Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

MENJADI sehat dan menjalani tumbuh kembang secara maksimal adalah hak anak yang mesti terpenuhi. Hal ini sejalan dengan Deklarasi Hak Anak oleh Majelis Umum PBB tahun 1959 yang kemudian diperingati sebagai Hari Anak Sedunia yaitu tanggal 20 November setiap tahun.

Menggencarkan imunisasi untuk meminimalkan risiko penyakit difteri menjadi salah satu cara untuk menghadirkan generasi masa depan yang tangguh secara kesehatan dan sesuai dengan amanat Deklarasi Hak Anak PBB.

Hingga saat ini, difteri masih tergolong penyakit berbahaya yang bisa menjangkit dan mewabah. Seperti yang terjadi pada tahun 2017, difteri menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Jawa Timur. Meski demikian, program vaksinasi diyakini menjadi solusi terbaik untuk mencegah difteri.

Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa difteri merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri basil gram positif Corynebacterium diphteriae strain toksin, ditandai dengan adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa faring, laring, tonsil, hidung, dan lapisan kulit.

Apa dan bagaimana difteri itu, mari kita simak keterangan yang diunggah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam media sosial @idai_ig.

Penularan difteri bisa melalui beberapa cara berikut ini:
1.    Percikan cairan dari saluran pernapasan.
2.    Kontak langsung dengan permukaan kulit atau luka terbuka.
3.    Kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi kuman difteri.

Siapa saja yang bisa tertular difteri?
Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, termasuk anak-anak yang belum mendapat imunisasi lengkap—umumnya menyerang anak-anak berusia 1 – 10 tahun.

Beberapa gejala difteri yang harus diwaspadai:
1.    Demam.
2.    Nyeri menelan.
3.    Suara serak.
4.    Malaise (lelah, kurang enak badan, tidak nyaman).
5.    Hidung berair.
6.    Kesulitan bernapas.
7.    Pembengkakan area leher.
8.    Adanya pseudomembran di tenggorokan (selaput berwarna putih keabuan/ kebiruan yang tidak mudah lepas dan berdarah).

Menurut Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, difteri bisa menjadi lebih berbahaya bila terjadi komplikasi difteri berupa:
1.    Neuritis (peradangan saraf perifer).
2.    Paralisis paratum molle (kelumpuhan pada bagian orofaring/ tenggorokan yang mengandung mukosa).
3.    Paralisis (kelumpuhan) otot mata, tungkai, dan diafragma.
4.    Pneumonia sekunder dan gagal napas.
5.    Otitis media (infeksi telinga bagian tengah).
6.    Insufisiensi pernapasan akibat obstruksi, khususnya pada bayi.

Inilah langkah pencegahan difteri yang harus dilakukan para orangtua:
1. Bayi 0 – 11 bulan wajib mendapatkan 3 dosis imunisasi dasar DPT-Hb Hib pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
2. Imunisasi DPT-Hb-Hib pada balita usia 18 bulan.
3. Booster DPT diberikan pada anak usia 5 – 7 tahun (BIAS 1 SD), 10 – 11 tahun (BIAS 5 SD), dan 18 tahun.

Jangan lengah, ayo bersama cegah difteri dengan imunisasi.

 

 

 




Hindari Cedera, Perhatikan 5 Cara Berlari yang Benar

Sebelumnya

Benarkah Mengonsumsi Terlalu Banyak Seafood Bisa Berdampak Buruk bagi Kesehatan?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health