BAGI kita yang pernah sayup-sayup mendengar cerita dari orang-orang tua terdahulu tentang pahit dan perihnya penjajahan, masih saja gamang menyerap makna hakiki kemerdekaan.
Bayangkan, betapa sukarnya bagi generasi milenial, yang dalam kesehariannya tertawan oleh gadget, memaknai kemerdekaan tersebut.
Apakah merdeka itu?
Jangan heran jika ada pihak yang memahaminya berlomba-lomba memanjat pohon pinang. Sementara kita lupa sejarahnya dulu panjat pinang itu dibuat oleh kaum penjajah untuk menertawakan pribumi yang saling injak demi merengkuh hadiah.
Oleh sebab itu, nasionalisme itu perlu digelorakan sesuai dengan dinamis perkembangan zaman. Bukan berarti era milenial ini tema kemerdekaan kehilangan urgensinya, karena tanpa merdeka nan hakiki, maka sesungguhnya kita tengah mengalami penjajahan yang memilukan.
Penjajahan itu bukan lagi datangnya serdadu asing menodongkan senjata api, tetapi dapat berupa dirampasnya hak-hak hidup kita sebagai manusia sejati. Bangsa ini perlu banyak merenung, apakah dirinya telah memperoleh apa yang dicita-citakan dalam perjuangan kemerdekaan terdahulu.
Menarik sekali apa yang dimaknai oleh Putu Wijaya dalam bukunya Jreng, bahwa kemerdekaan adalah sikap jiwa. Bukan hanya sebuah teriakan kebebasan, tetapi sebuah proses penyadaran tentang kemandirian. Dengan merdeka berarti nasib kita terletak di tangan kita sendiri. Hakikat merdeka adalah mendisiplinkan diri kita sendiri supaya bisa bekerja sama dan bersaing.
Apabila kemerdekaan itu adalah gerbang kemandirian, maka patut dipertanyakan maraknya anak-anak muda yang meminta sumbangan di jalanan demi menggelar berbagai perlombaan Agustusan. Karena para pejuang terdahulu merebut kemerdekaan bukan dengan meminta-minta, melainkan dengan pengorbanan dari masing-masing diri.
Jadi, dari pada menambah gangguan bagi pengguna jalan, akan lebih terhormat jika anak-anak muda yang masih kuat fisiknya itu melakukan pekerjaan apapun asalkan halal, lalu hasilnya dimanfaatkan demi perayaan kemerdekaan. Di sini pula hakikat merdeka itu akan lebih meresap saripatinya di sanubari.
Setiap bangsa memang ingin merdeka, tetapi kita pun tidak dapat menafikan bahwa mengisi kemerdekaan lebih berat daripada merebutnya. Kita tidak bisa memungkiri kalau ada juga bangsa yang setelah merdeka justru menjadi negara gagal. Maksudnya, tatkala sudah merdeka malah hidup rakyatnya menjadi sengsara.
Nah, agar Indonesia tercinta tidak mengalami yang demikian, maka gema kemerdekaan penting sekali untuk terus disemarakkan. Tentunya, dengan mengedepankan agenda utama memahami hakikat kemerdekaan, dan juga bagaimana mengisinya kemerdekaan dengan baik.
Dengan menarik Muhammad Quraish Shihab pada bukunya Lentera Al-Quran Kisah dan Hikmah Kehidupan mengungkapkan, kemerdekaan merupakan salah satu nikmat Allah. Dalam Al-Qur'an, Nabi Muhammad diperintahkan untuk merenungkan ucapan Nabi Musa yang menyerukan bangsanya untuk mengingat nikmat kemerdekaan yang dianugerahkan oleh Allah.
Dalam konteks inilah, antara lain, Allah menggunakan kata “kufur” sebagai lawan kata “syukur” atau dengan kata lain “tidak mensyukuri nikmat”, yakni dalam firmannya, “Apabila kamu bersyukur, maka apasti akan Kutambah nikmat-Ku untukmu dan bila kamu kufur (tidak brsyukur) maka siksa-Ku amatlah pedih,” (Terjemahan surat Ibrahim ayat 7).
Lebih lanjut Quraish Shihab menerangkan, ayat ini memerintahkan mensyukuri nikmat kemerdekaan dan tidak mengufurinya, tidak menutup-nutupinya. Mensyukurinya berarti mengisi kemerdekaan itu sesuai dengan tujuan kita meraihnya dan tujuan Tuhan menganugerahkannya kepada kita. Dengan kata yang lebih singkat, mengisi kemerdekaan dengan pembangunan.
Dengan modal kemerdekaan ini, banyak hal yang dapat kita bangun dengan kemandirian. Utamanya adalah membangun jiwa bangsa ini, agar menjadi lebih tanguh dan tidak mau menyerah begitu saja.
Dan tibalah kita di era merebaknya Covid-19, yang mana kita bagaikan berperang tetapi dengan musuh yang tidak kasat mata. Namun bukan berarti kita akan menyerah, karena kemerdekaan sejati itu perlu kita perjuangkan agar kondisi kembali membaik. Merdeka!
KOMENTAR ANDA