UTUSAN PBB untuk Timur Tengah Tor Wennesland mengatakan bahwa solusi politik adalah satu-satunya carea mengakhiri siklus kekerasan yang 'tidak masuk akal' antara Israel dan Palestina. Hal itu ia sampaikan dalam sebuah pengarahan di Dewan Keamanan PBB, seperti dilaporkan UN News.
Wennesland adalah Koordinator Khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah. Ia juga bertemu para duta besar untuk membahas permusuhan yang terus berlanjut menyusul 11 hari agresi mematikan bulan ini yang melanda wilayah pendudukan Palestina dan beberapa kota di Israel.
"Apa yang terjadi baru-baru ini telah memperjelas 'biaya' dari konflik berkepanjangan dan bagaimana masyarakat telah kehilangan harapan," ujar Wennesland.
Sebagai respons politik dan kemanusiaan, ia juga menekankan perlunya dua pihak kembali ke meja perundingan meskipun ia memperingatkan adanya pendekatan 'bisnis' seperti yang seringkali terjadi sebelumnya.
PBB dan para mitra mengumumkan siap membangun kembali Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dengan menggelontorkan 95 juta USD.
Dengan pertikaian yang terjadi selama puluhan tahun dan telah membunuh harapan masyarakat sekaligus memberi ruang bagi mereka yang tidak tertarik pada perdamaian, maka pada akhirnya harus ada solusi politik.
"Hanya melalui negosiasi yang mengakhiri kependudukan dan menciptakan solusi dua negara yang layak berdasarkan resolusi PBB, hukum internasional, dan kesepakatan bersama, dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara. Kita berharap itu secara definitif mengakhiri siklus kekerasan yang tidak masuk akal dan sangat 'mahal' harganya," tegas Wennesland.
Neraka di Bumi
Perang terbaru antara Israel dan kelompok bersenjata di Gaza adalah salah satu permusuhan paling intens yang disaksikan masyarakat dunia selama bertahun-tahun.
Wennesland mengatakan bahwa militan Gaza telah menembakkan 4.000 roket namun mayoritas berhasil dicegat sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome.
Sementara Israel melepaskan lebih dari 1.500 serangan kepada apa yang mereka sebut target militan, namun terbukti menghancurkan bangunan-bangunan pelayanan publik maupun rumah tinggal di area permukiman penduduk yang menewaskan puluhan anak.
Hingga akhir Mei, PBB memprediksi lebih dari 250 warga Palestina tewas, termasuk seluruh keluarga, dengan lebih dari 66 anak menjadi korban. Di Israel, 13 orang tewas termasuk di antaranya dua anak.
Serangan udara tanpa henti di Gaza memaksa 70.000 ribu orang mengungsi ke sekolah-sekolah yang dikelola The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA).
Kepala UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan bahwa para staf menggambarkan Gaza layaknya 'neraka di bumi' saat mereka harus keluar setiap hari di tengah pertempuran untuk membantu para penduduk. Hampir setiap orang yang ia temui merasa ketakutan dan trauma.
"Saya bertemu orangtua yang setiap malam bertanya pada diri sendiri apakah semua anak akan tidur di dekat mereka atau memisahkan mereka? Haruskah mereka semua mati bersama, atau haruskah mencoba menyelamatkan beberapa anak dengan menyebarkan mereka di beberapa tempat..." ujar Lazzarini.
Menurutnya, selama belum ada solusi politik yang konkret terhadap perang Israel-Palestina, maka hanya UNRWA yang bisa membawa 'kondisi normal' ke dalam kehidupan rakyat Palestina. Dan itu semua membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.
PBB melaporkan setidaknya 57 sekolah, 9 rumah sakit, dan 19 pusat perawatan kesehatan primer rusak sebagian atau rusak seluruhnya dalam pertempuran. Lebih berat lagi karena pusat pelayanan kesehatan dan penelitian medis hancur di tengah kondisi Gaza yang berjuang menghadapi Covid-19.
Membangun Kembali Gaza
Seruan 95 juta USD diumumkan di Yerusalem (27/05/2021) dengan menargetkan fasilitas perlindungan, kesehatan, air dan sanitasi, pendidikan, serta ketahanan pangan untuk satu juta orang selama tiga bulan ke depan.
Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina Lynn Hastings mengatakan kepada para wartawan di New York bahwa meskipun bangunan-bangunan dapat diperbaiki, kekhawatiran terbesar adalah bagaimana dampak perang berulang terhadap kesejahteraan psiko-sosial penduduk Gaza, terutama anak-anak.
"Sangat penting untuk tidak mengulang terus kesalahan yang membuat kita harus membangun kembali Gaza," tegas Hastings.
Sementara itu, Kepala bidang Hak Asasi PBB Michelle Bachelet menyerukan solusi perdamaian yang inklusif untuk mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina dan bentrokan mematikan yang selalu berulang. Dalam komentarnya kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Bachelet mengutuk serangan roket yang dilakukan Israel dan Palestina.
Meski Komisioner Tinggi HAM menyambut baik gencatan senjata 21 Mei, tetap saja ada kekhawatiran bahwa itu hanyalah masalah waktu hingga gejolak berikutnya terjadi lagi. Karena itulah harus ada solusi tegas yang bisa menghentikan akar permasalahannya.
Berbicara tentang solusi politik, Resolusi Sidang Umum pada 29 November 2012 disahkan yaitu meningkatkan status Palestina menjadi "negara pengamat non-anggota" di PBB. Perubahan status tersebut sebagai pengakuan de facto atas negara berdaulat Palestina.
Hal itu merupakan hasil voting dengan 138 negara menyetujui, 9 negara tidak setuju, dan 41 negara abstain, mengutip VOA. Namun apa yang terjadi setelah itu tidak lantas membuat Palestina berdiri tegak.
KOMENTAR ANDA