Khadijah.
Boleh jadi inilah sosok yang akan langsung teringat oleh sidang pembaca begitu mengamati judul di atas. Siapa lagi perempuan yang mampu menandingi dahsyatnya Khadijah?
Kematiannya tidak memudarkan cinta Rasulullah, bahkan membuat cemburu istri-istrinya yang lain. Nabi Muhammad amat sering menyebut-nyebut Khadijah, sekalipun tulang belulang perempuan mulia itu telah hancur dikandung tanah. Inilah rindu yang tiada taranya.
Aminah.
Bisa juga nama ini yang akan disebut bagi pembaca yang melihat judul di atas. Pasalnya, tentulah Rasulullah amat merindukan sosok ibundanya. Terlebih beliau tidaklah lama merasakan kasih sayang Aminah yang meninggal dunia ketika Nabi masih kecil. Normalnya, manusia akan merindukan ibunya. Terlebih lagi sosok Aminah yang memahami cara terindah dalam mencurahkan cinta kasih.
Aisyah.
Dengan kecantikan, kecerdasan, kesegaran, dan kemanjaannya, boleh jadi di antara pembaca akan menebak sosok ini. Aisyah memang memiliki banyak sekali kriteria yang diidamkan-idamkan. Bukan hanya sering hadir di bibir Rasulullah, bahkan nama Aisyah menjadi buah bibir dalam sejarah Islam. Dirinya memang fenomenal dan layak dirindukan.
Fatimah.
Putri Rasulullah ini bagaikan belahan jiwa bagi ayahandanya. Entah kata apalagi yang tepat menggambarkan kecintaan beliau kepada Fatimah. Dan entah ungkapan apalagi yang dapat melukiskan kerinduan Rasulullah padanya. Bahkan sebelum wafatnya, Nabi Muhammad membisikkan kabar baik, bahwa tak lama sesudah kematian beliau, maka Fatimah akan menyusul kematiannya pula. Dan Fatimah pun tersenyum bahagia mendengar kabar baik itu.
Tidak lama kemudian Fatimah benar-benar meninggal dunia menyusul ayahnya yang lebih dulu tiada. Dengan demikian perbedaan alam tidak terjadi lagi antara ayah dan anaknya, sehingga kerinduan Rasulullah lekas terobati.
Hanya saja, berat bagi perempuan manapun untuk mengimbangi deretan muslimah sekaliber Khadijah, Aisyah, Aminah maupun Fatimah. Apakah demikian berat kualitas diri yang mesti dipenuhi demi menjadi perempuan yang dirindukan oleh Rasulullah?
Tidak ada yang dapat menyalahkan tebakan di atas, akan tetapi pada kesempatan ini bukanlah sosok-sosok perempuan mulia tersebut yang akan diulas. Kerinduan Rasulullah kali ini bukan kepada ibunya, istrinya atau pun kekasihnya, sebab beliau pun pernah merindukan perempuan berkulit gelap yang dipandang remah oleh orang-orang lain.
Kok bisa?
Dari itulah mari disimak kisah Ummu Mahjan yang diceritakan oleh sebuah hadis, sebagaimana dikutip dari Muhammad Shidiq Hasan Khan pada buku Ensiklopedia Hadis Sahih:
Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah saw. kehilangan seorang wanita hitam penyapu masjid. Rasulullah saw. pun menanyakannya. Mereka menjawab, “Ia telah meninggal dunia.”
Rasulullah saw. berkata, “Mengapa kalian tidak memberi tahu aku?”
Seolah-olah mereka meremehkan kematian si wanita itu. Rasulullah saw. berkata, “Tunjukkanlah aku kuburnya.”
Mereka pun menunjukkan letak kuburannya. Rasulullah saw. pun menyalatinya, kemudian berkata, “Ahli kubur ini penuh diliputi kegelapan. Namun Allah meneranginya sebab shalat dan doaku kepada mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mulai dari sosok Khadijah, Aminah, Aisyah, Fatimah hingga perempuan berkulit gelap itu, bisa dipetik hikmah yang mendalam, sekaligus dapat diketahui alasan kerinduan Rasulullah terhadap mereka.
Ternyata mereka adalah deretan perempuan yang membuktikan totalitas dalam kebaikan. Tidak peduli apakah dia seorang tukang sapu masjid, selama amal kebajikan itu dilakukan penuh keikhlasan yang maksimal, maka layaklah dia menjadi sosok perempuan yang dirindukan.
Dan totalitas itulah yang perlu kita cermati lagi pada diri sendiri. Marilah berkaca di cermin hati, apakah amal-amal kebaikan selama ini betul-betul maksimal dikerjakan?
Sebagai ibu, apakah kita layak menjadi sosok yang dirindukan anak? Apabila cinta kasih dicurahkan setulus-tulusnya dengan pengorbanan jiwa raga, maka pantaslah kita merasakan kerinduan yang diperoleh oleh Aminah.
Sebagai istri, apakah kita layak menjadi sosok yang dirindukan suami, atau bahkan dirindukan Rasulullah? Ingat, Khadijah itu demikian menakjubkan, karena mampu mengembangkan sayap kasihnya, yang membuat Nabi Muhammad merasakan kehangatan cinta sejati. Dan kematian Khadijah membuat Rasulullah dirundung kerinduan nan dahsyat.
Sebagai muslimah, adakah kita menjalankan peran perempuan Islam yang terbaik, yang mempersembahkan bakti terbaik demi agama? Kehadiran kita di bumi ini bukan sekadar numpang hidup belaka, melainkan menjalankan misi tertinggi yakni risalah ilahiah.
Tidak ada amalan baik yang boleh dipandang remeh, meskipun itu menyapu masjid. Karena orang-orang yang tulus akan menggugah hati, tak terkecuali menumbuhkan kerinduan di hati Rasulullah.
Kini tergantung kepada kita untuk memberi harga terhadap diri sendiri. Apabila ingin menjadi sosok terhormat, yang dimuliakan bahkan dirindukan oleh Rasulullah, maka jagalah komitmen untuk istikamah di jalan Tuhan.
KOMENTAR ANDA