MENJADI sosok yang cerdas memang kewajiban seorang perempuan. Namun jika kita mau belajar dari sosok Aisyah ra., kita akan memahami bahwa perempuan yang cerdas bukan hanya terlihat dari isi kepalanya tapi juga isi hatinya.
Aisyah binti Abu Bakar memang dikenal sebagai istri Nabi Muhammad saw. yang paling luas pengetahuannya. Bahkan dikatakan dialah yang paling berpengetahuan dari semua perempuan. Kecerdasan Aisyah terbilang paripurna.
Di antara yang memuji kecerdasan Aisyah adalah Urwah, yang mengatakan belum pernah melihat seseorang yang lebih ahli dalam ilmu fiqih, kedokteran, maupun puisi layaknya Aisyah.
Aisyah menunjukkan ketinggian ilmunya dengan meriwayatkan hadis bahkan termasuk perawi hadis terbanyak bersama Abu Hurairah. Tak heran bila Abu Musa Al-Asy'ari mengatakan "Kami akan bertanya kepada Aisyah dan kami mendapatkan penjelasan darinya ketika kami merasa bingung mengenai ilmu dari para sahabat Nabi Muhammad."
Aisyah sebagai istri Rasulullah saw. memang 'beruntung' karena ia diberi keistimewaan oleh Allah mendampingi sosok manusia termulia hingga ajal menjemput Muhammad saw.
Namun kecerdasan dan integritas pribadinya bukan serta merta mencuat setelah ia berstatus istri Rasul, melainkan sudah tertanam dalam dirinya sejak dini. Tentu saja itu karena didikan sang ayah, Abu Bakar ash-Shidiq, sahabat terbaik Nabi Muhammad yang menjadi salah satu assabiqunal awwalun (orang-orang pertama yang mengucap syahadat).
Selain keistimewaan rupa yang baik, keturunan yang baik, dan kecerdasan paripurna, Aisyah juga mendapat pembelaan langsung dari Allah Swt. dengan membebaskan nama Aisyah hingga terbebas dari fitnah yang keji. Pembelaan Allah itu hadir dalam wahyu-Nya kepada Rasulullah.
Perempuan mulia yang meninggal saat mengerjakan salat witir di malam 27 Ramadhan itu juga dijanjikan oleh Allah menjanjikan ampunan dan rezeki di dunia dan akhirat sejak ia dinikahi Rasulullah.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang mulia dari kalangan laki-laki banyak, tetapi yang mulia dari kalangan perempuan hanyalah Maryam binti Imran dan Asiyah—istri Fir'aun. Dan keutamaan Aisyah atas semua perempuan seperti keutamaan tsarid atas segala makanan."
Ustaz Zaidul Akbar menjelaskan bahwa tsarid, makanan favorit Rasulullah yang sering dimasak oleh Aisyah, adalah campuran roti gandum dan sayuran yang disiram kuah daging.
Dalam referensi lain, tsarid atau tharid disebut sebagai masakan kaldu dengan isian utama berupa kacang chickepa (himmis, bahasa Arab)
Berbicara tentang rupa baik dan keturunan baik, kita tak mungkin menandingi Aisyah. Namun terkait pengetahuannya yang sangat luas, umat Muslim—terutama perempuan Muslim, hendaknya bisa menjadikan Aisyah sebagai inspirasi terbesar.
Satu hal yang mesti diperhatikan, ilmu pengetahuan yang dimiliki Aisyah dimanfaatkan olehnya untuk membantu para tabi'in (Muslim yang hidup di masa atau setelah masa hidup Rasulullah yang tidak pernah bertemu beliau semasa hidup. Usia pengikut ini jauh lebih muda dari para sahabat).
Artinya, ilmu yang Aisyah miliki bukanlah 'ilmu' yang tidak bermanfaat untuk kebaikan hidup di dunia dan di akhirat.
Maka jika kita menguasai pengetahuan seputar hukum Islam, kedokteran, psikologi, politik, maupun ekonomi atau bahasa, maka kita wajib memberi kontribusi sebagai bentuk tanggung jawab moral dan profesi, sekaligus meneladani kehidupan Aisyah binti Abu Bakar.
Bukan sekadar demi menunjukkan kualitas kecerdasan, membuktikan diri bahwa perempuan bisa, atau malah menjadikan isi kepalanya sebagai 'barang jualan' yang mesti dibayar mahal untuk bisa di-share ke publik.
Perempuan memang bisa dan pasti bisa. Namun bukan berarti menepikan fitrah, mematikan insting, dan mengikis nurani demi mendapat pujian orang.
Meneladani kecerdasan Aisyah juga berarti kita tidak mau menjadi sosok yang banyak omong, sibuk memamerkan pengetahuan, dan sering menghina orang yang tidak memiliki pengetahuan atau tingkat pendidikan-sosial-ekonomi yang sama dengan kita. Ingat, Aisyah bukan pribadi sombong!
Lantas, adakah setitik kecerdasan Aisyah hadir di diri kita?
Kita patut bersyukur jika masih memiliki tekad untuk terus memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan. Sebagai perempuan, kita akan menjadi istri dan ibu. Jika kita tidak cerdas, maka generasi masa depan akan terancam kualitas dan ketangguhannya.
Sebaliknya, jika merasa 'berkecukupan' bahkan jumawa karena banyak orang mengidolakan kita, waspadalah. Jangan tunda untuk menyetop kesombongan kita agar ilmu pengetahuan menjadi rahmat dan barakah, bukan pengurang amal saleh kita di akhirat kelak.
KOMENTAR ANDA