TANGGAL 25 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional.
Peringatan Hari Guru Nasional menjadi momen istimewa untuk mengapresiasi pengabdian dan jasa para guru di seluruh Nusantara. Walaupun apresiasi tersebut sejatinya tidak hanya dilakukan setahun sekali, penting untuk merayakannya sebagai bentuk terima kasih pada guru yang amat berjasa terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam mendidik generasi penerus bangsa di masa pandemi Covid-19.
Ini merupakan tahun kedua perayaan Hari Guru Nasional digelar di tengah pandemi. Meskipun kini kita sudah mulai diperbolehkan bertatap muka, beranjak dari online ke offline dengan segala keterbatasan dan pengetatan protokol kesehatan demi terputusnya mata rantai penyebaran virus Covid-19 yang mendunia ini.
Dimulainya pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) ini memang menjadi kabar yang sangat membahagiakan baik bagi para guru maupun anak didik. Walaupun jelas-jelas kita tak lagi bisa sebebas dulu (sebelum pandemi datang) karena setiap sekolah wajib mengikuti aturan instansi dinas terkait dalam segala persiapan pembelajaran tatap muka.
Segala kegiatan yang membuat kerumunan tanpa protokol kesehatan masih dilarang. Akan tetapi larangan tersebut tidak memengaruhi semangat dan keceriaan anak didik dan guru dalam menjalankan proses PTMT.
Nampak jelas terlihat semangat tinggi dan keceriaaan yang terpancar pada wajah guru dan anak didik di setiap pagi. Bahkan para orangtua pun tersenyum bahagia. Walaupun ada orangtua yang masih memilih anaknya tetap menjalani pembelajaran di rumah, hal itu tidak mematahkan semangat proses pembelajaran. Tak lain karena pembelajaran di masa pandemi ini dikemas dalam metode belajar blended learning, yaitu suatu model pembelajaran yang menggabungkan tatap muka dengan pembelajaran berbasis teknologi yang mana dapat diakses secara online atau offline (Dwiyogo, 2012).
Proses pembelajaran, apapun metode yang digunakan, baik online, offline atau blended learning, tidak bisa lepas dari peran guru. Hal itu karena guru merupakan pendamping dan pengarah terbaik bagi anak-anak didiknya dalam proses pembelajaran tersebut.
Meskipun sekarang sumber ilmu sudah banyak terbuka dan mudah dilihat dari ‘jendela’ teknologi, akan tetapi peran guru tidak akan tergantikan. Karena guru bukan hanya mengajar atau menyampaikan ilmu, tapi sentuhan dan kehangatan kasih sayang gurulah yang akan mempermudah anak mencapai tujuan dari proses belajar tersebut.
Guru adalah manusia yang penuh cinta, yang kecintaan pada anak didiknya sangatlah besar. Bagaimana tidak, rasa cinta seorang guru mampu mendidik dan membentuk karakter baik, penyayang, ramah, intelek, dan berwibawa tanpa memerdulikan latar belakang dan penampilan fisik anak didiknya.
Walau cinta yang diungkapkan guru tidak selalu dalam bentuk keindahan—terkadang dalam bentuk kemarahan—akan tetapi sejatinya itulah ungkapan cinta seorang guru dalam mengingatkan anak didiknya karena telah melakukan kesalahan.
Dalam sejarah pandemi Covid-19 di seluruh dunia, kita menyaksikan bahwa peran guru dalam mendampingi anak didiknya sangat berat dan tidak mudah. Ketika di kelas, guru bisa memegang kendali keadaan kelas dengan banyak peserta didik, kita memahami bahwa hal itu bukan sesuatu yang mudah.
Pengalaman kita selama pandemi dalam mendampingi anak atau keponakan menjalankan PJJ telah menjadi ujian kesabaran tersendiri. Maka dari itu pantaslah bila guru disebut manusia dengan profesi mulia karena ia adalah sosok penyabar yang pantang menyerah dalam mendidik. Dan dari gurulah kita mengenal ilmu pengetahuan yang menjadi bekal menapaki kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Seorang guru yang baik adalah pendidik yang baik. Seorang guru tidak harus berpendidikan linier dalam bidangnya. Siapa pun bisa menjadi guru.
Berdasarkan pengalaman penulis, kunci menjadi guru yang baik adalah hati yang tulus, ikhlas, dan sabar dalam menyampaikan ilmu. Terlebih jika diniatkan menjadi pengabdian mulia dan ibadah untuk mendapatkan ridha Allah Swt., seorang guru pasti dipermudah dalam penyampaian dan penyerapan pengetahuan anak didiknya.
Guru bukan hanya menyampaikan materi, melainkan memegang kendali dalam membimbing dan mengarahkan pendidikan karakter anak didiknya. Yang mana di era modern ini, pendidikan karakter menjadi sangat penting bagi masa depan anak didik.
Dunia mungkin saja tidak memiliki gedung sekolah sebagai tempat belajar, namun dunia selalu mempunyai sosok guru di mana pun karena setiap orang bisa menjadi guru.
Orangtua misalnya, seharusnya mampu menjadi guru terbaik bagi anaknya. Terlebih lagi seorang ibu, yang dalam bahasa Arab disebut madrasatul ula alias sekolah pertama bagi anak. Dari ibu, anak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang akan selalu mewarnai kehidupan si anak.
Guru adalah pelita dalam kegelapan, yang mengubah ketidaktahuan kita menjadi pengetahuan. Yang membawa kita dari “tidak bisa” menjadi “bisa”.
Sesuai semboyan yang ditulis Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarsa sung tuladha yaitu menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri teladan. Ing madya mangun karsa yaitu berada di tengah peserta didik, guru harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Dan Tut wuri handayani yaitu menjadi sosok yang memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.
Maka dari itu pantaslah kita senantiasa menyebut guru dalam setiap doa kita. Terima kasih bapak dan ibu guru atas segala dedikasi dan pengabdianmu. Engkau laksana embun penyejuk dan pahlawan pembangun insan cendekiawan.
Selamat Hari Guru Nasional 2021. Untuk guru yang mulia, jasamu akan selalu kami kenang, tetaplah menjadi pelita bagi anak bangsa. teruslah berkarya dalam setiap tulus ikhlas pengabdianmu, semoga Allah Swt. senantiasa melimpahan keberkahan dalam setiap langkahmu.
Penulis adalah Alumni STAI Al Aqidah Al-Hasyimiyyah Jakarta, pengajar aktif di SMP Laboratorium Pondok Kopi-Jakarta Timur, pernah mendirikan Rumah Belajar Cemara Mengajar (2015).
KOMENTAR ANDA