Hati yang optimis dan gembira adalah obat, tetaplah bersyukur agar bahagia selalu menetap di sanubari kita para pejuang kanker/ Net
Hati yang optimis dan gembira adalah obat, tetaplah bersyukur agar bahagia selalu menetap di sanubari kita para pejuang kanker/ Net
KOMENTAR

SALAH satu hal yang sangat penting bagi penderita kanker namun kerap diabaikan adalah kesehatan mental. Mulai dari rasa was-was yang menghantui saat menemukan gejala, syok saat dokter membacakan diagnosis, hingga lelah yang mendera selama menjalani pengobatan.

Pejuang kanker mengalami berbagai emosi sejak didiagnosis hingga adanya efek samping terapi. Merasa tidak berharga, tidak memiliki harapan untuk masa depan, tidak memiliki motivasi, hilang kepercayaan diri, merasa putus asa dan sedih berkepanjangan, juga tidak mau bersosialisasi.

Berbagai kondisi itu tanpa disadari dapat mengganggu kesehatan mental pasien kanker. Padahal, kesehatan mental memegang peranan krusial untuk bisa mempercepat dan memperlancar pengobatan.

Bagaimana menjaga kesehatan mental ketika mendapat tekanan bertubi-tubi tersebut? Bagaimana pasien kanker mampu berdamai dengan kenyataan dan tetap percaya diri? Bagaimana menghadapi diagnosis kanker?

"Yang jelas, yang pertama dirasakan adalah syok yang belum pernah kita rasakan sebelumnya, karena kita sering mendengar bahwa kanker adalah penyakit yang tidak bisa diobati. Kita enggak tahu bahwa ada kanker yang aman, kanker yang stadiumnya masih stadium 1 atau 2 (dini) masih bisa diberikan treatment. Tapi karena informasi yang kita punya tentang kanker bahwa kanker itu sangat mengerikan, so the day we received the diagnosis, kita sudah 'mati'," ujar Hasan Askari, seorang Mental Health Counselor dalam IG Live membahas topik "Kesehatan Mental, Dampak dari Kanker yang Sering Diabaikan" bersama Shahnaz Haque, selebriti yang juga seorang survivor kanker ovarium.

Menurut Hasan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar pejuang dan survivor kanker bisa tetap sehat secara mental.

#Saat baru mendapat diagnosis dokter, keluarga mesti memberi keleluasaan waktu untuk pasien. Jika ia ingin sendirian, maka berikanlah waktu. Jangan paksa pasien untuk bercerita. Karena saat itu, pasien masih syok. Tunggulah hingga beberapa hari hingga ia mau membuka diri dan keluarga/ sahabat bisa menjadi pendengar dan pendukung yang baik.

#Saat mendengar diagnosis, jangan pernah berpikir bahwa hidup kita sudah berakhir. Saat itu otak kita dipenuhi hormon yang memicu stres bahkan badan terasa remuk dan dada pun sesak. Maka semua yang kita pikirkan tentang cita-cita yang kandas, semuanya salah besar.

# Jangan pernah berpikir karena kita menderita kanker maka kita menjadi beban. Jangan merasa kanker adalah vonis mati, karena itu salah. Waktu bersedih jangan lama-lama. Setelah itu diperlukan kondisi mental yang kuat untuk mendukung kondisi fisik dalam menjalani berbagai terapi.

#Ketika berada dalam kondisi self-esteem yang rendah, kita akan merasa diri kita tidak berharga dan pikiran yang muncul di otak hanyalah hal-hal negatif. Kondisi itu harus segera dihilangkan. Kita harus segera memiliki keyakinan bahwa kita bisa berkembang dan bisa sembuh, bisa menjadi orang baik seperti yang kita inginkan.

#Ketika rasa keberhargaan diri dan kepercayaan diri sudah terbangun dalam diri kita, maka barulah kita bisa menghasilkan self-talk yang positif. Kita tidak akan mengatakan "saya ini beban keluarga" atau "kenapa kok saya, ini berarti saya bukan orang baik" atau "kok, tidak ada perubahan ke arah lebih baik, apa ini memang nasibku untuk menderita".

Lalu, bagaimana cara untuk membangun self-esteem?

#Rasa keberhargaan diri baru bisa terbangun apabila seseorang memiliki perspektif yang benar tentang dirinya sebagai pejuang atau survivor kanker. Ingat, kanker bukan azab, bukan hukuman Tuhan, bukan ganjaran karena kita pernah berbuat salah, bukan pula akibat santet.

#Pertama-tama, kita mesti menerima fakta bahwa kita memiliki kanker. Jangan mengingkari kenyataan. Demikian juga keluarga, mereka juga harus bisa menerima.

#Setelah menerima fakta tersebut, kita harus mencari informasi yang tepat—dari sumber yang kredibel yaitu dokter. Bukan dari grup whatsapp tetangga yang tidak tahu apa-apa tentang kanker. Jangan pula terjebak dengan berbagai hoaks yang beredar di media sosial.

#Segeralah memeriksakan diri ke dokter untuk memastikan terapi terbaik yang bisa jalani.

#Setelah tahu apa yang akan kita hadapi, kita harus menyadari bahwa sebagai orang dengan kanker, kita akan memiliki tingkat kehidupan yang lebih sulit dari orang lain. Itu artinya, kita jauh lebih kuat dibandingkan orang lain, karena itulah aku dipilih Tuhan memiliki kanker untuk dihadapi.

#Lakukan self-talk berupa afirmasi terhadap diri kita: "Aku akan bertahan, aku akan melawan kanker ini dengan semua kemampuanku setiap hari. Walaupun suatu hari aku drop, mentalku drop, aku akan tetap bangkit lagi. Dan kalau aku jatuh, aku akan bangkit lagi, karena aku tahu tidak ada orang yang bisa menolongku selain diriku sendiri."

#Berusaha memperbaiki keadaan. Salah satunya untuk mendapatkan kedamaian dan ketenangan batin, perkuatlah ibadah. Kita juga bisa melakukan yoga atau meditasi.

#Sikap optimis bisa melahirkan ekspektasi yang terlalu tinggi. Untuk bisa menerima kenyataan, sikap terbaik adalah realistis. Jalani sebaik mungkin setiap pengobatan dan hari-hari kita, tidak perlu memasang target bahwa kita pasti bisa sembuh dengan cepat. Jangan sampai kita berharap terlalu tinggi, lalu ketika tidak terwujud, kita justru makin hancur.

#Kita harus menyadari bahwa terkadang tidak ada pilihan dalam hidup hingga kita harus menjalani hidup dengan apa yang kita miliki. Bagi seorang pasien kanker payudara yang harus diangkat payudaranya, ia mungkin saja kehilangan kesempatan untuk menikah dan punya anak. Tapi ada banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk mengisi kehidupan dan mengembangkan diri. Kita bisa mengabdi untuk komunitas kanker, mengembangkan karier dan hobi, juga berbuat yang terbaik untuk keluarga dan sahabat. Jangan sampai karena terlalu menyesali diri dan terpuruk karena satu hal (menikah-punya anak), maka hal-hal indah lainnya ikut hancur.

#Memiliki komunitas untuk saling berbagi juga memiliki caregiver untuk menemani dan membantu dalam kehidupan sehari-hari selama menjalani pengobatan. Kita akan tahu mana orang yang tulus dan benar-benar peduli terhadap kita, dan merekalah yang akan menjadi penyemangat sekaligus pengingat agar kita tidak melakukan hal-hal bodoh yang membuat kita menyesal. Jangan ragu untuk pergi ke psikolog atau psikiater karena untuk menyembuhkan gangguan mental diperlukan pengobatan profesional.

Untuk semua pejuang dan survivor kanker, tetaplah bersyukur agar bahagia selalu menetap di sanubari kita.

 




Hindari Cedera, Perhatikan 5 Cara Berlari yang Benar

Sebelumnya

Benarkah Mengonsumsi Terlalu Banyak Seafood Bisa Berdampak Buruk bagi Kesehatan?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Health