Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

MEREKA yang sering terbuai dengan janji-janji manis, bisa saja bertanya-tanya, kenapa Tuhan menguji hati manusia hanya untuk mengukur kadar takwa? Mengapa mesti memakai ujian segala? Bukanlah Allah mencintai hamba-hamba-Nya? Bukankah setiap ujian tidak pernah mudah?

Tujuan itulah yang akan membedakan nilai dari setiap ujian. Dan dalam Al-Qur’an terang-terangan Allah menegaskan, setiap ujian kehidupan itu bertujuan meningkatkan kualitas takwa. Sekali lagi takwa!
Surat Al-Hujurat ayat 3, yang artinya, “...mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.”

Hakikat ujian itu adalah menguji hati kita. Ujian kehidupan itu dapat saja berupa kelaparan, kendati amat menyiksa perut, akan tetapi kelaparan adalah ujian bagi hati. Apakah dalam kondisi lapar itu hati kita tetap menjaga takwa atau malah mengingkarinya.

Apabila dalam ujian lapar itu kita bersabar dan berupaya mendapatkan makanan yang halal, di sanalah kualitas takwa menunjukkan kekuatannya dan mengalami peningkatan. Ujian lapar telah mengantarkan kita kepada derjat yang tinggi, yakni manusia takwa.

Namun, jika hati kita lemah, maka energi takwa pun memudar. Hal ini terlihat dari imbas kelaparan yang tidak terkendali, semisal menghalalkan segala cara demi sesuap nasi, atau tragisnya hingga mengorbankan kehormatan diri.

Pun, ujian terhadap hati juga terjadi misalnya ketika kaki kita terluka ditusuk paku. Memang darah yang mengalir di kaki, tetapi ujian sakit sesungguhnya di hati. Ketika kita mampu menahan diri dalam kesabaran dan pengobatan, maka di sanalah nilai takwa makin membaja.

Adakalanya ujian itu memang langsung tertuju ke hati, tanpa melukai fisik, semisal kita dicaci-maki, dihina, dibully, difitnah dan lain-lain. Apabila kita mampu mengendalikan diri, di sanalah kualitas takwa jadi kentara. Hati bagaikan telaga nan sejuk, yang tidak tercemar oleh intrik duniawi.

Lain halnya kalau kita malah terpancing membalaskannya dengan cara yang lebih buruk, maka jadilah kita seburuk-buruk makhluk. Dan ketika itu pula kualitas takwa kita mengalami kemerosotan tajam.

Kembali lagi kepada apa yang dituju ayat di atas, ujian itu memang menargetkan hati. Tidak sia-sia hati manusia yang diuji-Nya, karena tujuannya adalah mengokohkan takwa.

Dari itu pula, orang-orang saleh menyambut bahagia apapun ujian yang menimpa. Inilah orang-orang yang level takwanya luar biasa. Cobaan, ujian, halangan, rintangan malah disambut dengan terbuka. Bagi mereka, tidak ada yang buruk kalau memang itu telah ditakdirkan Tuhan, tidak terkecuali ujian kehidupan.

Kok bisa begitu ya?

Sekiranya ada yang terheran-heran, sebenarnya ada teladan terkait dengan hati yang takwa ini.

Nabi Muhammad ketika berdakwah di Thaif, disambut dengan penghinaan dan disambit dengan bebatuan. Intinya, manusia mulia itu disakiti lahir batin, fisik dan psikisnya.

Moenawar Khalil dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad menceritakan, lemparan batu diarahkan ke kaki Nabi. Kedua kaki beliau luka dan mengeluarkan darah. Meskipun Nabi saw. dalam keadaan terluka, mereka tetap melakukan perbuatan yang kejam terhadap diri Nabi saw. hingga beliau terpaksa berjalan merangkak karena menahan sakit. Melihat beliau telah berjalan dengan terseok-seok dan merangkak, mereka lalu mengejek, menertawakan, dan mencaci maki dengan perkataan-perkataan yang kasar serta keji.  

Malaikat penjaga gunung membuka opsi untuk memberi pelajaran bagi para pendurhaka agama itu.
Sofiyurrahman Al-Mubarakpuri dalam buku Sirah Nabi Muhammad Al-Rahiq Al-Makhtum mengungkapkan, malaikat penjaga gunung berkata, “Jika kau menghendaki agar kuratakan Akhsyabain kepada mereka, pasti aku lakukan.” Akhsyabain adalah dua gunung di Mekah, yaitu Gunung Abu Qubais dan Gunung Qu'aiqla'an.

Atas tawaran tersebut, Rasulullah mengatakan, “Tidak. Bahkan, aku berharap Allah akan mengeluarkan daripada tulang sulbi mereka keturunan yang menyembah Allah semata-mata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa-apa pun.”

Kesempatan balas dendam itu terbuka. Terlebih yang terluka itu bukan hanya tubuh, melainkan hati pun berdarah. Tetapi Nabi Muhammad hatinya diliputi takwa, dan justru memanjatkan doa kebaikan bagi mereka yang menganiaya.

Begitulah hati yang takwa.   

Ujian kehidupan itu bukanlah perkara suka atau tidak suka, like or dislike, melainkan tentang hati yang takwa. Memangnya ada makhluk yang dapat menghindari cobaan atau rintangan, lalu hidupnya menjadi mulus-mulus saja? Tidak ada tentunya.

Namun, agama memberi tuntunan yang indah, ujian itu tidak lebih hanyalah sarana mengokohkan takwa di hati. Luka di hati itulah yang perlu kita hindari, dan temangnya adalah takwa.
        
 


    




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur