KOMENTAR

INDONESIA merebut Piala Thomas setelah mengalahkan tim China 3-0 dalam partai final Thomas Cup 2020 yang digelar di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu malam (17/10/21) waktu Indonesia.

Pada partai final, Indonesia mengawali kemenangan atas China melalui Anthony Ginting. Nilai 2 – 0 ditorehkan pasangan ganda putra Fajar Alfian/ M. Rian Ardianto. Hingga akhirnya kemenangan telak Indonesia dipersembahkan Jonatan Christie melalui rubber set melawan Li Shi Feng dengan skor 21-14, 18-21, dan 21-14.

Kemenangan tim Indonesia ini membuat Piala Thomas kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi setelah penantian panjang selama 19 tahun!

Rasa bangga sudah pasti dirasakan bangsa Indonesia. Kemenangan ini seolah menjadi suntikan semangat bagi rakyat Indonesia untuk bangkit dan terus berjuang setelah melewati 1,5 tahun pandemi Covid-19.

Rakyat Indonesia mengucapkan terima kasih atas perjuangan tim Thomas Indonesia yang mengharumkan nama negara di pentas dunia.

Salah satu yang menarik perhatian adalah perkataan komentator partai final Thomas Cup 2020 yang menilai pemain Indonesia kurang konsisten alias mempunyai performa yang naik-turun.

Sebagai awam, masyarakat tentu hanya bisa berharap dan berdoa bahwa Pelatnas PBSI akan terus berupaya mematangkan permainan para pemain Indonesia serta memastikan mereka memiliki mental juara. Dan tentu saja, menciptakan regenerasi badminton Tanah Air yang berkelanjutan agar prestasi tidak terputus.

Namun di balik kebanggaan luar biasa yang membuncah di hati masyarakat Indonesia, terselip rasa sedih karena bendera Merah Putih tidak bisa berkibar di atas podium saat tim Indonesia menyanyikan Indonesia Raya. Sebagai pengganti, bendera PBSI 'berkibar' pada layar besar.

Indonesia Raya Tanpa Merah Putih

Penyebabnya Merah Putih tidak berkibar karena Indonesia dianggap tidak patuh pada peraturan antidoping yang ditetapkan World Anti-Doping Agency (WADA) alias Badan Antidoping Dunia. Indonesia mendapat sanksi karena tidak mematuhi syarat dan prosedur antidoping.

WADA adalah badan pengawas penggunaan obat-obatan atau doping pada para atlet di setiap negara. Pada 15 September 2021, WADA telah mengirim formal notice terkait status Indonesia yang dianggap tidak mengikuti standar Test Doping Plan (TDP). WADA memberi kesempatan 21 hari untuk Indonesia mengklarifikasinya.

Selain NADO (National  Anti-Doping Organization) Indonesia alias Lembaga Antidoping Indonesia (LADI), NADO Korea Utara dan NADO Thailand juga mendapat sanksi WADA.

Dalam laman resmi www.wada-ama.org, dikatakan bahwa surat yang dikirim per 15 September 2021 adalah keputusan final. Adapun sanksi yang diterima ketiga negara tersebut di antaranya adalah:

  • Larangan menjadi tuan rumah untuk kejuaraan regional, kontinental, atau tingkat dunia atau acara lain yang diselenggarakan oleh Organisasi Penyelenggara Utama.
  • Larangan pengibaran bendera negara pada kejuaraan regional, kontinental, atau tingkat dunia yang diadakan Organisasi Penyelenggara Utama kecuali pada Olimpiade dan Paralimpiade.
  • Larangan perwakilan negara penerima sanksi untuk duduk di komite WADA.

Tidak hanya itu, Indonesia dan Korea Utara juga dituntut untuk segera melakukan perbaikan tes doping yang akan diawasi oleh pihak ketiga yang disepakati bersama.

Ketua Umum PBSI Agung Firman Sampurna menegaskan pihaknya telah melobi BWF (Badminton World Federation) agar Indonesia tetap bisa mengikuti beberapa kejuaraan bergengsi.

Bangga Tapi Malu

Ketua Komisi X DPR Ri Syaiful Huda mempertanyakan respons Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali terkait ancaman sanksi dari WADA tersebut. Dalam pernyataannya (8/10/21), Menpora mengatakan akan segera memberi klarifikasi demi menghindari sanksi. Nyatanya, Merah Putih tadi malam tidak berkibar.

Sanksi bisa diberikan selama status Indonesia belum dicabut WADA yaitu selama 8 Oktober 2021 – 8 Oktober 2022. Sanksi yang disebutkan WADA juga mencakup cabang olahraga lain yang diikuti Indonesia.

Sementara itu Wakil Ketua LADI Rheza Maulana menyatakan bahwa surat WADA yang dikirim pada 15 September dan 7 Oktober mempermasalahkan adanya ketidaksesuaian rencana tes doping pada 2020 dan 2021 yang meliputi tes regular atau Out of Competition Testing (OCT), tes PON, dan program 2022.

LADI mengklaim telah mengirim surat balasan yang juga telah direspons oleh WADA pada 9 Oktober.




Dukung Riset dan Publikasi Ilmiah, Kantor Wilayah Kemenkumham DKI Jakarta Luncurkan Jurnal Yustisia Hukum dan HAM “JURNALIS KUMHAM”

Sebelumnya

Momen Unik yang Viral, Kebersamaan Presiden Prabowo dan Kucing Bobby Kertanegara di Istana

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News