KALI INI bolehlah kita merujuk kepada film yang amat menggugah hati, berjudul The Sultan and the Saint:
Demi memuluskan tekad menguasai Yerusalem, pasukan Salib dengan kekuatan teramat besar memulai penyerbuan melalui Mesir. Sultan Malik Al-Kamil tak kalah cerdik, dia membobol bendungan sungai Nil yang membanjiri pasukan Eropa itu.
Akibatnya pasukan Salib tidak berkutik dilanda genangan lumpur, dan situasi mereka makin menyedihkan akibat wabah penyakit serta kelaparan. Itulah kesempatan terbaik untuk menghancurkan pasukan Salib yang tidak berdaya.
Sultan Malik Al-Kamil memang mengerahkan pasukan muslimin, tetapi bukannya menghunus senjata, mereka malah membagi-bagikan 50.000 roti terbaik kepada pasukan musuh. Dan pembagian bahan makanan itu berlangsung berhari-hari hingga keadaan pasukan Salib kembali segar bugar.
Bukannya menyerbu pasukan muslimin, akhirnya pasukan Salib itu memilih meninggalkan peperangan dan pulang ke kampung halaman masing-masing. Mereka tidak percaya dengan hasutan kebencian dari Paus. Pasukan itu tidak lagi mematuhi perintah Kardinal yang mengobarkan semangat perang suci.
Pasukan Salib melihat kaum muslimin bukanlah musuh, melainkan sahabat. Umat Islam memberikan perlindungan dan pelayanan terbaik bagi peziarah kristen ke Yerusalem. Sultan Malik Al-Kamil bahkan rela dirinya dilempari batu, karena melarang pembangunan masjid di sebelah gereja bersejarah.
Kobaran api kebencian yang ditanamkan Paus sejak di Eropa di dada pasukan Salib langsung padam dengan kasih sayang. Sultan Malik Al-Kamil bersenjatakan roti bukannya pedang. Inilah penguasa yang memahami agama itu adalah nasihat.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya dari Tamim bin Aus Ad-Dari, sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Agama itu nasihat, agama itu nasihat, agama itu nasihat. “
Tamim berkata, kami bertanya, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh umat Islam.”
Yusuf Al-Qaradhawi dalam buku Dalam Pangkuan Sunnah menerangkan, agama itu adalah nasihat maksudnya pilar utama dan penting dalam agama adalah nasihat. Nasihat adalah sebuah kata yang bermaksud menginginkan dan menghendaki kebaikan kepada yang dinasihati, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan, dan melakukan kebaikan untuk orang tersebut.
Karena nasihat itu mengandung kebaikan, maka keniscayaanlah bagi setiap pribadi muslim memberikan nasihat, entah itu pada suami, istri, anak, cucu, tetangga, teman, kolega atau siapa saja (dan tidak terkecuali pihak yang memusuhinya).
Bukannya bermaksud keras kepala apalagi sombong, memang ada sejumlah kendala yang membuat nasihat demi nasihat itu seringkali tidak mengena bagi diri kita.
Ada kalanya seseorang itu bertujuan baik memberikan nasihat, akan tetapi kredibilitasnya meragukan, dan dikhawatirkan justru nasihatnya malah menjerumuskan kepada kondisi yang lebih mengenaskan.
Tidak jarang pula nasihatnya memang baik, akan tetapi cara menyampaikannya malah menyakitkan hati. Sehingga kita pun seperti sudah kehilangan kekuatan batin untuk menerima apalagi mengamalkan nasihat itu.
Namun, jangan buru-buru kendor semangatnya tatkala nasihat kita mental, atau tidak diterima. Karena tidak mungkin segalanya langsung instan. Semuanya butuh proses, termasuk itu menerima nasihat.
Dan jangan pula patah semangat ketika nasihat kita balik dipertanyakan kualitasnya atau malah kebenarannya.
Maka jelaskanlah, bahwa nasihat yang kita sampaikan adalah kebenaran agama, dan agama berasal dari Tuhan, serta Tuhan adalah sumber kebenaran sejati.
Dan pertegas lagi dengan ungkapan, lihat apa yang dibicarakan, bukan lihat siapa yang dibicarakan.
Maksudnya, kalau kita mensyaratkan nasihat hanya diterima dari sosok yang sempurna, maka tidak akan pernah ada manusia sempurna di dunia ini. Manusia itu tempatnya salah dan khilaf, dan dari itulah kita sama-sama membutuhkan nasihat.
Dari itu, ambillah hikmah itu, dan jangan pedulikan dari mana asalnya.
Dari petikan hadis di atas, tertera ungkapan nasihat itu untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh umat Islam. Lha, ini apa maksudnya ya?
Yusuf Al-Qaradhawi dalam buku Dalam Pangkuan Sunnah mengungkapkan, nasihat untuk Allah artinya engkau mengikhlaskan niatmu, menuruti perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berhenti pada batasan-batasan-Nya, mencintai dan membenci karena-Nya, menyerah dan memerangi karena Allah, itulah ikatan iman yang kuat, “Mencintai dan membenci atas nama Allah.”
Nasihat untuk Rasulullah maksudnya mengikuti sunnah-sunnahnya, menghidupkannya dan menyebarkannya di tengah-tengah manusia, karena siapa yang menghidupkan sunnah yang hampir mati maka akan mendapatkan balasan surga.
Nasihat untuk Kitab Allah adalah mengamalkannya, mengikuti petunjuknya, membenarkan syariatnya, santun dengan adab-adabnya, berakhlak dengan akhlaknya, seperti akhlak Rasulullah.
KOMENTAR ANDA