PENGAJIAN masih berlangsung, tetapi lelaki itu memilih pamit duluan. Dia bergegas pulang karena tidak tahan dengan gejolak perut. Padahal ceramah malam itu amatlah menarik, perihal menasihati secara sembunyi.
Saat menyantap gulai kepala kakap kegemarannya, lelaki itu merasakan ada yang kurang pas. Akan tetapi istrinya seorang yang amat sensitif, dan lelaki itu pun mengingat pengajian tadi, agar menasihati dengan sembunyi, alias tidak langsung.
Maka dia bertanya, “Tadi beli garam di mana?”
Istrinya menyahut, “Di warung sebelah, kenapa?”
Lelaki itu menasihati, “Lain kali beli garam di tempat lain ya, di warung sebelah garamnya kurang asin.”
“Oh!” istrinya pun maklum dan menambahkan garam. Santap malam itu selesai dengan khidmat, tidak ada yang tersinggung, tiada pertengkaran.
“Manjur juga nih ceramah tadi,” pikirnya.
Keluarganya sih adem ayem, tetapi esok harinya istri bertengkar dengan tetangga. Istrinya menegur pemilik warung karena menjual garam berkualitas buruk, yang asinnya kurang. Dia tidak terima makan malam suami tercinta diciderai oleh garam macam itu.
Pemilik warung tersinggung lalu pertengkaran itu menghasilkan permusuhan. Lelaki tersebut jadi bingung, kok menasihati secara sembunyi malah menimbulkan petaka yang lebih besar?
Ya, beginilah kalau mengaji cuma separuh jalan, akibatnya ilmu yang diperoleh tidak kaffah atau malah salah kaprah. Hati-hati ya!
Lelaki itu tidak salah ketika memberikan nasihat secara sembunyi, karena tersedia alasan yang kuat untuk itu.
Muhammad Ibrahim Salim dalam buku Syarah Diwan Imam Asy-Syafi'i menerangkan, bahwa sesungguhnya memberikan nasihat secara personal (secara sembunyi-sembunyi) kepada saudara kita itu lebih efektif ketimbang melakukannya secara terbuka di muka umum (terang-terangan).
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi'i dalam bait-bait syairnya:
Pada waktu aku sendirian, silakan kamu memberi nasihat.
Apabila aku bersama orang lain, janganlah aku dinasihati.
Sebab, memberikan nasihat di tengah orang banyak adalah sama dengan membuka rahasia yang tak suka aku mendengarnya.
Karenanya, nasihat sembunyi itu bukanlah dengan cara menyembunyikan fakta atau memanipulasi kebenaran. Melainkan dengan cara bicara empat mata, tidak di depan orang lain dan tidak mempermalukan dirinya.
Apa salahnya lelaki itu bicara baik-baik tanpa perlu berdusta tentang garam yang kurang asin itu, yang malah berujung permusuhan antartetangga. Ngomong dong baik-baik agar takaran garamnya ditambah, sehingga gulai itu terasa lebih nikmat. Dan akan lebih baik lagi kalau lelaki itu sendiri menambah garam sesuai dengan takaran yang diidamkannya.
Tentunya nasihat-menasihati ini bukan perkara suami istri saja, sebab juga berhubungan dengan pekerjaan di kantor, hubungan bertetangga, jalinan pertemanan dan berbagai hubungan sosial lainnya. Demi kebaikan bersama makanya kita pun perlu berperan dalam memberikan nasihat.
Kadangkala terhadap anak buah pun seorang pimpinan tidak enak hati memberi nasihat apalagi menegur, takutnya nanti orangnya tersinggung. Akibatnya kesalahan yang sama terus terjadi berulang-ulang kali, perusahaan terus mengalami kerugian, sementara anak buah itu merasa segalanya baik-baik saja.
Kita pun sangat mungkin mengalaminya, terlebih lagi bila memberi nasihat terhadap orang yang sensitif. Tujuannya menasihati sih baik, tetapi penerimaannya terkadang mengejutkan juga.
Hal-hal demikian hendaknya tidak menjadi penghalang bagi kita dalam memberikan nasihat. Kebaikan itu harus disampaikan, tentunya dengan cara yang elegen, yaitu nasihat sembunyi.
Asalkan dengan cara yang baik, tidak menyalahkan apalagi menyudutkan dan tidak menasihati di depan publik yang dapat mempermalukan, insya Allah, cara-cara ini akan membuat nasihat itu lebih mengena di hatinya.
Sebagaimana Ahmad Hawassy dalam bukunya Kajian Akhlak dalam Bingkai Aswaja mengingatkan, hendaknya orang yang dinasihati itu di saat sendirian, karena yang demikian itu lebih mudah ia terima. Karena siapa saja yang menasihati saudaranya di tengah-tengah orang banyak maka berarti ia telah mencemarkannya, dan barangsiapa yang menasihatinya sembunyi maka ia telah menghiasinya.
Intinya, setiap orang ingin dihargai eksistensi dirinya, maunya dihormati dengan selayaknya manusia bermartabat. Siapapun orangnya, pastilah butuh yang begini. Dari itu nasihat baik tetapi dengan mengoyak harga diri tidak akan pernah berhasil. Di sini pula kita memahami urgensi nasihat sembunyi ini.
KOMENTAR ANDA