Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

“KITA harus evaluasi!”

Demikianlah yang diingatkan oleh perempuan itu. Suaminya bingung, ini seperti rapat tahunan perusahaan saja. Dan kok tumben-tumbennya kata evaluasi itu mengalun dari mulut istrinya setelah lebih dari sepuluh tahun berumah tangga.

Tetapi sang istri tetap bersikeras meminta evaluasi, sebab dirinya merasa ada yang salah dalam pernikahannya. Kalau sudah berkaitan dengan perasaan memang jadi penuh dilema sih.

Sementara itu suaminya tidak merasa ada yang salah. Toh mereka tetap bersama, dan keluarga akur-akur saja meski sesekali ada saja gelombang dinamikanya. Namun secara umum dia merasa pernikahannya baik-baik saja.

Nah, dari dua perspektif suami istri yang berseberangan ini, yang manakah patut kita berpihak?

Ternyata perempuan itu berjumpa dan mengobrol dengan pakar parenting yang lagi naik daun, yang berkata, “Pernikahanmu tidak bahagia.”

Dalam sekejap mata, di mata perempuan itu berkelebat berbagai kesalahan suami selama lebih dari sepuluh tahun ini. Dan sebagai istri dia merasakan kehampaan dalam pernikahannya, segalanya berlangsung dengan rutin, dan belakangan makin terasa hambar-hambar saja.

Kita kesampingkan dulu tentang pakar parenting yang merupakan mantan dari perempuan tersebut semasa masih muda belia. Kita singkirkan pula faktor rumah tangga pakar itu yang sejatinya mulai retak.

Mari kita kembali ke pangkal mulanya, yaitu, “Kita harus evaluasi!”

Bagi sebagian pihak, kata evaluasi terdengar agak mencekam, terkesan tujuannya mencari-cari kesalahan pasangan.

Sebetulnya, kita bisa saja mencari opsi kata yang lebih enak, muhasabah misalnya, atau kata yang lainnya.

Apapun sebutannya, kalau yang dilakukan itu mencari-cari kesalahan pasangan, niscaya hasilnya hanyalah perasaan tersakiti, syukur-syukur tidak berujung perang.

Bertahun-tahun menikah dengan manusia biasa, maka kita tidak akan mampu menghitung betapa banyaknya kesalahan dan kekhilafan yang diperbuat suami atau istri, entah itu sengaja atau pun tidak.

Dan yang perlu digaris bawahi adalah: manusia biasa.

Kesempurnaan adalah sesuatu yang amat jauh dari manusia biasa, yang selama bertahun-tahun setia mendampingi kita itu.

Andaipun kita punya kemampuan super dalam menghitung kesalahan pasangan sendiri, maka kekhilafan yang setimpal juga pernah kita lakukan, tersadar atau pun tidak, dan boleh jadi jumlahnya lebih melimpah. Nah, lho!

Lantas, apakah rumah tangga tidak perlu dievaluasi?

Kalau tujuannya mencari-cari kesalahan pasangan, itu akan berujung kepada hati yang tersakiti; hatinya dan juga hati kita. Lain halnya kalau bertujuan meraih yang lebih baik bagi kehidupan rumah tangga, maka itu akan memberi efek positif terhadap pernikahan.     

Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita. Pernikahan itu sakral, mulia dan suci, yang merupakan bentuk ketaatan terhadap Ilahi Rabbi. Apanya yang salah kalau dalam koridor menaati titah Allah?

Tidak ada yang salah dengan penikahan kita. Karena hubungan suci ini tegak dengan ikatan yang amat kokoh sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an , yakni mitsaqan ghaliza.

Nah, pegangan terhadap ikatan yang disebut mitsaqan ghaliza inilah yang perlu kita perkuat, perteguh dan perkokoh. Kita satukan visi untuk meneguhkan hubungan suami istri dengan ikatan ini.

Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita. Kalau pun ada kesalahan bukanlah terletak pada pernikahannya melainkan orangnya atau mungkin lebih tepat oknumnya. Dan itulah yang perlu terus diperbaiki, karena insan mulia itu adalah mereka yang setia memperbaiki dirinya.

Ngomong-ngomong soal evaluasi, muhasabah atau apalah itu istilahnya, ternyata tidak perlu menunggu berbilang tahun atau lebih dari sepuluh tahun berlalu. Bahkan Nabi Muhammad melakukannya sebagai program harian lho!

Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam kitab Al-Lu'lu' wal Marjan mengutip hadis riwayat Aisyah, bahwa Aisyah berkata, “Rasulullah sangat suka madu dan makanan yang manis-manis, dan bila selesai shalat Ashar, beliau ke rumah istri-istrinya dan mendekati mereka.”




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur