CINTA itu rasa yang teramat istimewa. Dan akan menjadi lebih istimewa lagi apabila kita mampu menempatkan cinta dengan benar. Karena cintalah yang membukakan jalan-jalan kebenaran. Karena cinta sejatinya memang ciptaan Tuhan.
Maka dalam Islam tumbuhlah ajaran cinta nan suci, yang manusiawi, yang meninggikan harkat dan martabat. Dan termasuk ajaran dari agama Ilahi ini adalah mencintai anak yatim.
Luar biasa banyak bentuk perlindungan yang dinyatakan terang-terangan oleh Islam terhadap anak yatim, entah itu dalam Al-Qur’an maupun hadis-hadis.
Seperti surat Al-Ma'un ayat 1-2, yang artinya, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim.”
Buruk sekali sebutannya bagi orang yang menghardik anak yatim, yakni pendusta agama.
Mengapa?
Satu hardikan saja dapat menghancurkan mental anak yatim, karena hati mereka demikian rapuhnya, sebab telah kehilangan sandaran hidup. Ada akibat yang lebih buruk, hardikan kita itu dapat mengeraskan hati mereka. Apabila hatinya membatu, maka anak yatim itu akan tumbuh menjadi generasi bermasalah.
Hikmah dari ayat itu adalah perlakukan anak-anak yatim dengan lembut, penuh kasih dan penghargaan. Sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang tangguh, bukannya rapuh apalagi keras hati.
Dan bukan suatu kebetulan tatkala nabi terakhir yang bergelar habibullah (kekasih Allah) adalah seorang yang yatim piatu. Dengan demikian Nabi Muhammad paham sekali bagaimana pahit getirnya menjalani hidup tidak memiliki ayah atau pun bunda.
Dari itu pada salah satu hadisnya, Nabi Muhammad bersabda, “Aku dan penanggung anak yatim adalah seperti dua jari ini.” (dikutip dari Ihya Ulumuddin 8; Sabar dan Syukur karya Imam Al-Ghazali)
Sepanjang hayatnya, ke mana pun Rasulullah bepergian, maka para sahabat berbondong-bondong mengikutinya. Mereka berupaya keras untuk sesering mungkin berada di dekat Nabi Muhammad. Selain karena beliau sosok yang menyenangkan, orang-orang juga ingin memperoleh limpahan keberkahan darinya.
Nah, bagaimana caranya kita yang hidup di era milenial ini mendapatkan keberkahan macam itu, agar dapat berdekatan dengan Rasulullah?
Kesempatan itu senantiasa ada! Dan sesuai dengan hadis sebelumnya, kita berpeluang besar dekat dengan Nabi Muhammad, dengan cara mencintai anak yatim. Kita kasihi, kita layani dan kita penuhi hak-hak hidupnya dengan terhormat. Kelak di akhirat nanti posisi kita dengan Nabi bagaikan dua jari yang berdekatan.
Tampaknya ajaran dan anjuran mencintai anak yatim ini demikian meresap dalam relung sanubari kaum muslimin. Sehingga berbagai budaya pun menciptakan berbagai kegiatan yang bertujuan memuliakan anak yatim.
Di Indonesia, dikenal acara Lebaran Anak Yatim. Unik bukan?
Shinta Teviningrum menceritakan pada buku Kuliner Betawi Selaksa Rasa & Cerita, selain Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, orang Betawi juga merayakan yang namanya Lebaran Anak Yatim setiap tanggal 10 Muharam, menurut penanggalan Islam.
Di dalam Lebaran ini, mereka yang mampu dan berniat merayakannya akan mengundang anak yatim untuk datang ke rumah, berdoa, makan bersama, dan membagi beragam hadiah. Sajian yang biasa dihidangkan dalam acara ini adalah nasi berkat. Dibungkus daun jati atau daun teratai, nasi ini biasanya dilengkapi dengan semur, pesmol bandeng, gulai buncis, serundeng, dan perkedel.
Ada yang menggunakan jasa tukang undang, khusus untuk mengundang anak-anak yatim. Tapi, ada juga yang mendatangi satu per satu rumah anak yatim sambil membagikan hadiah dan makanan.
Biasanya yang dikenali orang Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari besar Islam yang berlimpah kegembiraan. Namun sebagai penghormatan terhadap anak-anak yatim, maka diadakan pula Lebaran Anak Yatim, mereka memiliki hari khusus untuk mendapatkan limpahan kasih sayang dari umat Islam.
Tradisi ini dan kegiatan lain yang serupa tentulah baik maksudnya. Dan hendaknya dilestarikan dan dikembangkan, sehingga anak-anak yatim memperoleh yang terbaik dalam hidupnya.
Akan tetapi ingatlah, anak-anak yatim tidak hanya makan ketika Lebaran saja. Mereka manusia biasa sama seperti kita, yang setiap harinya membutuhkan penghidupan yang layak.
Dari itu, segenap kaum muslimin hendaknya merancang cara agar anak-anak yatim ini dapat hidup layak sepanjang hari, sepanjang tahun dan sepanjang hayat mereka. Jangan sampai kita dimurkai Allah dan Rasulullah karena di lingkungan sekitar kita ada anak-anak yatim yang bernasib tragis.
Kalau dipikul sendirian, tentulah berat rasanya. Lain halnya jika hajat hidup anak-anak yatim ini ditanggung ramai-ramai, tentulah terasa ringan menghidupi mereka dengan sebaik-baiknya penghidupan.
Dan dijamin akan lebih ringan terasa kalau amal jariyah ini kita laksanakan berlandaskan cinta. Karena salah satu dari dahsyatnya cinta adalah munculnya kekuatan dalam berkorban.
KOMENTAR ANDA