MAKAN tanpa sambal, bagi kebanyakan orang Indonesia rasanya ada sesuatu yang kurang. Hidangan lezat sekali pun, akan berkurang kenikmatan menyantapnya jika tidak ditemani sambal.
Kecintaan terhadap sambal diceritakan Menparekraf Sandiaga Uno kepada artis cerdas multitalenta Maudy Ayunda dalam sebuah kesempatan Instagram Live. Sandiaga mengisahkan suatu ketika ia bersama sang istri, Nur Asia, makan di sebuah restoran di Prancis. Mpok Nur, biasa sang istri disapa, mengeluarkan wadah berisi sambal dan diletakkan di atas meja. Melihat hal itu, koki restoran segera menghampiri mereka dan mengambil sambal itu.
Pengalaman Sandiaga tersebut dirasakan banyak warga Indonesia yang tinggal di mancanegara yang merasa kangen luar biasa untuk menikmati berbagai hidangan dengan sambal. Tak heran pada masa sebelum pandemi Covid-19, sudah ada beberapa UMKM mulai mengekspor sambal khas Tanah Air ke luar negeri.
Di dalam negeri, pasar sambal Nusantara sangat luas. Banyak pula pengusaha yang memulai bisnis kuliner dengan memproduksi sambal ‘rumahan’. Biasanya, para ibu yang biasa meracik sambal kesukaan keluarga kemudian mencoba memasarkan sambal buatan mereka. Berawal dari lingkungan terdekat, lalu merambah ke penjualan online hingga tersebar ke seluruh Indonesia.
Seperti yang dilakukan dua di antara para pengusaha kuliner sambal di Tanah Air, Listyowati Lilis (Pemilik) sambal kecombrang Bali Mamade) dan Hidir (Pemilik sambal Andaliman de Frood). Keduanya merintis bisnis sambal dengan kekhasan asal daerah mereka.
Keduanya mengaku bahwa mutu menjadi prioritas nomor satu. Bahan baku yang segar adalah jaminan untuk menghasilkan produk yang lezat dan berkualitas baik.
Baik Bu Lilis maupun Pak Hidir Dongoran sudah memiliki pemasok tetap untuk cabai maupun bahan-bahan lainnya. Sangat penting untuk membangun kepercayaan dengan penjual bahan baku yang memasok kebutuhan mereka, terutama cabai. Jika cabai tidak segar, akan memengaruhi rasa sambal.
Apa keistimewaan sambal mereka?
“Soal rasa, bisa ditanyakan ke orang yang menikmati. Tapi sampai saat ini saya belum pernah mendapat info kalau sambal saya tidak enak,” ujar Ibu Lilis sambil tersenyum saat diskusi virtual Jendela Usaha RMOL “Raup Rezeki, Bangkitkan Selera” yang digelar Rabu (29/9/21).
Meski demikian, keduanya mengaku menjalani bisnis dengan kerja keras. Entah berapa kali mereka ditolak memasukkan sambal oleh pemilik toko. Padahal rasa khas sambal kecombrang Bali maupun sambal Andaliman sudah dikenal luas. Kemasan yang mereka gunakan pun berkualitas baik dan eye catching untuk dipajang di toko. Namun keduanya pantang menyerah.
Pun ketika pandemi ‘memukul’ usaha UMKM. Bu Lilis dan Pak Hidir tetap bertahan. Dan setelah satu tahun beradaptasi dengan kondisi pandemi, kini waktunya fokus untuk mulai kembali mengepakkan sayap.
Saat ini, hikmah pandemi yang terasa adalah makin luasnya pasar yang bisa dijangkau dengan memaksimalkan penjualan online. Dan dengan pasar yang makin luas, tantangan dari segi produk adalah bagaimana membuat sambal yang rasanya lezat, berbahan baku kualitas baik, namun bisa tahan untuk sampai di tangan pelanggan yang lokasinya jauh di pelosok Tanah Air.
“Sejak awal saya tidak pakai pengawet. Tapi setelah mendapat masukan dari teman dan berkonsultasi dengan profesor (bidang kimia), saya memelajari ada pengawet makanan yaitu natrium benzoat yang diperbolehkan Undang-Undang dengan takaran antara 0,05% - 0,1%. Natrium benzoat hampir sama dengan natrium klorida alias garam. Fungsinya untuk menghambat aktivitas bakteri pada makanan. Saya memahami untuk memproduksi sambal dalam jumlah massal, tidak bisa tanpa pengawet. Tapi insya Allah masih sangat aman. Lagipula, jarang sekali sambal yang tidak habis sebelum 6 bulan,” terang Pak Hidir.
Lalu bagaimana dengan target usaha Bu Lilis dan Pak Hidir?
“Untuk jangka pendek di masa pandemi ini, tidak ada target muluk-muluk, yang penting sambal bisa laku terjual. Walaupun penjualan memang sempat menurun, saya sebagai pelaku usaha berjuang terus. Untuk jangka panjang, saya ingin semua orang bisa menjadi pelanggan sambal yang saya buat,” ujar Bu Lilis.
Sementara Pak Hidir punya agenda tersendiri dalam waktu dekat. “Target jangka pendek saya ingin mengembalikan para reseller yang sudah ‘berpisah’ dengan sambal andaliman khas Sumatra miliknya. Saya ingin merangkul mereka lagi. Alhamdulillah di masa pandemi ini saya berkesempatan ikut pameran digital BUMN dan mendapat transaksi di sana,” kata Pak Hidir optimis.
KOMENTAR ANDA