AKHIRNYA drama tak jelas tragedi atau komedi namun jelas berjudul “Sumbangsih Dua Triliun” telah berakhir dengan permintaan maaf resmi Kapolda Sumatera Selatan yang mengakui dirinya melakukan kesalahan tidak cermat dan seksama merecheck kebenaran sumbangsih dua triliun sebelum menyelenggarakan upacara resmi serah-terima sumbangsih dua triliun rupiah di mapolda sumsel disaksikan Gubernur Sumsel.
Kecewa
Banyak pihak kecewa. Terutama para warga Palembang dan sesama etnis dengan sang “penyumbang” yang sudah terlanjur merasa bangga bahwa kota Palembang menjadi lokasi suatu peristiwa spektakular dan sang “penyumbang” tergolong etnis tertentu.
Bahkan sumbangsih dua triliun sudah terlanjur didayagunakan untuk memuji etnis tertentu sambil menyemooh kelompok umat agama tertentu yang tidak disukai yang mencemooh.
Sementara yang dicemooh juga merasa kecewa akibat dicemooh tanpa terlibat dalam membuat hoax yang menghebohkan persada Nusantara pada masa pagebluk Corona.
Bahkan timbul curiga bahwa kasus Akidigate sengaja direkayasa demi mengalihkan perhatian publik terhadap isu yang lebih penting diperhatikan.
Hukum
Setelah drama sumbangan yang benar-benar sumbang itu terbongkar sebagai omong kosong belaka maka bermunculan berbagai pertanyaan masyarakat awam hukum mengenai masalah hukum.
Apakah seorang penyumbang yang batal menyumbang bisa diadili? Apakah seorang yang batal menerima sumbangan yang ternyata sumbangan bisa diadili?
Andaikata memang bisa diadili lalu atas tuduhan apa Bagaimana apabila sang penyumbang yang bersangkutan menyumbang diadili lalu ternyata sedang mengalami gangguan kesehatan sehingga berkhayal mampu memberikan sumbangsih dua triliun rupiah, apakah tetap harus dihukum penjara atau disembuhkan di rumah sakit jiwa?
Lalu hukuman dijatuhkan atas tuduhan apa? Apakah atas tuduhan menipu padahal tidak ada pihak yang dirugikan kecuali merasa kecewa akibat ternyata sumbangan dua triliun sebenarnya tidak pernah ada? Apakah ada pasal untuk menghukum seorang yang berniat memberi sumbangan yang sebenarnya tidak ada?
Jangan Menghakimi
Sebagai seorang umat Nasrani yang berupaya mematuhi ajaran Jesus Kristus tentang jangan menghakimi, saya tidak berani menghakimi pihak penyumbang yang batal menyumbang akibat tidak ada yang disumbangkan.
Namun secara khusus saya berbelarasa terhadap Kapolda Sumsel sebagai pihak penerima yang batal menerima
sumbangan yang ternyata tidak ada. Konon beliau bisa dituntut atas dugaan membuat kegaduhan yang memang ada pasalnya di dalam hukum yang berlaku di Indonesia dengan negara hukum.
Insya Allah, Kapolda Sumsel tidak akan diseret ke meja hijau, tetapi cukup ditegur secara internal oleh Kapolri agar tidak mengulang kecerobohan prosedur hukum di masa mendatang.
Itu harapan saya pribadi sebagai rakyat jelata awam hukum karena yakin bahwa Kapolda Sumsel sama sekali tidak berniat buruk.
Praduga Tak Bersalah
Secara khusus saya berterima kasih kepada budayawan merangkap jurnalis senior Ilham Bintang dan Kantor Berita Politik Republik Merdeka Online (RMOL) yang telah berkenan memberitakan kasus sumbangan dua triliun sejak awal sampai akhir secara sistematis serta disiplin taat prosedur jurnalisme interogatif sambil tetap berpegang teguh pada asas praduga tak bersalah.
Sementara Carl Bernstein-Robert Woodward atas pemberitaan Watergate memperoleh anugrah Pullitzer, maka secara kelirumologis pada hakikatnya tidak terlalu keliru apabila Ilham Bintang-RMOL atas pemberitaan
Akidigate memperoleh anugrah Adinegoro. Merdeka!
KOMENTAR ANDA