Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

DUA KALIMAT di atas bagi para santri di pondok pesantren ibarat 'mantra'. Digaungkan setiap hari untuk memompa semangat belajar dan beribadah, juga kreativitas dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk menempa kualitas diri para penghuni pondok.

Man jadda wajada diartikan sebagai "siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil" sedangkan  Man shabara zhafira diartikan sebagai "siapa yang bersabar akan beruntung".

Gabungan dua mahfuzhat (kata mutiara, hikmah) ini memang dapat menjadi panduan sekaligus memantapkan langkah kita untuk melakukan hal-hal besar dalam mengisi kehidupan.

Man jadda wajada mengajarkan kita untuk bersungguh-sungguh dalam mengerjakan segala sesuatu. Karena hidup hanya sekali, maka hiduplah yang berarti. Kita melakukan yang terbaik hari ini agar tidak ada penyesalan di hari esok.

Man shabara zhafira menghadirkan kesadaran bahwa manusia adalah hamba-Nya yang memiliki keterbatasan serta mesti berpasrah untuk bisa hidup dalam kedamaian hati dan pikiran.

Man jadda wajada dan man shabara zhafira adalah konsistensi yang harus ada dalam diri setiap hamba.

Sejak kecil, dua kalimat ajaib itu menyemangati kita untuk tekun belajar untuk bisa naik jenjang demi jenjang akademik. Demi meraih cita-cita yang tak hanya membanggakan diri sendiri tapi juga bisa menjadi manfaat bagi sesama.

Beranjak remaja, dua kalimat penuh hikmah ini juga menjadi pedoman untuk mendewasa secara tangguh. Tidak manja, tidak malas-malasan, tapi juga tidak menutup diri dari pergaulan. Mulai mampu meraba apa kebisaan dan apa kekurangan diri. Juga mulai mampu melihat peluang untuk masa depan.

Pun ketika kita sudah melewati usia 20 atau 30, man jadda wajada serta man shabara zhafira tak lekang oleh waktu. Menjalankan peran sebagai suami atau istri, kita bersungguh-sungguh aktif menciptakan kehangatan cinta dan kekompakan bersama pasangan.

Demikian pula ketika menjadi orangtua, kita menyadari urgensi peran orangtua dalam mendidik anak hingga kita tidak akan main-main melaksanakannya. Dan kita senantiasa menghadirkan kesabaran dan ketaatan kepada Allah Swt.

Dengan membumikan man jadda wajada dan man shabara zhafira dalam hati, kita akan menjadi pribadi yang penuh semangat dan antusias tanpa menjadi sosok yang ambisius.

Sifat ambisius cenderung erat dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Melibas siapa saja yang menghalangi. Memaksa orang lain untuk tunduk mengikuti kita.

Lebih tepat jika kita menggunakan kata azzam untuk menggambarkan tekad yang kuat serta militansi dan ketekunan. Setelah azzam terpatri dalam hati dan diwujudkan dalam kerja cerdas, selanjutnya adalah bersabar. Tidak terburu-buru, tidak mengejar yang serba instan, tidak gegabah juga tidak gelisah. Kesabaran membuat kita lebih tenang.

Dan dalam ketenangan itu kita dapat merenungkan mana yang mesti diperbaiki dan mana yang mesti ditingkatkan. Termasuk menyusun strategi ke depan. Ketenangan juga membuat kita bersyukur karena telah menyelesaikan berbagai urusan dengan memaksimalkan kemampuan.

Kesabaran menyempurnakan kesungguhan kita karena tawakal menggenapkan ikhtiar. Dalam kesabaran ada munajat yang dipanjatkan, disertai kepasrahan untuk meraih ridha Allah Swt. terhadap semua usaha kita. Semua akan lebih terarah dan penuh makna karena kita merasakan kebahagiaan dalam setiap apa yang kita lakukan.

Fabiayyi alaai rabbikumaa tukadzdzibaan

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur