Hiba Latreche/ Foto: Twitter @HibaLat
Hiba Latreche/ Foto: Twitter @HibaLat
KOMENTAR

SEBAGAI negara yang berpijak pada sekularisme, Prancis tidak menginginkan atribut-atribut keagamaan terlihat mencolok. Dan kini, aturan itu telah disiapkan menjadi sebuah Undang Undang.

Sebuah RUU kontroversial disahkan Senat pada pertengahan April 2021 yang bertepatan dengan dimulainya puasa Ramadhan. RUU "anti-separatisme" itu bertujuan untuk menghentikan radikalisasi. Meskipun tidak mencantumkan nama agama secara spesifik, para kritikus melihat ketentuan-ketentuan tersebut diarahkan ke satu tujuan: enam juta muslim Prancis, seperti dilaporkan Aljazeera.

Jika nanti disahkan, maka pemerintah memiliki kekuatan baru untuk menutup tempat ibadah yang mendapat pendanaan dari luar negeri dan/ memberi khutbah ideologi tertentu.

Di dalam RUU tersebut terdapat pasal yang menghapus hak perempuan untuk mengenakan hijab dalam perannya di sektor publik maupun organisasi swasta yang menyediakan layanan publik. Pasal tersebut seolah mengesahkan perlakuan diskriminasi berlatar Islamofobia yang selama ini telah diterima banyak perempuan Muslim Prancis.

Dalam RUU tersebut sebenarnya juga terdapat pasal larangan anak perempuan di bawah usia 18 tahun mengenakan burkini (pakaian renang menutup seluruh tubuh) dan larangan bagi ibu berhijab ikut dalam karyawisata sekolah anaknya. Meski akhirnya pasal tersebut dibatalkan, stigma tetap belum bisa hilang. Masih ada sekolah yang meminta orangtua siswa yang berhijab untuk tidak ikut terlibat dalam aktivitas anaknya.

RUU tersebut sontak mendapat respons global dengan bermunculannya kampanye #BoycottFrance juga #HandsOffMyHijab.

Di tengah berbagai kontroversi seputar Undang Undang pelarangan hijab, nama Hiba Latreche (22) menjadi salah satu figur yang aktif menyuarakan penolakannya.

Hiba adalah Vice President-General Secretary FEMYSO (Forum of European Muslim Youth and Student Organizations), sebuah forum pemuda Muslim yang kini memiliki 32 organisasi anggota dan yang tersebar di 20 negara Eropa.

Hiba juga menjabat Programme Manager di Union of Justice, sebuah organisasi yang fokus pada keadilan rasial dan iklim, yang memiliki tujuan menjadi Eropa dan dunia sama rata, adil, dan berkelanjutan. Artis papan atas Inggris, Thandiwe Newton, didapuk menjadi pelindung organisasi yang terdiri dari para aktivis komunitas, peneliti, artis, dan perwakilan terpilih ini.

Dalam keterangan di unionofjustice.com, Hiba merupakan lulusan Fakultas Hukum University of Strasbourg, Prancis. Hiba juga mejadi Kepala Anti-Discrimination Department di Etudiants Musulmans de France (EMF).

Hiba adalah gadis muda yang aktif di komunitasnya. Ia juga menjadi sukarelawan untuk isu-isu seputar hak masyarakat sipil, bantuan kemanusiaan, dan perang melawan seksisme dan rasisme.

Bersama beberapa teman Muslimah, Hiba juga menginisiasi kampanye #DontTouchMyHijab yang menjadi viral, bahkan mendapat dukungan dari atlet Olimpiade Ibtihaj Muhammad dan model asal Somalia, Rawdah Mohamed.

"Kami meluncurkan kampanye tersebut setelah Senat mengambil suara terhadap RUU itu, dengan harapan suara kami akan didengar. Kami adalah perempuan dan gadis Prancis yang ingin menghentikan kebijakan terkait tubuh dan keyakinan kami. Di Prancis, kami benar-benar sendirian ketika kebebasan kami diserang, maka kami membutuhkan dukungan internasional untuk memperlihatkan bahwa permintaan kami bukanlah sesuatu yang keterlaluan," ujar Hiba.

Menurut Hiba, masalah yang sesungguhnya di mata negara adalah tentang Islam. Dan sebagai seorang perempuan berhijab, ia telah mengalami berbagai bentuk Islamofobia di area publik.

"Bukannya melindungi kami, para wakil rakyat justru melegalkannya, memperkuatnya secara institusional, dan menjadikannya lebih sistemis. RUU itu akan membuat hidup menjadi bertambah berat bagi perempuan Muslim berhijab, terlepas dari pasal spesifik mana yang akan disahkan. Bagaimana kita bisa menerima hukum yang membuat seorang anak perempuan di bawah usia 18 tahun mengenakan hijab harus ditangkap, melarangnya ikut kegiatan olahraga, atau para ibu yang dilarang terlibat dalam kehidupan sekolah anak-anaknya?" ujar Hiba.

Kegusaran Hiba bertambah mengetahui bahwa para legislator juga menyusun pasal untuk melarang perempuan berhijab maju mencalonkan diri (untuk pemilihan legislatif, pejabat pemerintahan). Para perempuan berhijab saat ini sudah mengalami kesulitan untuk mendapat pekerjaan, dan kini negara akan membatasi pekerjaan yang bisa dilakukan di masa depan.

"Kami bukan hanya takut akan keselamatan kami sendiri, tapi juga kami takut pada keselamatan komunitas/ institusi kami. Orang-orang tidak peka terhadap apa yang kami alami di Prancis. Tapi ini juga menjadi isu yang lebih luas di Eropa—bisa dilihat dengan tren yang sama di Belgia, Jerman, dan Swiss."

"Satu-satunya cara untuk bisa melawan apa yang terjadi di negara kami adalah dukungan internasional. Di Prancis, siapa pun yang membela hak-hak Muslim diberi label 'islamo-leftist' dan diremehkan. Negara menyebut kami tidak menyatu dengan masyarakat, tapi kami perlahan-lahan malah didorong keluar sepenuhnya dari kehidupan publik," tambah Hiba, seperti diungkapkannya kepada The Guardian.

Dalam laman Facebooknya, Hiba mengunggah quote dari Chuck Palahniuk, seorang jurnalis sekaligus novelis Amerika, "We all die. The goal isn't to live forever, the goal is to create something that will."

Kiranya, hal itulah yang mendasari keberanian Hiba menyuarakan hak asasinya sebagai manusia yang memiliki keyakinan. Di usia yang terbilang muda, Hiba menginspirasi gadis muda di seluruh dunia untuk percaya diri, konsisten, bekerja keras, pantang menyerah, dan tegar membela kebenaran.

Dari Hiba, Muslimah Indonesia bisa belajar untuk bersyukur. Ketika diberi keleluasaan untuk menjalankan kewajiban menutup aurat, sudah sepantasnya hijab menjadikan hijab sebagai motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih istiqamah menjalankan Islam sebagai way of life.

Melihat Hiba, Muslimah Indonesia juga sepatutnya berintrospeksi diri. Dia yang masih muda, berani berjuang demi keyakinannya meskipun hidup dalam tekanan yang sangat berat. Sementara banyak dari kita yang dengan dalih zaman modern, menjadi inklusif, atau ketakutan mendapat pekerjaan justru memilih melepas hijab.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur