SYAHDAN, kemarau itu amatlah lama, tanah retak-retak, ternak mati, tanaman binasa. Penduduk hidupnya merana. Kemudian seorang lelaki mengajak mereka melakukan Shalat Istisqa. Dia pula yang memimpin pembacaan doa minta hujan yang teramat panjang dan mengharukan, dibarengi dengan deraian airmata.
Tiba-tiba matahari yang garang sinarnya jadi meredup. Awan-awan hitam berarak, dan hujan teras pun turun menyiram bumi. Orang-orang bersuka-cita dan tak lupa berdecak kagum, “Luar biasa hebat doanya!”
Sejak itu pula lelaki tersebut menjadi tokoh yang dipuja, pengajiannya ramai dibanjiri jamaah, orang-orang berduyun-duyun menjadi pengikutnya. Kejadian doa minta hujan yang langsung dikabulkan Tuhan itu melegenda. Lelaki itu menjadi buah bibir yang penuh pesona.
Mari kita lihat pula kisah yang disampaikan Al-Qur’an!
Nabi Ibrahim telah lama sekali berdoa, nyaris sepanjang hayatnya hingga uban bertaburan di kepala, dan doanya tidak pernah berubah, yaitu meminta agar Allah memberinya anak sebagai keturunan.
Doanya amatlah menyentuh hati, sebagaimana tertera pada surat As-Saffat ayat 100, yang artinya, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.”
Tentunya, kita tidak bisa membuat kesimpulan prematur kalau lelaki peminta hujan lebih hebat dari pada Nabi Ibrahim, hanya karena doa minta hujannya langsung dikabulkan seketika itu juga, sementara Nabi Ibrahim dikabulkan doanya dalam rentang masa teramat panjang, hingga kepalanya ubanan.
Bukan begitu cara melihatnya!
Lagi pula kualitas Nabi Ibrahim tidak diragukan lagi. Beliau seorang nabi pilihan, gelarnya khalilullah (kekasih Allah), sebutannya adalah bapak para nabi. Tetapi, mengapa hanya untuk mendapatkan keturunan, nabi agung itu lama sekali menunggu untuk dikabulkan doanya?
Kita dapat melihat lebih terang, ternyata Tuhan mengabulkan doa dalam berbagai rupa:
Pertama, mencarikan waktu yang tepat. Adakalanya doa kita langsung dikabulkan detik itu juga. Tentu bukan karena kita lebih tinggi derajatnya dari nabi, melainkan Tuhan telah melihat itulah waktunya yang tepat bagi kita.
Kalau begini sih, kebanyakan manusia berprinsip lebih cepat itu lebih baik. Tetapi, tidak semua yang cepat itu baik hasilnya. Jadi, percayakanlah kepada Allah mencarikan yang terbaik bagi waktu dikabulkannya doa kita.
Doa Nabi Ibrahim dikabulkan di usia senja, karena itulah waktu yang terbaik bagi dirinya. Beliau mendapatkan keturunan terbaik, Ismail dan Ishaq, yang juga melahirkan lagi keturunan utama berikutnya.
Kedua, cara yang tepat. Misalnya, kita terlanjur berimajinasi dapat jodoh itu layaknya sinetron, tabrakan dengan cowok ganteng, lalu berpandangan mata, lalu jatuh cinta, lalu ke pelaminan dan akhirnya bahagia. Jadi, dalam doa pun kita pun berimajinasi pula bagaimana cara makbulnya doa itu.
Belum tentu cara makbulnya doa itu sesuai dengan imajinasi yang kita reka, karena Allah yang lebih tahu cara yang terindah. Sangat mungkin terjadi, lewat episode tabrakan itu bukannya dapat jodoh malah nyawa yang melayang. Kita kan tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
Dan sangat mungkin doa itu dikabulkan Allah dengan cara yang lebih indah. Misalnya, setelah ikut pengajian, lalu dibantu taaruf oleh teman, kemudian kita pun cocok dengan lelaki yang saleh. Ya, tidak mesti cara ini, karena cara terbaik itu bukan yang dalam imajinasi kita, melainkan apa yang diputuskan Allah.
Ketiga, bentuk yang tepat. Nah, tak jarang terjadi manusia tidak menyadari doanya telah dikabulkan, tetapi dalam bentuk yang lain. Misalnya, seseorang yang mati-matian menguliahkan anaknya di fakultas kedokteran, akan tetapi dia kecewa karena gagal terkendala biaya. Doanya pun beralih agar anaknya itu dapat jodoh seorang dokter, tetapi tidak juga terwujud.
Ngomong-ngomong apa sih yang membuatnya memanjatkan doa demikian spesifik? Ternyata doanya agar anaknya jadi dokter atau setidaknya punya menantu dokter itu dalam rangka merawat dirinya di masa tua yang diprediksi akan sakit-sakitan.
Ternyata Tuhan mengabulkan doanya dalam bentuk yang lain. Ketika dirinya sudah tua, terbukti dia sehat-sehat saja dan tidak membutuhkan layanan dokter. Berkat tubuhnya yang sehat bisnisnya malah berkembang pesat, dan berhasil mendirikan rumah sakit. Bukankah ini contoh ajaib dari dikabulkannya doa?
Dengan demikian, percayalah dengan kekuatan doa dan teguhkan keyakinan kapada Allah agar diberikan yang terbaik dari doa-doa kita.
Sebaiknya, berhentilah memanjatkan doa yang justru mendikte Tuhan. Misalnya, kita berdoa agar dinikahkan dengan si A, pada bulan itu dan tahun itu, dengan lancar tanpa halangan, serta para tetamu menyerahkan amplop tebal hingga kenduri berlaba besar.
Janganlah begitu!
Selain menggambarkan ambisi bahkan arogansi, yang demikian juga mendikte Tuhan. Bayangnya, jika ada orang mendatangi minta bantuan, tetapi dengan mendikte, apakah hati kita menjadi senang?
Pengetahuan manusia amatlah terbatas. Boleh jadi banyak keburukan si A banyak yang tidak tampak, lalu Allah menyelamatkan kita dengan memberikan jodoh yang jauh lebih baik.
KOMENTAR ANDA