Peni Ahmadi Ph.D/ Net
Peni Ahmadi Ph.D/ Net
KOMENTAR

PEREMPUAN Indonesia kembali mengukir prestasi dalam bidang sains. Tiga peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) berhasil meraih penghargaan L’Oreal-UNESCO for Women in Science (FWIS) 2021.

Salah satunya adalah Peneliti Pusat Riset Bioteknologi Peni Ahmadi Ph.D untuk kategori Life Sciences. Penghargaan diberikan L’Oreal-UNESCO secara virtual pada 10 November 2021.

Adapun dua rekan peneliti Peni yaitu Fransiska Sri Herwahyu Krismatuti (Peneliti Pusat Riset Kimia) dan Febty Febriani (Peneliti Pusat Riset Fisika) masing-masing mendapatkan penghargaan untuk kategori Non-Life Sciences.

Peni berhasil mendapatkan penghargaan lewat penelitian berjudul “Potent Drug-lead from Indonesian Marine Invertebrates to Suppress Breast Cancer”. Dalam proposal ini, Peni menjelaskan bahwa Indonesia memiliki banyak senyawa bahan alam laut yang bisa dimanfaatkan sebagai antiinfeksi dan antikanker, khususnya kanker payudara.

Salah satu hal yang mendorong Peni melakukan penelitian ini adalah ia melihat pada data tahun 2012 dilaporkan jumlah penderita kanker payudara di Indonesia meningkat tajam dibanding satu dekade sebelumnya, yaitu hampir 50.000 kasus. Bukan tidak mungkin menurutnya pada tahun 2022 mendatang jumlah penderita kanker payudara di Indonesia bisa mencapai 100.000 kasus.

“Melalui sains, saya ingin berkontribusi menyelamatkan perempuan dari kanker payudara dengan memanfaatkan biota laut Indonesia yang sangat beraneka ragam,” ujar Peni seperti dilansir biotek.lipi.go.id.

Sebagai langkah awal, penelitiannya dimulai dengan pencarian sampel biota laut, kemudian sampel tersebut akan mengekstrak dan mengisolasi senyawa bahan aktif. Tahap selanjutnya adalah menentukan struktur dari senyawa bioaktif yang telah diisolasi. Setelah itu, para peneliti akan menguji obat antikanker dengan membuat kompleks senyawa bioaktif untuk dilakukan pada targeted theraphy.

Dari tujuh sampel yang dipilih secara acak, ketujuhnya berpotensi sebagai antikanker. Tujuh spesies yang berpotensi tersebut adalah jenis spons yang aktif sebagai antikanker. Dari sampel yang ada, dua di antaranya bahkan diklaim lebih aktif dari obat kanker yang sudah ada di pasaran.

Dalam penelitiannya ini, Peni berkolaborasi dengan Universitas Ryudai dan Institut Riken di Jepang dalam penyediaan alat yang masih sulit diakses di Indonesia seperti NMR (Nuclear Magnetic Resonance) demi pengembangan obat antikanker ini.

Sempat Ditentang Orangtua untuk Jadi Peneliti

Ada kisah menarik di balik keberhasilan yang kini diraih Peni Ahmadi. Dikatakan olehnya, awal berkarier sebagai peneliti ia kerap ditegur orang tuanya karena menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja di labolatorium dibandingkan berkumpul dengan keluarga.

Namun karena sudah yakin dengan cita-citanya ini, alumnus FMIPA Universitas Lampung bidang studi Kimia Organik 2010 ini selalu mengatakan bahwa apa yang ia kerjakan kelak akan membanggakan kedua orangtuanya.

“Saya berhasil membuktikan pencapaian saya dengan mendapatkan beasiswa S2 di Jepang. Setelah menyelesaikan studi S2 dan S3 di Jepang, saya kemudian meniti karier sebagai ilmuwan di sana, bersama dengan pembimbing saya menjadi panutan dalam bidang penelitian,” aku Peni, saat acara pemberian penghargaan L’Oreal-UNESCO FWIS 2021.

Peni baru kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai peneliti di BRIN sejak September 2021 lalu. Ia yakin pada keputusannya meninggalkan karier penelitian di Jepang dan siap mengembangkannya di Indonesia.

Dikutip dari brin.go.id, L’Oreal-UNESCO FWIS diluncurkan di seluruh dunia sebagai dukungan bagi para ilmuwan perempuan yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan dengan kategori Life Sciences dan Non-Life Sciences.

Syarat penerima FWIS 2021 adalah perempuan, berusia maksimal 40 tahun pada 30 November 2021, dan berpendidikan S3 atau sedang menjalani pendidikan S3. Proposal riset yang diajukan harus memiliki dampak strategis bagi negara, berkelanjutan, dan menghasilkan kerja sama.

Kepala Pusat Riset Bioteknologi BRIN Ratih Asmana Ningrum menyatakan rasa bangganya atas pencapaian Peni. Menurutnya, penelitian Peni merupakan salah satu upaya pemanfaatan megabiodiversitas Indonesia dalam pencarian bahan baku obat.

“Diharapkan pula akan menjadi titik awal bagi yang bersangkutan untuk berprestasi lebih tinggi di masa depan dan menjadi penyemangat bagi perempuan peneliti lain di pusat riset bioteknologi,” ungkap Ratih.

 

 




Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Sebelumnya

Nicke Widyawati Masuk Fortune Most Powerful Women 2024

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women