KOMENTAR

DATA sensus penduduk menunjukkan dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia, 133,54 juta di antaranya adalah perempuan. Hal itu menunjukkan bahwa perempuan memiliki kekuatan untuk menjadi bagian dari solusi pembangunan bangsa dan negara bersama laki-laki.

Untuk bisa menjadi aktor strategis alias subjek (pelaku), seorang perempuan harus mampu mengembangkan potensi dirinya dalam berbagai profesi, entah ia sebagai guru, dokter, anggota TNI, termasuk juga ibu rumah tangga. Dengan begitu, perempuan bisa menjadi bagian dari tiga pilar pembangunan yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta.

Ada empat strategi keberdayaan perempuan menurut Linda Amalia Sari Gumelar, Founder & Chairperson Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) yaitu meningkatkan peran peremuan dan menumbukan kesadaran tentang kesetaraan, memotivasi untuk eksplorasi potensi, memperoleh akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya, serta menanamkan iman dan takwa sejak dini.

Strategi tersebut bisa dijalankan jika seorang perempuan mampu mengoptimalkan karakternya. "Saya melihat perempuan adalah seseorang yang berkarakter aktif, tangguh dan mandiri, memiliki rasa empati dan simpati yang besar, mudah beradaptasi dengan lingkungan, serta mampu menunjukkan keberanian di waktu yang tepat," ujar Linda Gumelar dalam webinar Professional Women's Week 2021 bertajuk "Bagaimana Wanita Bangkit saat Mengalami Perubahan Drastis dalam Kehidupannya, Selasa (21/9/21).

"Kelima karakter itu kita asah dan eksplorasi agar terbentuk potensi dan kekuatan diri," tambah Linda.

Keluar dari Sudut Ruangan yang Gelap

Istri Agum Gumelar ini menceritakan kisah perubahan drastis dalam hidupnya yang terjadi pada tahun 1996. Kala itu, ia sedang aktif menjadi anggota DPR RI, sekaligus terlibat dalam dewan pimpinan KOWANI. Februari 1996, Linda didiagnosis kanker payudara. Sesuatu yang 'menghantam' kepercayaan dirinya saat ia sedang fokus mengejar cita-cita dan memikirkan kepentingan masyarakat.

"Saat itu usia saya 46 tahun, anak-anak masih remaja. Dua minggu saya mengurung diri, marah, syok, dan saya masih menolak. Hingga akhirnya saya menjadikan kenyataan tersebut sebagai pembelajaran dan akhirnya menjadi refleksi keberdayaan diri."

Sempat merasa dunia seakan runtuh, terlebih di saat itu kanker payudara masih jarang dibicarakan, ia pun mulai mencari solusi. Linda menghubungi aktris senior Rima Melati di Belanda yang sebelumnya telah dikenal sebagai penyintas kanker payudara. Ia pun berangkat ke Belanda untuk menemui dokter yang direkomendasikan Rima.

Saat menunggu hasil patologi, akhirnya Rima memutuskan untuk mengatasi keterpurukannya. Beruntung, ia mendapat dukungan hebat dari suami, anak-anak, dan lingkungannya. Ia bersyukur hasil patologi menunjukkan kankernya masih stadium awal hingga tingkat kesembuhan lebih tinggi. Linda kemudian menjalani pengobatan selama lima tahun.

Linda mengaku ia mencoba untuk tetap tersenyum dan bersahabat dengan kenyataan. Ia tidak mau dikasihani dan tidak mau orang melihatnya dalam kesusahan. Menurut mertua mantan atlet bulu tangkis nasional Taufik Hidayat ini, keimananlah yang akhirnya menguatkannya.

"Sebelum dioperasi, saya berpasrah. Saya menyadari bahwa semua milik-Mu ya Allah. Namun saya juga ingin melihat anak-anak selesai sekolah, menikah, menimang cucu, dan saya ingin mendampingi suami hingga pensiun. Jika saya diberikan kesempatan tetap hidup, saya akan bekerja agar tidak ada orang yang mengalami kejadian seperti saya," kenang Linda.

Belajar dari pengalaman pribadinya, Linda bersama Rima Melati, Andy Endriartono Sutarto, Tati Hendropriyono, dan dr. Sutjipto, Sp.B (K) Onk. (alm.) kemudian mendirikan Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI).  

YKPI tak hanya menjadi ibadah untuk membantu sesama tapi juga panggilan jiwa sesuai strategi dan kesepakatan dalam diri Linda untuk bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. "Jiwa saya lebih kepada sociopreneur meskipun pernah berpolitik," kata Linda.

YKPI membawanya datang ke pelosok-pelosok negeri untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan, terutama menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap kanker payudara. Ia mengajarkan masyarakat pentingnya segera menemui dokter pada stadium awal demi tingkat kesembuhan yang lebih tinggi.

"Saya yakin kekuatan karakter diri kita mempengaruhi solusi yang kita ambil saat menghadapi masalah. Kita harus selalu siap untuk hal yang tidak kita harapkan, bersahabat dengan kenyataan, mengupayakan solusi terbaik, sembari tetap berpikir positif."

Di usianya menjelang 70 tahun, tak ada yang dilakukan Linda selain meningkatkan iman dan takwa. Ia memahami bahwa manusia hanya bisa berusaha lalu menyerahkannya kepada Allah. Ia pun tak lupa selalu menjaga kesehatannya dan tidak boleh kelelahan. Termasuk juga menjaga kestabilan emosi dengan musik dan bernyanyi sebagai me time.

"Jangan terlalu lama larut dalam kekecewaan. Dunia akan berjalan terus, matahari akan terbit setiap pagi. Yang kecewa hanya kita sendiri, seolah kita terpuruk di sudut ruangan yang gelap. Ayo keluar! Fokuslah pada kegiatan yang kita lakukan, dengan begitu kita bisa berbagi dan berbuat sesuatu."




Jaya Suprana: Resital Pianis Tunanetra Ade “Wonder” Irawan Adalah Peristiwa Kemanusiaan

Sebelumnya

Kemitraan Strategis Accor dan tiket.com Perkuat Pasar Perhotelan Asia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E