BIBIR sumbing masih menjadi masalah cukup serius di Indonesia. Banyaknya anak-anak yang menderita bibir sumbing menggerakkan hati seorang Deasy Larasati untuk mengabdikan hidupnya membantu mereka yang membutuhkan lewat organisasi nirlaba Smile Train.
Bantuan operasi bibir sumbing yang diberikan secara gratis ini tidak hanya bertujuan mengubah kelainan pada bibir, tetapi juga masa depan anak. Ia percaya, senyuman anak-anak itu dapat menciptakan Indonesia menjadi lebih baik.
Lulusan Saint Mary Academy, yang kini menjabat sebagai Country Manager Smile Train Indonesia ini, membagi pengalamannya dalam menjangkau ribuan anak-anak Indonesia penderita bibir sumbing dari seluruh pelosok tanah air dalam acara Zoomtalk Farah.id, Rabu (30/6).
Ia dengan semangat tinggi menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah demi untuk menciptakan banyak senyum bahagia di wajah anak-anak, sesuai dengan mimpinya.
Ini bermula ketika ia ditawari untuk bergabung dalam sebuah organisasi amal. Di organisasi ini tugas Deasy adalah melakukan kegiatan kemanusiaan yang berfokus membantu anak-anak penderita bibir sumbing.
"Ini seperti mengingatkan saya pada tugas saya di company sebelumnya yang kegiatan CSR-nya adalah membantu penderita bibir sumbing. Sehingga ketika saya bergabung di Smile Train, ini seperti 'kebetulan yang indah', saya dipertemukan lagi dengan aktivitas yang saya geluti sebelumnya, ini keberuntungan saya," ujar Deasy.
Smile Train sendiri adalah organisasi nirlaba internasional yang berdiri pada tahun 1999 berkantor pusat di New York, USA, dan berada di 85 negara salah satunya di Indonesia. Untuk di Indonesia program bantuan untuk penderita bibir sumbing mulai berjalan sejak tahun 2002.
"Kami telah melakukan operasi bibir sumbing untuk anak-anak Indonesia sekitar 8.000 sampai 9.000 orang pertahunnya, bekerja sama dengan 79 rumah sakit dan yayasan," ujar Deasy, menambahkan secara keseluruhan Smile Train telah membantu sebanyak 95.000 operasi bibir sumbing.
Hal yang sangat melegakan hatinya adalah ketika ia bisa menjangkau anak-anak itu dari awal sebelum proses operasi sampai tahap pasca operasi.
Deasy mengatakan, alangkah sedihnya jika ada anak dengan bibir sumbing yang tidak diobati. Mereka akan hidup terisolasi, jadi bahan ejekan, dan tentu sulit untuk berkomunikasi dengan baik yang akhirnya menjadi sulit berteman atau bersekolah.
"Tetapi yang terpenting, anak dengan bibir sumbing yang tak diobati bisa mengalami kesulitan makan, bernapas, dan bicara serta punya risiko mengalami kurang gizi parah." kata Deasy.
Dalam melakukan tugasnya, Deasy dibantu oleh beberapa relawan yang tersebar di pelosok Indonesia. Di antaranya adalah Rahmad Maulizar di Aceh, dan Selfina dari Palu. Kedua pekerja sosial ini memiliki kisah yang sangat menyentuh dalam perjuangan mereka membantu masa depan anak-anak penderita bibir sumbing.
Setelah lebih dari 12 tahun mengabdikan diri membantu anak-anak penderita bibir sumbing, Deasy masih memiliki impian lain, yaitu bisa melihat mereka tumbuh sehat, berpendidikan, berkarir, dan ikut berkontribusi menebarkan motivasi kepada keluarga yang memiliki anak dengan bibir sumbing.
"Jadi kelak mereka bukan hanya sebagai penerima tetapi juga menjadi pemberi. Memberikan motivasi dan dukungan kepada orang yang membutuhkan bantuan operasi bibir sumbing," tutup Deasy.
Rahmad, pekerja sosial dari Aceh, adalah salah satu contoh seperti yang dimaksud Deasy. Rahmat adalah penderita bibir sumbing dan penerima bantuan operasi bibir sumbing dari Smile Train. Rahmad kemudian tumbuh dengan memiliki kepercayaan diri, bisa bersekolah dan meraih cita-citanya. Kini, Rahmad mengabdikan dirinya dengan membantu anak-anak di pelosok Aceh yang membutuhkan operasi bibir sumbing.
Pengalaman Rahmad dan Selfina yang sangat menyentuh sebagai pekerja sosial bisa disaksikan di tayangan https://fb.watch/6rUfNmXpPG/.
KOMENTAR ANDA