Diketahui bahwa antara tahun 1870an dan 1990an, lebih dari 150 ribu anak pribumi dipaksa untuk bersekolah di sekolah-sekolah dengan tujuan asiiliasi paksa/Net
Diketahui bahwa antara tahun 1870an dan 1990an, lebih dari 150 ribu anak pribumi dipaksa untuk bersekolah di sekolah-sekolah dengan tujuan asiiliasi paksa/Net
KOMENTAR

PERDANA Menteri kanada Justin Trudeau memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di semua gedung federal, termasuk Menara Perdamaian di Parlemen di Ottawa untuk menunjukkan duka mendalam atas penemuan sisa jasad 215 anak-anak pribumi di sebuah sekolah asrama. 

"(Pengibaran bendera setengah tiang) untuk menghormati 215 anak yang nyawanya diambil di bekas sekolah asrama Kamloops dan semua anak pribumi yang tidak pernah pulang, para penyintas, dan keluarga mereka," kata Trudeau dalam sebuah cuitan di Twitter. 

Keputusan ini diambil oleh Trudeau setelah ada tekanan masyarakat, terutama pemimpin masyarakat adat dan masyarakat umum setelah First Nations di provinsi British Columbia (BC) pekan kemarin mengumumkan bahwa ditemukan jasad 215 anak pribumi di situs Kamloops Indian Residential School. 

Sebagai informasi, First Nations adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan masyarakat pribumi di Kanada yang bukan komunitas Métis atau Inuit. First Nations sendiri adalah penduduk asli dari tanah yang sekarang menjadi Kanada. 

“Sepengetahuan kami, anak-anak yang hilang ini adalah kematian yang tidak berdokumen,” kata kepala Tk’emlúps te Secwépemc (komunitas) First Nation Rosanne Casimir.

Penemuan ratusan jasad anak-anak pribumi itu memicu rasa sakit dan trauma kolektif terutama bagi komunitas pribumi di seluruh Kanada. 

Penemuan ini juga memicu seruan untuk tindakan nyata pemerintah untuk mengatasi pelanggaran hak historis dan berkelanjutan terhadap First Nations, Métis dan Inuit.

Asimiliasi Paksa Anak-anak Pribumi

Diketahui bahwa antara tahun 1870an dan 1990an, lebih dari 150 ribu anak pribumi dipaksa untuk bersekolah di sekolah-sekolah yang dijalankan oleh gereja-gereja dan bertujuan untuk secara paksa mengasimilasi anak-anak pribumi ke dalam masyarakat kulit putih Kanada.

Anak-anak pribumi dipisahkan dari keluarganya dan dididik di sekolah asrama. Mereka juga dilarang berbicara dalam bahasa pribumi. Selain itu, banyak di antara mereka yang mengalami penganiayaan seperti pelecehan fisik, psikologis dan seksual. 

Lalu pada tahun 1890 Gereja Katolik di kanada mendirikan dan menjalankan Kamloops Indian Residential School. Sekolah asrama tersebut kemudian menjadi sekolah terbesar dalam sistem sekolah residensial Kanada. Tercatat ada 500 anak pada puncak pendaftarannya pada awal 1950an.

Sayangnya, di sekolah-sekolah asrama tersebut, tidak kurang dari 4.000 anak pribumi diketahui tewas atau tidak pernah kembali ke rumah mereka. 

Baru pada tahun 2015, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada menyimpulkan bahwa negara tersebut pernah  melakukan "genosida budaya" dengan sistem sekolah residensial yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut. 

Salah satu penemuan terbaru yang terkait asimilasi paksa anak pribumi di sekolah resedensial itu adalah penemmuan 215 sisa jasad anak-anak di bekas sekolah asrama tersebut. 

Penemuan di Kamloops telah menimbulkan pertanyaan lama tentang warisan kolonialisme yang pernah berlangsung di Kanada serta trauma antargenerasi yang terkait dengan sekolah asrama yang masih dirasakan di komunitas pribumi di seluruh negeri.

"Ada begitu banyak kesedihan dan trauma dari berita mengerikan tentang 215 mayat anak-anak yang ditemukan," kata anggota parlemen dari Partai Demokrat Baru Charlie Angus akhir pekan kemarin, seperti dikabarkan Al Jazeera. (Senin, 31/5). 

“Saya senang Perdana Menteri setuju untuk menurunkan bendera. Tapi ini baru permulaan. Kami butuh jawaban. Kami membutuhkan akuntabilitas," sambungnya.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News