KOMENTAR

ORANG Indonesia itu paling susah. Apalagi kalau susah benaran. Bangsa yang sangat terkenal pelupa, tetapi sekali kritis, kritis sekali.

Sejak kemarin petang ramai diulas sosok pengusaha Akidi Tio. Keluarga almarhum pengusaha tajir  itu menyumbang  Rp 2 trilyun untuk  warga kota Palembang, Sumatera Selatan. Sumbangan itu ditujukan khusus untuk penanggulanganpandemi virus Covid-19.

Nominal sumbangan bikin mata siapapun terbelalak. Dalam kalkulasi pengusaha Peter F Gontha, jumlah itu setara dengan 130 juta dolar AS.

“Luar biasa,” puji mantan Duta Besar RI di Polandia itu.

“Mungkin baru terjadi pertama kali di dunia. Orang- orang terkaya dunia seperti Jeff Bezos (Amazon), Elon Musk (Tesla), Bill Gates (Microsoft), Warren Buffet, pun belum pernah melakukan (menyumbang uang) sebesar itu, kecuali  melalui yayasan untuk kepentingan pajak. Jadi ini sesuatu yang sangat unik, terjadi hanya di Indonesia atau kata orang hanya di +62. Kita memang bangsa unik, semoga Keluarga Almarhum Akidi Tio diberikan berkah oleh Yang Maha Kuasa, “ tulis pelopor TV swasta di tanah air itu di laman Facebooknya.

“Pengusaha apa yah Akidi Tio. Kok tidak pernah melihat namanya di deretan 50 pembayar pajak terbesar di Indonesia?” sambung Peter lagi.

Siapa Akidi Tio? Sampai tadi pagi ini, saya belum berhasil mendapatkan sumber valid yang mengenal riwayat pengusaha itu. Dalam siaran pers yang beredar, yang menjadi sumber pemberitaan media pers, informasinya seragam: sangat terbatas.

Ada menyebut mendiang adalah pengusaha beberapa bidang usaha, tetapi rasanya memang belum klop atau meyakinkan dibandingkan dengan jumlah sumbangannya yang amat wuih. Semalam, saya mengontak aktor Anwar Fuady. Wong Palembang yang terkenal punya pergaulan luas di masyarakat, khususnya di kampung empek-empek itu.

Dia juga tidak mengenal Akidi Tio.

Ini aneh. Baru sekali ini  ada orang kaya “Wongkito” luput dari pengetahuannya.
Padahal, Anwar yang pernah maju sebagai capres dalam Konvensi Golkar untuk Pilpres 2004, sekian tahun menjadi “buku pintar” segala hal menyangkut Palembang atau Sumatera Selatan pada umumnya.

 Sosok almarhum Akidi yang ditulis oleh media sekelas Kompas pun hanya sedikit menggambarkan sosok pengusaha asal Langsa, Aceh Timur itu.

“Mendiang mempunyai tujuh orang anak, enam di antaranya tinggal di Jakarta dan satu di Palembang. Semua anaknya pengusaha. Mendiang pernah berpesan kepada anaknya jika sukses dalam bidang usaha apapun agar membantu orang miskin. Almarhum sendiri pengusaha di bidang perbesian dan kontainer,” kata Prof. dr. Hardi Darmawan yang telah 48 tahun menjadi dokter keluarga Akidi, seperti dikutip Kompas.com.

Kemarin, Dr Hardi ikut dalam penyerahan bantuan Rp 2 T di Mapolda Sumsel.

Hardi mengutarakan, bantuan itu bukan kali pertama diberikan oleh keluarga Akidi. Selama pandemi Covid-19 berlangsung keluarga almarhum selalu membantu warga yang terdampak.

Penyerahan sumbangan Akidi Tio berlangsung di Gedung Promoter Polda Sumsel Lantai 3, Jalan Jend. Sudirman KMP, Senin siang (26/7).

Dihadiri Gubernur Sumsel H. Herman Deru, SH., MM, Kapolda Sumsel Irjen Pol Prof Dr Eko Indra Heri S, MM dan Danrem 044/Gapo Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji, S.I.P. S.Sos.

Acara yang juga disaksikan  oleh perwakilan seluruh pemuka agama berlangsung singkat, hanya sekitar setengah jam.

Gubernur Sumsel Herman Deru dalam sambutannya menyatakan sangat terharu kepada kebaikan keluarga Akidi Tio. Dia berharap kebaikan untuk menolong sesama yang membutuhkan menjadi contoh teladan bagi seluruh masyarakat.

Terbelah Dua Lagi

Sekejap saja cerita sumbangan Rp 2 T itu viral, membuat nama keluarga Akidi Tio terkenal. Jadi bahan pembicaraan luas masyarakat. Seperti biasa, di negeri +62, masyarakat pun kembali terbelah. Ada yang percaya  versus kelompok yang sebaliknya.

Yang memicu pertama tentu karena nominal sumbangan. Siapa Akidi Tio, memang setengah mati melacaknya di google atau wikipedia. Nama-nama anaknya pun yang disebutkan semua sukses sebagai pengusaha, tidak tercantum  dalam berita.

Andai dapat  satu nama saja, mungkin bisa dilacak. Inilah kelemahan wartawan di lapangan, tidak sampai detil menggali bahan. Itu yang menjadi argumen pihak yang tidak percaya. Mereka sampai mengulas kesulitan teknis pencairan dana sebesar itu di bank. Mustahil bisa dicairkan di masa sekarang.

Yang percaya, menjadikan berita itu “mesiu” baru untuk “menggugat” para pengusaha tajir kita yang tidak pernah kedengangan melakukan hal sama.

Terutama pengusaha Kadin, yang amat dekat dengan Istana. Yang selama ini mengerjakan proyek raksasa pemerintah yang  sumber dananya dari APBN. Menurut pandangan yang percaya, mestinya pengusaha-pengusaha dekat Istana itu lebih peduli kepada rakyat yang sedang kesusahan. Saatnya sekarang mereka membantu Presiden Jokowi.

Saya  sendiri terpengaruh pihak yang tidak percaya. Sekurangnya, ragu. Saya malah merasa bersalah, tanpa memeriksa siaran pers lebih dulu,langsung meminta wartawan media saya menyiarkan berita Akidi Tio. Maksudnya, supaya berita berisi kebaikan itu menggugah para dermawan lainnya.

Muhammad Nuh

Sampai tengah malam saya gagal  mencari tahu siapa mendiang Akidi Tio. Sudah menghubungi ke pelbagai sumber tapi tak berhasil. Saya memang sudah putus asa ketika Anwar Fuady yang paling saya andalkan, tidak mengenal Akidi Tio.

Menjelang tidur ingatan malah melayang ke sosok Muhammad Nuh. Warga Jambi itu pernah bikin geger tahun lalu dalam urusan sumbangan untuk atasi pandemi Covid-19.

Masih ingat kisah Muhammad Nuh yang ikut lelang motor listrik Gesits milik Presiden Jokowi? Yup. Yang memenangkan lelang di “Konser Virtual Berbagi Kasih Bersama Bimbo” pada 17 Mei 2020.

Acara itu untuk menggalang dana penanggulangan Covid-19. Muhammad Nuh yang tinggal di kampung Manggis, Jambi, diumumkan oleh host konser sebagai penawar lelang tertinggi, yaitu Rp 2.550 juta untuk sepeda motor Gezit, sumbangan Presiden.

Ternyata panitia konser salah “loket”. Muhammad Nuh bukanlah pengusaha tambang seperti yang diidentifikasi  oleh host acara.

Pekerjaan Nuh hanya buruh lepas harian yang justru bagian yang terkena imbas pandemi. Dia malah tidak bisa bekerja  lagi, dan mengingat status pekerjaannya, Nuh termasuk rakyat yang layak  menerima bansos.

Dari ceritanya, Nuh mengaku seperti itu. Justru merasa menang kuis dan berhak atas uang senilai Rp 2.550 juta. Dia mengira acara lelang itu kuis
Jokowi.

Pasti acara bagi-bagi hadiah buat rakyat. Seperti lazimnya  kalau Presiden RI  bagi-bagi sepeda atau traktor. Dia pun langsung menelpon host lelang. Di sini terjadinya kesalahpahaman.

Begitu sadar keliru, Muhammad Nuh langsung mematikan telpon. Semalaman dia bersembunyi karena takut dicari polisi. (Baca artikel: “Hidup Muhammad Nuh" oleh Ilham Bintang, 17 Mei 2020).

Akidi Tio jelas bukan Muhammad Nuh. Keluarga almarhum Akidi Tio menyampaikan sumbangannya dalam acara resmi. Sumbangannya secara simbolik diterima Kapolda Sumsel yang kebetulan mengenal secara pribadi keluarga mendiang. Sedangkan Muhammad Nuh produk salah paham semata, ikut lelangnya secara virtual pula.

Banyak unsur yang membedakan Nuh dengan Akidi. Seperti pengakuannya tadi, Nuh mengira acara lelang yang digagas Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, acara kuis.

Nuh berpatokan pada nalarnya sendiri. Begitu dia dengar di layar televisi  hadiah motor dari Presiden Jokowi, langsung terharu. Kuat melekat dibenaknya: ini pasti bagi-bagi hadiah lagi. Kasihan.

Kembali ke Akidi Tio. Ai lap yu pul, Pak. Terima kasih kepada seluruh keluarga. Semoga kebaikan keluarga besar Akidi Tio bermanfaat besar bagi masyarakat Palembang. Sedangkan penyumbang dibalas berlipat oleh Tuhan Yang Maha Kaya.




Indonesia Raih “Best Tourism Villages 2024" UN Tourism untuk Desa Wisata dengan Sertifikat Berkelanjutan

Sebelumnya

Konten Pornografi Anak Kian Marak, Kementerian PPPA Dorong Perlindungan Anak Korban Eksploitasi Digital

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News