ULAMA-ulama saleh terdahulu punya kebiasaan yang menarik untuk kita cermati dan kalau bisa sih layak kita coba juga. Apabila ulama-ulama besar itu merasa kurang berpuas hati dengan kehidupannya, maka mereka akan segera mendidik dirinya. Caranya bagaimana?
Mereka pun mendatangi pekuburan dan merenung di sana.
Ini berlainan dengan kebanyakan manusia modern, yang apabila lagi suntuk, galau, stres dan sebagainya malah menjerumuskan diri ke mal atau menenggelamkan diri di tempat-tempat hiburan.
Dari kebiasaan sejumlah ulama itu hendaknya kita tidak lagi memandang miring kepada orang-orang yang gemar ziarah kubur; sebelum Ramadhan ziarah, pas lebaran juga ziarah, bahkan di hari-hari biasa tambah rajin ziarah. Apa yang diperoleh dari kunjungan ke pemakaman itu?
Insya Allah, kita akan menjadi manusia yang pandai bersyukur, sebab kita menyadari betapa berharganya kehidupan ini. Karena setelah menemui kematian, kita tidak berdaya apa-apa lagi.
Dari pekuburan itu kita meresapi keadaan mereka yang telah mati itu. Mereka ingin kembali lagi ke dunia, ingin hidup lagi agar dapat memperbanyak amal saleh. Akan tetapi orang-orang yang telah mati tidak dapat lagi menambah bekal pahalanya, padahal mahkamah Tuhan telah terbentang di depan mata.
Dengan ziarah itu pula kita hendaknya menyadari, pada akhirnya nanti kita akan menyongsong kematian, dan berhadapan dengan peradilan Allah. Apakah kita sudah siap?
Apa yang dapat dibanggakan dengan dunia yang fana ini, karena nanti di depan mahkamah Tuhan kita tidak akan berkutik. Lidah yang pandai bermanis kata, jadi kelu dan bisu. Justru anggota tubuh lainnya yang bersaksi tentang dosa-dosa yang pernah diperbuat.
Hal ini diterangkan pada surah Yasin ayat 65, yang artinya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar Jilid 3 menyebutkan, ketika berjawab terdakwa dengan Allah bukan orang lain yang akan tegak menjadi saksi yang turut menyalahkan kalau salah, malahan ialah mereka sendiri, tangan dan kaki mereka sendiri, semuanya turut jadi saksi. Oleh sebab itu, di akhirat permohonan hendak meminta pembela takkan terkabul.
Di samping itu mereka meminta, atau kembalikan kami ke dunia sekali lagi supaya kami amalkan amalan yang lebih baik dari amalan yang pernah kami amalkan zaman dahulu. Itu pun satu permintaan yang sia-sia. Sebab Allah telah menakdirkan zaman bukan berputar ke belakang, melainkan terus ke muka.
Jika manusia telah melalui maut, sebagai akhir dari kehidupan dunia dan permulaan dari kehidupan akhirat, tidaklah dapat lagi buat diulang kembali pada kehidupan dunia itu, sebagaimana orang hidup di dunia ini, tidaklah dapat kembali lagi ke dalam rahim ibunya.
Dengan demikian, kita memang tidak mungkin menghindar dari yang namanya mahkamah Allah. Tidak bisa dan mustahil!
Ada kisah yang tak kalah menarik, tentang ibu muda yang dihadapkan ke pengadilan atas tuduhan pencemaran nama baik. Betapa jantungnya menggigil ketika hakim berkata, “Saudari terdakwa!”
Tidak pernah terbayang olehnya akan demikian menyeramkan duduk di kursi terdakwa, berhadapan dengan persidangan dengan hakim yang tampak berwibawa. Bagaimana bisa dirinya yang berupaya keras menjaga akhlak terpuji malah menjadi pesakitan menanti vonis?
Tok!
Setelah melalui beberapa kali persidangan, ketok palu hakim pun berlaku, dan ibu cantik itu terlihat rona bahagia di wajahnya nan ayu. Dia dinyatakan tidak bersalah dan bebas dari tuduhan.
Kejadian duduk di kursi terdakwa dan bergetar di hadapan pengadilan membuatnya sadar, bagaimana nanti ya kalau berhadapan dengan mahkamah Allah di akhirat? Seperti apa kecemasan yang akan mengguncang hatinya sedangkan pengadilan dunia saja telah membuat jantungnya menggigil?
Di depan mahkamah Allah, kita tidak bisa menghadirkan saksi-saksi palsu, kita tidak akan dapat memanipulasi fakta, tidak bisa membungkam bukti kebenaran, karena ke semuanya itu hadir begitu jelas, perihal dosa-dosa yang pernah kita dulang di dunia dahulunya.
Jadi, apabila ada orang yang membincangkan atau mensyiarkan keburukan kita, maka sadarilah, sesungguhnya keburukan, kesalahan dan perbuatan dosa kita itu lebih banyak daripada yang diketahui manusia.
Hanya saja atas kemurahan hati Allah makanya keburukan atau kejahatan kita itu ditutupi-Nya. Andai Allah sibak segala keburukan itu, niscaya kita tidak akan sanggup berjalan di muka bumi ini menanggung malu tiada taranya. Bayangkan bagaimana nantinya di negeri akhirat?
Akan tetapi , orang-orang beriman yang beramal saleh akan bangkit di mahkamah Allah dengan kepala tegak. Karena amal-amal baik itu yang akan menjadi saksi sepak terjangnya selama di dunia, dan yang akan mengantarnya ke surga-Nya.
Oleh sebab itu, berbuatlah di dunia ini apa saja yang akan membuat kita tersenyum bahagia tatkala melihatnya kembali di mahkamah Allah.
KOMENTAR ANDA