purba yang penuh siksa. Tetapi bersama Al-Qur’an dirinya mampu menjadikan penjara yang menyeramkan menjadi berlimpah cahaya kebenaran.
Akhirnya Sayyid Quthb menjemput takdirnya mati di tiang gantungan, tetapi tulisannya tentang Al-Qur’an membuat dirinya menjadi warisan dunia. Bukan hanya karyanya amat laris, tetapi tulisannya menggambarkan jiwa yang murni, yakni jiwa Al-Qur’an, jiwa yang diselimuti cahaya.
Indonesia juga punya ulama fenomenal, Buya Hamka namanya. Bedanya, meski sempat dipenjara karena konsisten menyuarakan kebenaran, dirinya tidak berakhir di tiang gantungan. Tapi Hamka bersyukur sempat dipenjara meski dirinya difitnah, andai tidak dikerangkeng di balik terali besi, entah kapan dia punya waktu menulis karya fenomenal, Tafsir Al-Azhar.
Begitulah dahsyatnya cahaya Al-Qur’an, yang menerangi tempat gulita sekalipun. Jelas kita tidak perlu menunggu dipenjara hanya untuk mendapatkan cahayanya. Rumah kita adalah tempat terbaik untuk meraup cahaya kebenaran Al-Qur’an; tatkala kita beserta keluarga seluruhnya menjadikan cahaya Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Al-Qur’an itu sendiri adalah cahaya, sebagaimana yang ditegaskan dalam surat Asy-Syura ayat 52, yang artinya, “Tetapi Kami jadikan Al-Qur'an itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus.”
Ayat ini menegaskan Al-Qur’an adalah cahaya, tentunya bukanlah maksudnya kitab suci itu mengeluarkan sinar bagaikan lampu. Hakikat cahaya ini adalah petunjuk, yang menerangi kita kepada jalan kebenaran.
Orang yang dipenjara tanpa kesalahan, mengalami siksa tiada terperikan, dan berujung di tiang gantungan, dapat melalui itu semua dengan kekuatan jiwa yang luar biasa berkat cahaya Al-Qur’an.
Bahkan kematian pun disambutnya dengan keteguhan hati, sebab hidup matinya bersama Al-Qur’an.
Karena bagi Sayyid Quthb penjara bukanlah tempat buruk, malahan dirinya menemukan kenikmatan hidup bersama Al-Qur’an. Dari itulah Sayyid Quthb memberi judul kitabnya dengan Fi Zhilalil Qur’an, atau Di Bawah Naungan Al-Qur’an.
Apa yang kita lakukan apabila rumah gelap gulita? Tentunya kita akan menyalakan lampu. Kalau kebetulan listrik lagi padam, dengan segera kita menggunakan lampu darurat, atau setidaknya menyalakan lilin. Betapa tidak tahan kita dengan kegelapan, dan melakukan berbagai upaya agar segera menemukan cahaya.
Kita bersegera dalam hal menerangi rumah, tapi apakah kita bersegera pula meneranginya dengan cahaya Al-Qur’an?
Coba pandang-pandangi lagi rumah yang kita huni! Jangan terkesima melihatnya terang benderang berkat penerangan nan canggih. Jangan-jangan rumah kita lebih buruk dari penjara, karena di sana tidak ada cahaya Al-Qur’an.
Memang sih di rumah kitab-kitab Al-Qur’an banyak tersedia, tetapi hanya menjadi pajangan atau hiasan, tidak dibaca, apalagi dipelajari atau dipahami dan diamalkan. Lantas bagaimana pula rumah kita akan bermandikan cahaya Al-Qur’an?
Cahaya Al-Qur’an adalah kiasan dari petunjuk yang berperan dalam menerangi kehidupan, dan itulah hakikat dari cahaya dari kitab suci. Apabila kita tidak melakukan tadabur Al-Qur’an, darimana pula kita akan memperoleh petunjuknya? Bagaimana rumah kita akan memperoleh keberkahan dan ketenangan, ketika Al-Qur’an bukan lagi dijadikan pedoman?
Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an dan semoga cahaya petunjuknya menerangi mulai dari rumah kita, aamiin. Sebaiknya dimulai dengan cara hidup di bawah naungan Al-Qur’an.
KOMENTAR ANDA