SEORANG Muslim seharusnya menyadari bahwa kenikmatan dalam hidup di dunia bukan sekadar berlabel materi.
Ada banyak keutamaan yang kita miliki, yang kita seringkali tidak menyebutnya sebagai kenikmatan.
Pertama, kenikmatan iman, Islam, dan ihsan (perbuatan baik). Bagi kita yang berpatokan bahwa "kenikmatan" haruslah berwujud kelebihan materi, tiga keutamaan tadi tidak akan kita syukuri kehadirannya. Padahal, tanpa ketiganya, hidup kita mungkin saja bergelimang kenikmatan duniawi, tapi semua hanya sementara.
Ketika 'kontrak' kehidupan dunia kita berakhir, maka tidak satu rupiah pun yang kita bawa ke alam kubur. Dan kelak di akhirat, tempat kita akan hidup selamanya, tidak ditentukan berdasarkan banyaknya harta benda yang kita miliki di dunia. Hanya nikmat iman, Islam, dan ihsanlah yang bisa membawa kita kepada kenikmatan abadi di akhirat.
Kedua, karunia berupa kesehatan. Ketika kita sakit, kesehatan akan menjadi sebuah kenikmatan terdahsyat yang kita berlomba-lomba untuk merasakannya. Namun saat tubuh sedang sehat, kita justru kerap menyalahgunakannya untuk kepentingan dunia.
Waktu 24 jam dihabiskan untuk urusan pekerjaan. Kesibukan yang menjauhkan kita dari berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi, dan istirahat yang cukup. Kesibukan yang menjauhkan kita dari kehangatan keluarga. Dan kesibukan itu pulalah yang menjauhkan kita dari terbangun di tengah malam demi bermunajat pada-Nya.
Ketiga, karunia berupa kehidupan yang berjalan baik. Jangan sekali-kali mempertanyakan 'mengapa hidup kita begini-begini saja?' karena sejatinya hidup kita terjaga dari kemurkaan Allah. Hidup yang mungkin bagi kita terasa membosankan nyatanya adalah kebaikan yang menjaga diri kita.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Di antara doa Rasulullah saw. adalah:
Allaahumma innii a'uudzu bika min zawaali ni'matika wa tahawwuli 'aafiyatika wa fujaaati niqmatika wa jamii'i sakhaatika
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang telah Engkau berikan, dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu." (HR. Muslim)
Kita tentu tidak menginginkan berbagai kenikmatan tadi dicabut oleh Allah.
Ketika kita tidak sanggup lagi merasakan kenikmatan iman, Islam, dan ihsan, maka kita akan menjadi pribadi yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kehidupan duniawi. Kita akan berdalih bahwa hubungan hamba dengan Tuhan adalah sebuah privasi di dalam hati. Kita memisahkan syariah Islam dari kehidupan kita sehari-hari. Yakinlah bahwa hal itu hanya akan membuat jiwa kita hampa dan gersang sekali pun kita telah menggenggam kesuksesan dunia.
Pun demikian ketika kita tak mampu lagi merasakan kenikmatan kesehatan. Apa yang terjadi bila Allah Swt. mengambil penglihatan, pendengaran, dan indera kita lainnya? Sanggupkah kita hidup bahagia dalam kondisi sakit terus-menerus?
Lalu bagaimana bila kemurkaan Allah datang tiba-tiba dalam kehidupan kita, memaksa kita merasakan siksa-Nya di dunia? Akankah kita sanggup menghadapinya?
Naudzubillah. Naudzubillah. Naudzubillah.
Kiranya doa Rasulullah tersebut hendaknya selalu kita panjatkan agar kasih sayang Allah senantiasa melindungi kita dari azab di dunia dan di akhirat. Juga sebagai pengingat agar kita berusaha menjaga kenikmatan-kenikmatan sejati tersebut dalam diri kita. Memelihara iman, Islam, ihsan dan kesehatan kita untuk memaksimalkan ibadah dan beramal saleh sambil tetap berikhtiar untuk kebaikan kehidupan kita sehari-hari. Insya Allah.
KOMENTAR ANDA