ORANGTUA hakikatnya adalah orang dewasa yang memiliki pengalaman hidup lebih banyak dari anak-anak. Karena itulah orangtua memiliki kewajiban untuk bisa menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk sebagai panduan untuk anak melangkah dalam kehidupannya.
Kita menginginkan anak menjadi sosok manusia yang lebih baik dari kita, orangtuanya. Baik itu dari sisi akhlak, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
Untuk bisa menjadi orangtua yang mampu menerapkan tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, dan ing ngarsa sung tulada, kita harus bisa menjadi sahabat terbaik sekaligus idola bagi anak. Dan kunci penting untuk mewujudkannya adalah dengan komunikasi efektif.
Dalam keluarga, komunikasi efektif memegang peranan penting dalam mengharmonisasikan hubungan orangtua dan anak. Tanpa komunikasi efektif, masalah kecil menjadi besar dan masalah besar menjadi lebih berbahaya.
Tanpa komunikasi efektif, akan sulit mengomunikasikan nilai-nilai dan harapan kita terhadap anak. Dan hal tersebut tentulah akan berujung pada kekecewaan, bahkan penyesalan. Namun begitu, banyak di antara kita bahkan memilih menjalankan komunikasi satu arah, memaksakan anak untuk mengikuti arah yang kita tetapkan. Kita memilih membisu seribu bahasa ketika anak mulai bertanya ini dan itu.
Ayah bunda, ada tiga hal dalam komunikasi dengan anak yang mesti diwaspadai. Jika kita melakukan tiga hal tersebut, hati-hati, kita termasuk orangtua 'bisu'.
#1 Ogah ngobrol dengan anak
Lebih memilih 'ngobrol' dengan gawai dibandingkan berbincang dengan anak adalah fenomena yang dilakukan banyak orangtua masa kini. Kemeriahan media sosial, marketplace, dan situs berita online menjadi daya pikat yang susah dihindari. Kita bisa berada dalam ruangan yang sama namun seolah di 'dunia' yang berbeda. Tak ada obrolan lisan yang tercipta.
#2 Enggan mengajak anak bercerita
Tak hanya kita yang lebih suka diam, kita pun tak memotivasi anak untuk membuka diri dengan bercerita perihal berbagai momen dalam kehidupannya. Kita seolah tidak mau tahu bagaimana keseruan atau kesedihan yang anak alami, selama anak tampak bersikap biasa-biasa saja. Padahal dengan memintanya bercerita, anak merasa orangtuanya peduli dan ingin menjadi bagian dalam kesehariannya.
#3 Menjadi contoh buruk dalam membangun komunikasi
Kata-kata yang keluar dari mulut kita tak jauh dari "ya", "jangan", "boleh", "oke", "ke mana?", "sama siapa?", juga "hati-hati". Kata-kata singkat yang jauh dari menampakkan perasaan sayang kepada anak. Kita seolah memposisikan diri kita sebagai bos dan anak sebagai karyawan.
Bahkan bos yang baik sekalipun, dia adalah sosok pemimpin yang mau mendengar pendapat anak buah dan berusaha menjadikan anak buahnya berkembang. Hal itu membutuhkan pendekatan yang bisa dimulai dari percakapan dua arah dalam atmosfer kasih sayang dan kekeluargaan.
Introspeksi, yuk! Apakah kita melakukan salah satu atau ketiganya? Saatnya berhenti jadi orangtua 'bisu', segeralah merangkul anak lalu memulai pembicaraan yang menyenangkan.
KOMENTAR ANDA