"SETELAH dikatakan positif, dunia serasa runtuh. Kenapa saya?"
Kalimat itu diceritakan kembali oleh Srie Firman, seorang survivor kanker payudara dalam ZoomTalk Farah.id bertajuk "Jangan Takut, Kanker Payudara Bisa Sembuh, Kok!" yang digelar Senin (11/10/21).
Berawal dari benjolan yang terdapat di payudara kanan, Srie segera memeriksakan diri ke dokter. Dari hasil USG ditemukan benjolan terdapat di payudara dan getah bening. Karena 90% sifatnya ganas, maka dokter mengharuskannya segera dioperasi. Ia pun dinyatakan positif terkena kanker payudara.
Srie mengaku sangat syok mendengar hasil diagnosis dokter. Ia benar-benar tidak menyangka terkena kanker payudara. Saat itu usianya 36 tahun. Ia adalah seorang ibu juga perempuan bekerja. Terbilang sehat dan aktif dalam kesehariannya.
"Untungnya saya cepat ke dokter. (Kanker) saya ditemukan di stadium awal yaitu stadium 2, dengan benjolan sekitar 2 cm," kenang Srie.
Berobat ke RS Dharmais, Srie menaruh kepercayaan kepada sang dokter. Ia menjalani berbagai terapi sesuai yang dianjurkan dokter. "Alhamdulillah sudah 14 tahun saya survive dari kanker," katanya.
Semasa bekerja dulu, salah satu teman pernah menjalani operasi pengangkatan tumor jinak di payudara. Teman itulah yang giat menganjurkan untuk melakukan SADARI. Srie mengaku rutin melakukan SADARI setiap bulan.
"Nah, biasanya jika ada sesuatu, tubuh memberi 'sinyal-sinyal'. Saat itu punggung saya terasa capek sekali padahal saya bekerja tidak terlalu berat. Saya termasuk yang aware (dengan kondisi tubuh). Saya bertanya-tanya, ada apa, ya? kok, saya merasa ada gangguan pada punggung. Allah memberi jalan dengan saya meraba payudara dan ternyata ada benjolan," kisah Srie.
Berjuang demi Kesembuhan
Ia membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk mengobati kanker payudara stadium 2. Pengobatan tersebut terbilang intensif, dengan enam kali kemoterapi setiap dua minggu dan disinar selama satu bulan. Hal itu karena Srie terkena jenis triple negative di usia muda yang menurut dokter memiliki risiko sangat tinggi jika tidak diobati secara komprehensif.
"Selama pengobatan, saya menjaga sekali pola makan dan tak pernah putus berdoa. Kemoterapi adalah masa paling tidak enak dalam hidup saya. Saat kemo yang kelima dan keenam, saya sempat down. Namun saya mendapat suntikan semangat dari dokter."
"Srie, kanker payudara itu kanker yang paling mudah disembuhkan. Ingat, anak-anakmu masih kecil, ayo kuat. Kemo itu ibarat kamu akan bertanding tinju 6 ronde. Makin ke sana akan makin berat. Karena itu kamu harus menyiapkan tubuh kamu dengan baik," ujar Srie menirukan kata-kata sang dokter kepadanya.
Srie menyebut nama dr. Noorwati Sutandyo sebagai sosok yang tak bosan menyemangatinya. "Kedekatan saya dengan beliau luar biasa, beliau seperti ibu saya, kakak saya," ujar Srie penuh haru.
Saat kemoterapi kelima, kondisi tubuh Srie sempat menurun. Tapi lagi-lagi, suntikan semangat dari keluarga, dokter, dan teman-teman menguatkannya kembali. Ia melihat banyak pasien dengan kanker stadium lebih tinggi menjalani kemoterapi yang lebih berat. Hal itu membuat Srie merasa harus kuat, terlebih saat mengingat anak-anaknya.
Srie terus mengingat ucapan sang dokter bahwa proses kemoterapi makin lama akan makin berat. Karena itulah seminggu sebelum kemo, Srie memanjakan diri dengan menyantap makanan yang ia suka meski tetap menjaga pola makan seimbang.
"Ibarat petinju yang mau bertanding, saya mesti kuat. Kalau putih telur biasanya makan tiga butir sehari, saya makan enam butir. Saya mesti siap untuk kemoterapi yang rasanya 'luar biasa'," ujar Srie.
Keberhasilan survive selama 14 tahun membuatnya menjadi pribadi yang lebih aware dan disiplin. Pada awal terkena kanker payudara, Srie mengaku sempat menjauhi daging. Tapi kemudian ia lebih memilih pola makan sehat yang seimbang. Makan daging boleh saja, tapi tidak setiap hari. Harus lebih banyak mengonsumsi sayur dan buah-buahan.
Tidak ada pantangan khusus, yang penting makan dengan tidak berlebihan. Ia pun menghindari penyedap, pengawet, dan pewarna makanan. Srie lebih banyak memasak makanannya sendiri agar lebih terkontrol kualitasnya.
"Jika hari ini sudah makan 'enak' misalnya makan masakan Padang, maka harus diperbanyak jus buah dan sayur. Saya tidak menjalankan diet yang terlalu ketat. Didukung olahraga dengan banyak jalan kaki," ujar Srie tentang kiatnya menjaga kesehatan.
Meski sudah 14 tahun berlalu setelah operasi dan kemoterapi, nyatanya rasa nyeri terkadang masih ia rasakan. "Selama rasa nyut-nyutan masih wajar dan tidak mengganggu, seorang survivor harus berpikiran positif. Saya biasanya mengelus-elus bagian yang terasa nyeri dan saya ajak ngobrol sambil mendoakan semoga baik-baik saja," ujar Srie tentang tipsnya menghadapi efek operasi.
Komunitas untuk Saling Menguatkan
Tak hanya gaya hidup sehat, Srie juga membagikan satu kiat lagi yang membuatnya bisa bertahan selama 14 tahun.
"Yang juga sangat penting adalah mengikuti komunitas. Dengan bergabung di komunitas, saya tidak merasa sendirian. Setelah dioperasi, saya bergabung ke CISC (Cancer Information and Support Center). CISC menjadi imun booster. Saya bisa bertanya dengan teman yang mempunyai rasa yang sama, yang senasib sepenanggungan. Yang tahu bagaimana rasanya menjalani kemoterapi. Di komunitas ini saya berbagi pengalaman dan mendapat banyak ilmu. Misalnya, saya diberitahu harus selalu happy karena hati yang bahagia adalah obat. Berbagai tips yang didapat dari komunitas CISC membuat saya semangat," ujar Srie tentang pentingnya bergabung ke support group.
Para anggota CISC bisa bertanya berbagai hal dan mendapat jawaban berdasarkan pengalaman sesama anggota komunitas. Tentang efek operasi atau efek kemoterapi yang masih terasa berbulan-bulan hingga bertahun-tahun kemudian, hingga bagaimana menyayangi golden hand, tangan 'kesayangan' yang tidak boleh dipakai untuk aktivitas berat.
KOMENTAR ANDA