TANPA keikhlasan, hidup manusia tidak bermakna. Tidak ada lillah, sehingga yang ada hanya lelah. Semua diukur dari satu kacamata: dunia.
Ustaz Oemar Mitta, Lc menjelaskan bahwa ada 2 benalu yang membuat hati manusia gagal menjadi ikhas. Dan kita harus memiliki 'gunting' untuk bisa memotong habis benalu tersebut.
#1 Ibadah yang diniatkan untuk dunia
Kita tidak akan bisa menjadi ikhlas manakala kecintaan dunia membutakan mata hati. Syaikh At-Tamimi mengatakan bahwa siapa yang beribadah diniatkan demi mencari sekeping kenikmatan dunia, maka ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah Swt.
Karena itulah banyak orang saleh yang ketika mendapat kenikmatan setelah beribadah, mereka menangis ketakutan. Mereka takut jangan-jangan kenikmatan dunia tersebut menggugurkan pahala ibadah mereka.
Abdullah bin Mubarak (seorang tabi'in) mengatakan ada dua ayat yang selalu membuat para sahabat selalu menangis, yaitu surah Hud ayat 15 dan 16.
"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan."
Sungguh berdosa bila menjadikan ibadah bercita rasa dunia. Maka seseorang kelak di akhirat akan kebingungan, ke mana semua ibadahku...shalatku, puasaku, sedekahku?
Betapa tidak... shalat malam diniatkan untuk bisa membeli rumah. Puasa diniatkan untuk mengegolkan proyek di kantor. Sedekah diniatkan untuk mendapat balasan materi 700 kali lipat. Menuntut ilmu diniatkan untuk meraih karir tinggi dan gelimang harta. Berzikir supaya dagangan di warung laris. Shalat dhuha demi rezeki mengalir lancar.
Betapa zaman fitnah ini bisa membuat ibadah kita rusak karena dunia. Semua urusan ibadah dikaitkan dengan urusan dunia.
Begitu susahnya meniatkan segala amal ibadah semata karena Allah. Padahal sudah jelas bahwa rezeki kita di dunia telah dijamin oleh Allah Swt. Jangan sampai kita merusak ibadah kita dengan kesenangan duniawi yang bersifat sementara.
#2 Keinginan mendapat pujian manusia
Pujian yang diucapkan orang lain dapat merusak niat ibadah kita. Kita pada awalnya mungkin lillahi ta'ala dalam melakukan suatu kebaikan. Namun ketika orang lain mengetahuinya dan memuji diri kita, tanpa sadar, timbullah rasa riya dan sombong.
Tanda orang yang ikhlas dalam beribadah adalah orang yang memiliki banyak 'gudang rahasia'. Ia memendam amal salehnya tanpa ingin orang lain mengetahuinya.
Seperti kisah Daud bin Hindun yang berpuasa sunnah selama 40 tahun tanpa diketahui istri dan keluarganya. Daud adalah pedagang yang berjualan di pasar. Saat ia dibekali sarapan oleh istrinya, makanan itu dibawanya ke pasar. Istrinya mengira makanan itu akan dimakan di pasar. Namun di tengah perjalanan, makanan itu diberikan pada fakir miskin.
Dan sore hari sebelum pulang, ia membeli makanan di pasar. Orang-orang menyangka Daud akan memakan makanan tersebut. Namun makanan itu dibawanya pulang dan disantap bersama keluarganya selepas azan maghrib.
Puasanya selama 40 tahun baru diketahui setelah Daud bin Hindun meninggal dunia.
Tanyakanlah kepada diri kita dengan jujur, apakah kita sudah memiliki gudang rahasia?
Di zaman sekarang ini, sulit sekali menjaga hati. Ketika kita berpuasa sunnah, kita justru ingin orang mengetahuinya. Kita ingin ditanya mengapa kita tidak makan. Ndilalahnya, ada secercah rasa bangga ketika kita menjawab 'sedang berpuasa' hingga membuat orang lain kagum.
Ketika batin lebih buruk dari zahir (lahir), naudzubillah. Ada orang yang menghindari dosa karena pandangan manusia. Ia tampak saleh secara zahir di hadapan manusia, tapi menjadi rusak manakala tidak dilihat orang lain. Dia melakukan dosa besar saat sendiri dan meninggalkan dosa di hadapan orang lain. Bukan karena Allah. Dan sebaliknya, orang yang ikhlas adalah orang yang batinnya lebih baik dari zahirnya.
Mampukah kita menggunting bersih dua benalu tadi dari hati kita?
Wallahu a'lam bishshawab.
KOMENTAR ANDA