PANDEMI Covid-19 membawa duka mendalam bagi banyak anak yang kehilangan orangtuanya.
Salah satu cerita duka datang dari seorang anak laki-laki berusia 13 tahun bernama Arga asal Kalimantan Timur.
Dengan mengenakan pakaian hazmat, dia mengantarkan jasad ibundanya hingga ke liang lahat. Bahkan dengan suara bergetar, dia mengumandangan adzan saat jasad sang ibu dimakamkan karena meninggal dunia akibat Covid-19.
Momen tersebut sempat direkam oleh salah seorang kerabat yang kemudian videonnya menyebar di media sosial dan mengundang simpati mendalam dari banyak pihak.
Pandemi Covid-19 membuat Arga menjadi anak yatim piatu, karena kedua orangtuanya meninggal dunia setelah berjuang melawan infeksi virus tersebut. Keduanya pun kemudian dimakamkan bersebelahan dan Arga mengantarkan mereka hingga ke peristirahatan terakhir mereka.
Kisah Arga ini mengundang perhatian banyak pihak. Salah satu media internasional Al Jazeera ikut mengangkat kisahnya.
Arga merupakan anak yang mandiri. Dia tinggal dan belajar di sebuah pesantren. Namun orangtuanya sering mengiriminya bingkisan makanan buatan sendiri untuk Arga di pesantren.
Namun suatu ketika, Arga heran karena tidak ada kiriman bingkisan makanan dari orangtuanya selama beberapa waktu. Dia pun kemudian menulis surat kepada ibunya.
“Apakah kamu sakit, Bu? Hubungi saya ketika ibu baik-baik saja. Jangan lupa berjemur," tulis Arga.
“Saya sehat di sini, jangan khawatir tentang saya. Saya memiliki uang 133 ribu rupiah di rekening bank saya, itu cukup bagi saya," sambungnya.
Sayangnya, surat Arga itu tidak sempat dibaca oleh sang ibu. Karena pada saat itu, ayah dan ibunya sedang berjuang melawan virus corona.
Namun, takdir berkata lain. Ayah Arga meninggal dunia lebih dulu akibat virus tersebut. Namun pihak keluarga tidak memberitahu Arga.
“Tidak ada yang mau memberitahunya (Arga). Tapi kakak laki-lakinya bersikeras bahwa kita harus memberitahunya," kata bibi Arga, Leonita.
Kakak laki-laki Arga yang berusia 17 tahun pada saat itu tidak dapat menghadiri pemakaman karena dia juga dinyatakan positif terkena virus corona.
Selang beberapa hari setelah kematian ayahnya, ibu Arga pun menyusul. Arga yang sudah diberitahu kemudian mengantarkan sang ibu saat pemakaman.
"Mengapa orang tua saya meninggalkan saya begitu cepat?" kata Arga.
Kini, setelah kepergian kedua orangtuanya, Arga beserta sang kakak harus memikirkan masa depan untuk diri mereka sendiri dan dua adik mereka yang berusia sembilan dan empat tahun.
Pandemi menciptakan "generasi yatim piatu"
Arga tidak sendiri. Kasus serupa juga dialami oleh banyak anak di Indonesia yang kehilangan orangtua mereka, baik kedua-duanya ataupun salah satunya, akibat Covid-19.
Organisasi hak anak Save the Children Indonesia mencatat bahwa pekerja sosial di banyak wilayah di Indonesia telah melaporkan peningkatan anak yatim piatu.
Dino Satria dari Save the Children Indonesia mengatakan, sulit untuk mengetahui secara pasti berapa banyak anak yang kehilangan orang tua mereka karena tingkat pengujian Covid-19 di Indonesia yang rendah dan pengumpulan data yang tidak memadai.
“Kami tidak memiliki data pasti tetapi ada kasus di mana anak-anak tidak memiliki siapa pun untuk mendukung mereka. Mereka tidak punya keluarga besar atau siapa pun yang bisa merawat mereka,” katanya kepada Al Jazeera
Satria mengkhawatirkan anak-anak yang kehilangan bantuan karena kematian orang tua mereka tidak dilaporkan.
“Kami mendesak pemerintah untuk memperkuat sistem pendukung di tingkat masyarakat, di mana kami dapat mengumpulkan informasi itu karena saat ini kami tidak memiliki informasi itu,” ujarnya.
KOMENTAR ANDA