HOAKS kesehatan yang beredar selama pandemi menjadi satu musuh bersama yang membutuhkan perhatian khusus.
Dengan penelitian yang terus berkembang dan kondisi yang kerap berubah, masyarakat dituntut mencari tahu mana berita yang benar-benar tergolong informasi menyesatkan dan mana informasi yang bisa berubah seiring perkembangan teknologi medis.
Salah satu topik hangat yang viral beredar lewat pesan berantai adalah virus Covid-19 yang sudah bermutasi disebut-sebut memiliki gejala unik yaitu tidak menimbulkan demam namun langsung menyerang paru-paru orang yang terpapar.
Dalam pesan tersebut bahkan ditulis bahwa tes-tes yang selama ini dikenal akurat yaitu swab PCR (Polymerase Chain Reaction) dan swab antigen bahkan tidak mampu mendeteksi virus varian baru tersebut.
Faktanya: informasi tersebut belum dapat dibuktikan. Saat ini belum ada bukti ilmiah terkait gejala baru pada virus Covid-19 yang sudah bermutasi.
Dilansir covid19.go.id dalam kanal Hoax Buster-nya, dr. RA Adaninggar, Sp.PD menyatakan bahwa virus Covid-19 memang telah bermutasi dan lebih menular tetapi gejalanya masih sama. Dan hingga saat ini, varian baru virus Covid-19 masih bisa terdeteksi PCR.
Strain Covid-19 asal India memang telah menyebar ke banyak negara, termasuk Indonesia. Memiliki kemampuan penularan yang lebih cepat dibandingkan virus strain Wuhan, tak heran varian asal India tersebut dimanfaatkan sebagian orang tak bertanggung jawab untuk menciptakan konten yang membuat resah masyarakat.
Terkait dugaan virus tidak terdeteksi tes PCR, ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo menyatakan tes PCR menargetkan virus di 2 titik berbeda pada rongga hidung dan mulut. PCR seharusnya masih bisa mengenali varian mutasi—termasuk B.1617 asal India. Ia pun masih menanti jurnal ilmiah yang menerbitkan laporan detail tentang posisi sekuen yang bermutasi hingga bisa tidak terdeteksi.
Mengutip CNNIndonesia.com, Ahmad menambahkan bahwa jika ada laboratorium yang menargetkan gen S dari virus, bisa saja tidak terdeteksi. Jadi tergantung gen yang digunakan di laboratorium. Di Indonesia, laboratorium PCR biasanya tidak hanya mendeteksi gen S tapi juga gen RdRP, gen N, dan gen ORFI.
Ahmad juga mengatakan perlu penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk menemukan titik tidak terdeteksinya mutasi virus itu. Titik mutasi menjadi penting untuk diketahui karena mutasi terjadi di gen S yang dapat berpengaruh pada vaksin sementara gen S jarang ditargetkan untuk tes diagnostik seperti PCR.
Sebelumnya pada awal Mei 2021, sehatnegeriku.kemkes.go.id merilis pernyataan juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi bahwa varian B.117 merupakan varian baru yang paling banyak dilaporkan di berbagai negara. WHO mencatat peningkatan kasus hingga 49% yang bersirkulasi di Asia Tenggara.
Adapun di Indonesia, tercatat setidaknya 3 varian sudah masuk yaitu B.117, B.1351, dan B.1617. Hingga saat ini, varian baru di Indonesia masih terus diteliti dan diuji pada 786 laboratorium.
KOMENTAR ANDA