Mahkamah Agung Samoa mengesahkan kemenangan Mata'afa pada pemilihan umum April lalu/Net
Mahkamah Agung Samoa mengesahkan kemenangan Mata'afa pada pemilihan umum April lalu/Net
KOMENTAR

MASA depan Samoa berada di tangan seorang wanita. Bukan tanpa alasan, pasalnya awal pekan ini, negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan ini memiliki perdana menteri wanita pertama yang akan segera menjabat. 

Wanita itu bernama Fiame Naomi Mata'afa. 

Pada Senin (17/5), Mahkamah Agung Samoa mengesahkan kemenangan Mata'afa pada pemilihan umum April lalu. Pengesahan ini sekaligus mengakhiri drama politik di negara kecil berpenduduk sekitar 200 ribu jiwa itu. 

Dengan demikian, dia berhasil menggeser perdana menteri Tuilaepa Sailele Malielegaoi yang telah memerintah negara itu sejak 1998. Malielegaoi diketahui merupakan perdana menteri terlama kedua di dunia yang pernah menjabat. 

Angin Segar Bagi Demokrasi Samoa

Kemenangan Mata'afa membawa angin segar tersendiri bagi demokrasi di Samoa. Setidaknya itu yang dipandang oleh sejumlah pengamat di negara itu. 

Pasalnya, meski pemilu demokratis bukanlah hal baru di Samoa, namun jarang ada hal yang menjadi berita utama global. Karena pada dasarnya hanya ada satu partai yang relevan, yakni Partai Perlindungan Hak Asasi Manusia (HRPP), yang memenangkan pemilu di Samoa selama empat dekade terakhir.

Namun kini Mata'afa membawa sejarah baru bagi demokrasi di Samoa. 

Sepak Terjang Politik Mumpuni

Kemenangan Mata'af sendiri sebenarnya tidak lepas dari keretakan politik yang mulai terjadi sejak tahun lalu di Samoa. Pada saat itu, beberapa anggota HRPP membelot untuk memulai partai oposisi mereka sendiri, yakni Fa'atuatua i le Atua Samoa ua Tasi (FAST).

Mata'af pun kemudian bergabung  menjadi salah satu pelopor FAST. 

Dengan sepak terjang politiknya yang tidak perlu dipertanyakan lagi, namanya pun dengan cepat menuai simpati publik Samoa. 

Dia diketahui aktif secara politik sejak pertengahan 1980-an. Wanita yang kini berusia 64 tahun itu pun pernah menjadi wakil perdana menteri wanita pertama Polinesia dan akan menjadi wanita kedua di wilayah itu yang memimpin pemerintahan.

"Fiame adalah sosok yang kuat, seseorang yang selalu dihormati orang," kata pengamat dari Samoan Observer, Sapeer Mayron. 

"Dia dipandang sangat berprinsip, dan membawa martabat politik yang dirasa banyak orang telah hilang," sambungnya. 

Pengamat lain, yakni pakar urusan Pasifik di Universitas Nasional Australia Kerryn Baker mengatakan bahwa penunjukan Fiame adalah tonggak penting bagi Samoa.

"Dia sudah menjadi panutan bagi wanita di Samoa, tapi sekarang dia berhasil menembus langit-langit kaca lagi," ujarnya, seperti dikabarkan BBC.

Berdarah Bangsawan Namun Bersikap Merakyat

Mata'afa sendiri sebenarnya bukan wanita biasa. Dia berasal dari garis keturunan kerajaan dan merupakan putri dari perdana menteri pertama negara itu.

Namun, kesuksesan politiknya lebih dari sekadar warisan yang diwariskan.

"Dalam konteks tradisional dia memiliki status yang sama atau lebih tinggi untuk kepemimpinan negara, dan tentunya di atas gelar-gelar utama lainnya," kata Mayron. 

Di Samoa, adat dan penghormatan atas statusnya akan menentukan bahwa Mata'afa dipanggil dengan gelar utamanya Fiame.

"Status dan warisan keluarganya mungkin telah membuka pintu baginya ke banyak desa dan komunitas yang dia kunjungi. Tapi dia juga bisa bersikap hangat dan ramah dengan mereka, dan mendorong orang untuk terbuka tentang kekhawatiran atau pertanyaan mereka tentang tagihan atau masalah sosial secara lebih luas," sambungnya. 

Bukan hanya itu, kampanye pemilihannya membawa dinamika yang sama sekali baru ke dalam politik Samoa.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women