BURNOUT ternyata tidak hanya terjadi pada orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalaminya. Anak mulai sulit berkonsentrasi, mudah lelah, mudah emosi, sering menunda pekerjaan, dan terjadi penurunan prestasi, adalah ciri anak yang mulai terserang burnout.
Burnout merupakan kondisi kelelahan mental, fisik, dan kelelahan emosional yang ekstrem. Pada anak, kondisi tersebut terjadi saat anak sudah tidak bisa mengendalikan stres dan frustasi. Mereka tidak punya kesempatan untuk beristirahat atau jeda sejenak dari tekanan-tekanan yang ada.
Sebenarnya burnout tidak hanya terjadi akibat tekanan lingkungan, tapi juga tuntutan orangtua. Tuntutan pencapaian prestasi, banyaknya beban tugas sekolah selama daring yang sifatnya permanen maupun sementara.
Karena itu, penting bagi orangtua mengetahui gejala-gejala burnout pada anak. Memang tidak terlalu terlihat dan terkadang dianggap sepele, namun sebaiknya perlu diwaspadai.
• Anak sering merasa lelah.
• Berat badan yang naik atau justru turun.
• Menyakiti diri sendiri.
• Mengompol, terutama pada anak di atas 4 tahun.
• Penurunan prestasi akademis.
• Menarik diri dari pergaulan.
• Sering menunda pekerjaan.
• Bersikap acuh pada apapun (apatis).
• Kecemasan atau rasa takut berlebihan.
• Sulit berkonsentrasi.
• Mudah emosi.
Apabila orangtua mendapati anak dengan gejala demikian, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Berdiskusilah.
Berdiskusi dengan anak mengenai apa yang ia rasakan. Tanyakan sedetil mungkin, dengarkan dengan baik, dan beri solusi yang tidak memaksa, sesuaikan dengan kemampuan dan keinginannya.
2. Bantu anak melatih kemampuan time management-nya.
Ajarkan tahapan-tahapan pekerjaan dari yang utama hingga yang ringan. Latih mereka untuk memilih dan memilah yang penting dan kurang penting, sehingga pikirannya tidak bertumpuk, hanya berfokus pada pekerjaan utama yang ia pilih dan dirasa paling penting.
3. Bagi waktu belajar ke dalam beberapa sesi.
Untuk menuju sesi berikutnya, beri jeda sekitar 5 sampai 10 menit. Biarkan anak memandang jauh ke depan atau melihat keadaan di sekitarnya. Jika sudah rileks kembali, baru dilanjut.
4. Tetapkan ekspektasi yang wajar.
Jangan meminta anak mendapatkan hasil yang sempurna. Hargai prosesnya dan sesuaikan dengan kemampuan anak.
5. Ciptakan lingkungan belajar yang nyaman.
Jangan ciptakan lingkungan belajar yang distraksi, buat senyaman mungkin, tenang, dan menyenangkan.
6. Lakukan aktivitas menyenangkan
Aktivitas menyenangkan bisa dilakukan bersama, misalnya bermain Lego atau membantu ibu menanam pohon, dan sebagainya.
7. Diskusi dengan guru
Jika anak sudah mulai kewahan, diskusikan dengan guru apa yang sebaiknya dilakukan. Bisa juga orangtua meminta waktu kepada guru untuk memberi waktu istirahat.
Jika langkah-langkah ini sudah dilakukan namun tingkat stres dan kelelahan anak tidak juga berkurang, segera berkonsultasi dengan profesional.
KOMENTAR ANDA